Posted by Fahrizal | 0 comments

DASAMUKA BANGUN KARYA HENKY B HERNOWO

DAFTAR ISI
.
PEMBUKA
  1. NASEHAT IBU TERCINTA…………………………………………………………………..
  2. ALENGKADIRAJA………………………………………………………………………….
  3. FITNAH, FITNAH DAN FITNAH…………………………………………………………..
  4. PERSEKONGKOLAN……………………………………………………………………….
  5. BIANG KELADI……………………………………………………………………………..
  6. SEKALI DUSTA TERUS DUSTA…………………………………………………………….
  7. KIJANG KENCANA AWAL BENCANA…………………………………………………..
  8. JATAYU YANG MALANG…………………………………………………………………..
  9. TRAGEDI GOA KISKENDO………………………………………………………………..
  10. SHINTA MENCARI SUAKA………………………………………………………………..
  11. MANDIRI, CINTA BERSEMI……………………………………………………………….
  12. AJAKAN BERDAMAI……………………………………………………………………….
  13. WIBISANA PENGKIANAT………………………………………………………………….
  14. RAMA TAMBAK…………………………………………………………………………….
  15. PETAKA DICELAH BUKIT KEMUNING…………………………………………………..
  16. ISTERI RAHWANA DAN PUTERANYA DISANDERA……………………………………
  17. PATI OBONG………………………………………………………………………………..
  18. GEGER JONGGRING SALOKA……………………………………………………………
  19. PELELANGAN BUDAK BETINA…………………………………………………………..
  20. SANG PUJANGGA………………………………………………………………………….
  21. SEMAR KEPILUT…………………………………………………………………………….
  22. BANJIR BANDANG SHINTA MINGGAT………………………………………………….
  23. SERANGAN KELANGIT…………………………………………………………………….
  24. SUKSESI DIALENGKA………………………………………………………………………
  25. PATUNG PAHLAWAN……………………………………………………………………..
  26. PURI DILEMBAH RAHTAWU……………………………………………………………..
  27. RAMA TAKLUK, TERBONGKARNYA KEDOK……………………………………………
  28. PERTEMUAN DENGAN BUAH HATI…………………………………………………….
  29. PERDAMAIAN DAN PERADILAN……………………………………………………….
  30. HIDUP BAHAGIA…………………………………………………………………………..
PEMBUKA

Disini penulis menyajikan lakon “DASAMUKA BANGUN”, adalah ceritera fiksi yang mengkisahkan lakon wayang dari negeri Alengka dengan versi yang berbeda. Maka sebelum membaca buku ini, penulis menyarankan kepada pembaca terlebih dahulu untuk membersihkan diri dari belenggu-belenggu hati yaitu upayakan berprasangka baik, berpikir merdeka, jadilah bijaksana, berpikir secara adil dan ingat bahwa semua kebenaran bersumber dari Allah SWT. Mengapa demikian, sebab ini adalah ceritera fiksi yang sangat kontroversi berbeda dengan ceritera Ramayana yang beredar selama ini. Diceriterakan disini bahwa, ditinjau dari sudut pandang atau kacamata pewayangan yang lahir dan dibesarkan di Alengkadiraja, maka kebanyakan dari mereka mempunyai pendapat berbeda-beda didalam mengungkap nilai-nilai kemanusiaan.
“DASAMUKA BANGUN” ini adalah kisah fiksi yang memang berbeda dengan ceritera klasik Ramayana dimana kebanyakan orang selalu berpihak kepada Ramabadra. Biasanya orang selalu melihat penokohan dalam wayang secara hitam putih, ada yang baik dan ada yang buruk, yangmana penonton dipaksa menerima apa adanya. Bahwa menganggap kesatria Ramabadra dalam ceritera Ramayana atau para Pandawa dalam ceritera Mahabarata serba baik. Kedua epos tersebut sepertinya membenarkan bahwa didunia wayang hanya milik laki-laki saja yang berhak jadi pahlawan, padahal perang keduanya ternyata dipicu oleh kasus pelecehan terhadap wanita.
Didalam kehidupan nyata tak ada yang mutlak baik dan mutlak buruk. Dua watak saling bertentangan ini dipunyai pada diri manusia secara bersama-sama. Pada hakekatnya tak ada seorang didunia yang sama sekali jahat atau sama sekali baik. Disini pembaca kami ajak kedunia dongeng ini untuk menyeberang dari kehidupan Rama berganti melihat kehidupan Rahwana, untuk menyaksikan banyak kehidupan di Alengkadiraja dimana tiap-tiap orang dapat memastikan apa yang betul dan apa yang salah, baik dan buruk serta tata kramanya. Harapannya hasil penyeberangan ini bisa menjadi yakin bahwa mahkluk manusia yang mencoba mengadili mahluk manusia lain sebenarnya punya peran yang agak sulit. Oleh karena itu bila mahkluk manusia tersebut tidak ada wewenang untuk mengadili, maka sebaiknya berbuat yang lain dengan pikiran yang luas untuk mengenal perikemanusiaan dan belajar mengerti mengapa orang-orang berbuat sesuatu, daripada mengutuk perbuatannya itu saja.
Pada pagelaran wayang untuk lakon “DASAMUKA BANGUN” ini bisa diatur melingkar, dimana posisi sang dalang memainkan boneka wayang berada ditengah-tengah, tanpa kelir, cukup ada gedebok untuk menancapkan boneka wayang. Dalang dikelilingi pesinden dan niyaganya, juga penontonnya yang menyaksikan pertunjukan duduk secara melingkar, coba bayangkan seperti formasi bangunan Stupa pada candi Borobudur di Jawa Tengah atau Ka’bah di masjidil Haram di Mekah atau Stadion Senayan sewaktu ada pertandingan sepak bola. Disini antara dalang sebagai pembawa ceritera dan penonton bisa berdialog. Sang dalang didalam mengekspresikan tokoh-tokoh wayang bisa sambil duduk dan juga bisa berdiri pada saat mengajak berdialog dengan para penontonnya, disini Penonton boleh mengomentari tokoh-tokoh wayang saat dimainkan dalang, memberikan kritik atau saran masukan sebagai luapan isi hatinya. Seru, merakyat dan apresiatif ! ayo kita mulai dan simak baik-baik ceriteranya dengan urut,

1
NASEHAT
IBU TERCINTA

Kala itu Togog yang berada dialam dongeng, persisnya dinegeri Alengkadiraja dimana dia selalu setia mengikuti dan ngemong layaknya punakawan yaitu pada majikannya Rahwana, yang posisinya didunia pakeliran selalu dikiwakke. Togog hanya tersenyum saja, dewasa ini orang-orang dari dunia pakeliran menganggap hal-hal yang berbau kiwa itu konotasinya selalu jelek, kotor, bersalah, jahat, dosa dsb….pokoknya tidak disukai. Lihat saja tangan kiri, apa yang dilakukan tangan kiri, keseharian urusan kotoran adalah bagian dia, tapi yang ia lakukan itu adakah sanjungan atau pujian datang padanya? Jarang, bahkan tidak sama sekali, malahan umpatan jika dia memberikan uluran tangan kirinya atau memberikan sesuatu meskipun bukan kotoran, tetap dikatakan….”kemproh, tidak sopan, menghina dsb!”
Benarkah kiwo itu negative, apakah mereka yang punya pemahaman kanan pernah memperhatikan dari belakang pakeliran, dimana jajaran kanan berubah menjadi kiri, nah yang kiwa apakah tetap mereka nilai negative? Ibaratnya orang naik kereta api, pandangan orang diluar kereta api  mengatakan kereta api tersebut bergerak meninggalkan dia, tetapi bagaimana pandangan mereka yang diam didalam kereta, dengan melihat keluar kenyataannya bahwa sawah-sawah, tiang listrik dan pepohonan yang bergerak atau berjalan meninggalkan dia, atau orang naik pesawat terbang melihat keluar jendela pesawat terlihat awan berjalan atau yang bergerak sedangkan dia anteng diam didalam pesawat, dengan contoh tersebut mana yang benar-benar bergerak ?
Togog tidak sependapat, dia berkeyakinan bahwa manusia karena kodrat kenisbiannya sehingga punya keterbatasan didalam menilai suatu kebenaran. Hanya Tuhan Yang Maha Kuasa saja yang berhak memberikan penilaian tentang kebenaran mutlak, mungkin bisa jatuh yang kanan atau yang kiri. Hanya Dia, tak ada yang lebih tinggi dariNya, lebih benar dan lebih mutlak selain Dia. Segala apa selain Dia, nisbi dan lemah sifatnya. Togog berpendapat bahwa manusia hanya pantas mencari kebenaran dengan imannya, meskipun bersifat lemah dan terbatas, orang-orang didunia pakeliran sanapun berhak merasa benar dengan imannya, apabila mereka juga mampu memberikan hak yang sama kepada orang-orang yang berada dibalik pakeliran. Sebaliknya jika tidak, akan muncul tiran-tiran kecil yang merasa telah berada pada kebenaran tertinggi.
Togog kemudian ikut masuk kekaputren memenuhi panggilan bandoronya Dewi Sukesi. Kaputren Alengka terlihat regeng dimana Dewi Sukesi janda Resi Wisrawa sedang dikerumuni keempat putera dan puterinya mendengarkan wejangan dan nasehat darinya. Setelah suaminya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu Dewi Sukesi merawat sendiri keempat puteranya dengan penuh kasih sayang. Dan sudah menjadi tradisi keluarga dimulai sejak dari suaminya masih hidup yaitu pada setiap hari Respati Kasih, dimana keempat puteranya selalu ia kumpulkan untuk menjalin silahturahmi dan menerima wejangan atau santi-aji dari orang tuanya.

Keempat puteranya sekarang telah dewasa dan sudah mandiri jadi orang tua, puteranya yang paling besar diberi nama Rahwana atau Dasamuka, putera kedua diberi nama Kumbokarno, putera ketiga adalah puteri diberi nama Sarpakenaka dan putera keempat diberi nama Wibisana. Tradisi kumpul-kumpul keluarga tetap Dewi Sukesi lestarikan meskipun suaminya Resi Wisrawa sudah tiada, dengan lembut Dewi Sukesi memberi wejangan dan santiaji kepada keempat buah hatiya yang ia sayangi,
……”kalian harus wujudkan misi ini, agar perempuan-perempuan dinegeri kita Alengka ini menjadi perempuan yang merdeka!”……
demikian inti nasehat dari ibunda tercinta kepada keempat putera puterinya. Topic nasehat kali ini soal perempuan.
Mengapa harus perempuan? Memang benar nasehat Dewi Sukesi sampai saat ini para perempuan didunia ini masih dibawah cengkeraman keangkara murkaan dan dunia ini masih menjadi sarang ketidak adilan. Masih jauh upaya-upaya untuk melindungi dunia ini dan membangun menjadi dunia yang menjadi orang-orang yang bersahabat, sampai pada lingkup paling kecilpun yaitu keluarga saja masih jauh dari harapan, keluarga yang semestinya adalah satu tempat kasih sayang, dengan wanitanya rumah tangga benar-benar menjadikan satu tempat cinta dan keibuan, dimana tidak ada gangguan macam-macam pekerjaan tetek bengek yang bisa mematahkan tulang belakang perempuan bekerja hingga jauh larut malam untuk diselesaikan, tapi kenyataannya lain hingga sekarang masih ada perbudakan terselubung terhadap perempuan.
…..”Rumah tangga adalah tempat dimana laki-laki, perempuan dan anak-anaknya hidup bersama bagaikan burung dalam sarangnya. Pekerjaan rumah tangga yang mereka kerjakan dilandasi kemerdekaan kemauan dan kegembiraan. Disarang ini laki-laki dan perempuan memenuhi kodratnya, melimpahkan turunannya dengan pemeliharaan dengan penuh kasih sayang yang tiada gangguan dimana satu sama lain menjalin kerukunan tidak saling menindas atau merendahkan satu dengan yang lain, disitu tidak ada perempuan yang tertindas berakibat tubuh dan jiwanya remuk tertimpa beban hidup sehari-harinya. Disarang ini tidak ada anak dipisahkan dari ibunya dan ibu berpisah dengan anaknya, meskipun sang ibu pagi-pagi keluar pergi kepekerjaan.”……
Dewi Sukesi berhenti sejenak dan tersenyum geli melihat Wibisana sedang epyek mengganggu dan bermanja-manja dengan kakaknya Sarpakenaka.
…..“Sang ibu yang berkarya keluar rumah bukan halangan untuk membina rumah tangga, rumah tangga dan pekerjaan dapat saling mengisi satu sama lain. Wanita sebagai ibu tetap memelihara anak, wanita sebagai isteri dan ibu menjalankan rumah tangga semua itu dalam kesenangan dan dengan kemerdekaan bisa memilih. Semuanya itu sebagai amal kasih dan amal bahagia, tapi itu semua akan berhasil bilamana ada dukungan dari anggota keluarga dan masyarakat.”…..
Rahwana langsung bisa menebak yang dimaksud ibunya yaitu solusinya adalah kolektivitas, adalah merupakan kunci keberhasilan rumah tangga yang bahagia. Kolektivitas dalam arti kebersamaan, kekeluargaan dan kesosialan. Dengan memberdayakan masyarakat, misalnya urusan masak sudah bisa dioperkan keluar dengan membeli pada penjual ideran atau berlangganan dikedai-kedai makanan. Pakaian bisa dibeli ketoko tanpa harus menjahit sendiri. Pembuangan sampah atau keamanan bisa dioperkan atau diselenggarakan ke-Rt lingkungan-an atau jasa partikelir. Air minum bisa berlangganan pada perusahaan air minum atau kios-kios air mineral apalagi sekarang telah ada produk air mineral dalam kemasan, demikian juga listrik penerangan dsb.
Pekerjaan rumah tangga yang bisa dikeluarkan atau dikerjakan oleh umum secara kolektivitis, entah itu berupa paguyuban, masyarakat atau Negara ini akan meringankan perempuan atau ibu rumah tangga, meskipun harus mengeluarkan dana untuk keperluan tersebut. Dengan demikian perempuan yang berkarya diluar, tidak lagi ia kalau sore pulang dari pekerjaan, dirumah lantas masih terpaksa lagi membanting tulang, mengulurkan tenaga, memeras keringat. Tidak lagi badannya keletihan kalau besok paginya bangun dari tempat tidurnya, kemudian masih lesu kalau berangkat kerja.
Masyarakat sendiri kemudian juga akan menjadi sibuk, dunia wiraswasta akan tumbuh subur dan banyak membuka lapangan pekerjaan, kesempatan kerja ada dan tidak ada pengangguran. Kemakmuran dan kesejahteraan akan tercipta dengan sendirinya. Perempuan menjadi merdeka, sepulangnya dari pekerjaan, ia akan cukup waktu untuk beristirahat, cukup waktu untuk berkasih-kasihan dengan suaminya dan anak-anaknya. Cukup waktu untuk menambah ilmu pengetahuan dan belajar sastra, atau ikut kegiatan social, kumpulan arisan warga, membantu posyandu dan lansia atau kursus-kursus dan pelatihan ketrampilan. Tidak njublek saja dirumah plongah-plongoh.
“Dan kamu Rahwana, setelah kamu memenangkan pemilihan raja di Alengka diantara para putera dan cucu-cucu Prabu Sumali, ibu berikan santi aji agar selalu kamu ingat sebagai pegangan pada saat kamu memulai memimpin negeri Alengka ini, coba dengarkan…dst..dst!”…..

Rahwana mendengarkan nasehat dari ibunya dengan serius, demikian juga adik-adiknya Kumbokarno, Sarpakenaka dan sikecil Wibisana.
Diantara nasehat-nasehatnya tentang cara mengatur dan memimpin negara dijelaskan bahwa, sebuah bangsa itu adalah merupakan sarana kokohnya negara, maka dari itu jangan sekali-kali menyepelekan bangsa sendiri, agar supaya mendapatkan anugerah, tercipta berdirinya bangsa yang kuat andhana warih. Negara itu tidak akan berjalan dengan baik, bila tidak mempunyai angger-angger atau undang-undang yang merupakan kekuatan negara yang berdasarkan isi kalbu warga negaranya. Ikutilah santiaji ini agar sukses didalam pengabdian kepada masyarakat didalam memimpin bangsa dan negara yaitu, ”Ing ngarsa asung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.
Negara kita ini akan bisa tenteram, bila murah sandang dan juga pangan, dikarenakan rakyatnya suka bekerja dengan giat, juga pemimpinnya mempunyai watak, ”berbudi bawa leksana”. Oleh karena itu seorang pemimpin jangan sok atau sombong dan berkuasa sendiri, sebab pada saatnya sang pemimpin pension dan tidak berkuasa lagi maka dikemudian hari bakal  ora kajen atau tidak dihormati setelah hidup kembali ditengah masyarakat.
Pemimpin harus selalu ingat bahwa sebenarnya masih ada orang yang bisa mengalahkan dia dibidang apa saja. Janganlah lupadaratan dan senang yang berlebihan selagi masih berkuasa, dan merasa mangkel selagi tidak memegang kekuasaan lagi. Sebab kesemuanya itu rejekinya sudah ada yang mengatur.
Bila seorang pemimpin tidak mempunyai watak berbudi bawa leksana, simpati dan dukungan wadyabala yang jadi unggulannya negara itu tidak suyud lagi dan bisa timbul keinginan merebut kekuasaan negara. Jangan sok menang-menangan sendiri sehingga menimbulkan negara dan bangsanya terpecah-belah, harus suka lakukan musyawarah untuk menjaga ketentraman batin.
Demikian juga Wadyabala dan pamong praja yang dekat dengan rakyat kecil itu akan menjadikan kegembiraan dan kebanggan rakyat yang bisa membuat Negara menjadi kokoh serta merupakan benteng atau perisai negara. Pemimpin-pemimpin Wadyabala dan pamong negara juga harus ikut membuat ketentraman rakyatnya, sebab kalau tidak maka bisa terjadi rakyat berontak dan akan merebut kekuasaan negara dengan caranya sendiri.
Demikian pula para pemuda dan pemudinya, gemar dan giat belajar ilmu pengetahuan dan mau mempraktekan ilmu-ilmu yang didapatkannya untuk berkarya dimasyarakat, sehingga akan membuat kokohnya negara, menjadi bangsa yang unggul yang bisa bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa dan negara, negara kuwat itu karena rakyatnya senang hidupnya dan dihormati oleh negara-negara lain.
Pemimpin yang baik, semua yang tidak baik harus dibenahi agar bisa menjadi baik, sedangkan yang tidak bisa diperbaiki harus disingkirkan agar tidak mengganggu atau menular pada yang sudah baik. Hati-hati memilih seorang pemimpin, teliti dulu mulai dari mana dia berasal dan kehidupan kesehariannya apakah bisa dijadikan panutan. Jangan sampai keliru sebab negara bila sampai diperintah orang yang berwatak tidak baik, semuanya bisa terbalik dimana yang baik bisa dikatakan buruk atau yang buruk dikatakan baik. Sebaliknya bila terpilih pemimpin yang punya watak baik, disitu kejujuran adalah landasannya sehingga dia akan melakukan hal-hal yang baik baik saja.
Kemudian peperangan itu bisa dikatakan baik bila tujuannya adalan menuntut keadilan atau merebut kemerdekaan negara dan bangsanya. Sedangkan melakukan perang yang tujuannya untuk menjarah milik orang itu tidak baik dan terkutuk.
Bila kita cermat, meneliti hakikat yang melatar belakangi berbagai peristiwa peperangan antar manusia bahwa, setiap peperangan, pergolakan atau kekacauan yang sering menumbalkan kehidupan manusia dan materi adalah akibat dari persekongkolan kekuatan jahat terhadap kebenaran. Mereka inilah yang menutup mata bangsa-bangsa dengan kaca mata iblis sehingga tidak bisa melihat ajaran-ajaran Tuhan Yang Maha Kuasa yang benar.
Waspadalah dengan gerakan-gerakan jahatnya, ketahuilah bagaimana cara mereka merusak persatuan bangsa yaitu ;
pertama, sengaja mereka menanamkan benih perpecahan dalam suatu negeri dengan menciptakan berbagai masalah mulai dari keluarga, kesukuan hingga wilayah-wilayah mulai dari masalah ekonomi, social, politik, budaya, ras dan seterusnya.
kedua adalah, menciptakan perseteruan antar kelompok kemudian mereka mempersenjatai kelompok-kelompok tersebut agar saling menghancurkan.
ketiga adalah, merusak norma-norma susila, termasuk ajaran-ajaran agama yang benar dan moralitas yang menjadi pegangan masyarakat.
Dan yang terakhir adalah menghancurkan pemerintahan yang sah untuk dikuasainya.
Untuk membentengi masuknya gerakan iblis tadi warga negara harus jaga persatuan bangsa dan negara, setiap warga negara punya kewajiban mempertahankan dan merasa ikut handarbeni dan juga wajib hanggondheli, mulat sarira hangrasa wani, akan utuhnya negara kesatuannya ini. Arahkan didalam kehidupan sehari-hari saling menjaga kerukunan bertetangga dan berkeluarga sebab keluarga itu saka gurunya negara, tumbuhkan rasa persatuan dan semangat gotong royong.
         Untuk menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh negeri-negeri lain, bilamana bangsa ini bisa menghargai dan tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri, tahu menghormati jasa-jasa pahlawannya yang pernah berjuang demi kemerdekaan, keadilan dan kesejahteraan bangsa dan negaranya. Budayakan selalu mencatat dan memperingati hari-hari yang bersejarah juga para pahlawannya yang menjadi bagian sejarah kuno pusaka bangsa kita , perlu untuk dirawat agar kita bisa mencontoh keteladannya dan tidak kehilangan jejak, yang artinya bila itu terjadi, kerugian besar terjadi pada anak-turun kita dan bangsa sendiri, tidak mengerti sejarah leluhurnya yang rindu untuk sarana membuka “ sintruning bebuden “ yang utama. Apalagi bila untuk menelusuri atau ancer–ancer yang bisa mengukuhkan “rasa ketimuran”  kita yang masih murni yang belum tercampur oleh ikatan atau rasa dari lain bangsa.
         Budayakan setiap keluarga untuk bisa mengenal dan akrab dulu dalam lingkup yang paling kecil dulu untuk mengenal “Sejarah rolas“ yaitu sejarah leluhurnya sendiri urutan dari 12 ( dua belas ) turunan, yaitu : Anak, Bapa- biyung, Embah, Buyut, Canggah, Wareng, Udheg–udheg, Gantung siwur, Gropak senthe, Tebu sinosog, Patarangan bubrah dan Amun–amun dan memang urutan leluhur dicoba untuk dikenal terlebih dulu, meskipun jumlahnya mencapai ribuan orang, andaikata belum sanggup, boleh saja dimulai mengenal yang “pancer“ terlebih dahulu. Marilah kita coba untuk menghitung : Anak ( diri sendiri – 1 orang), Bapa dan biyung (2 orang), Embah ( dari Bapak dan Ibu – 4 orang), Buyut ( dari Bapak dan Ibu-8 orang), Canggah ( dari Bapak dan Ibu-16 orang), Wareng ( dari Bapak dan Ibu-32 orang), Udheg–udheg ( dari Bapak dan Ibu-64 orang), Gantung siwur ( dari Bapak dan Ibu-128 orang), Gropak senthe ( dari Bapak dan Ibu-256 orang), Tebu sinosog ( dari Bapak dan Ibu-512 orang), Petarangan bubrah ( dari Bapak dan Ibu-1.024 orang), Amun–amun ( dari Bapak dan Ibu-2.048 orang), jadi jumlah keseluruhan adalah 4.095 orang.
         Terakhir ibunda Dewi Sukesi menutup wejangannya,
….…,”Anak-anakku, Rahwana, Kumbokarno, Sarpakenaka dan cah bagus Wibisana camkan baik-baik nasehatku….. tangeh lamun negoro iki biso ngadeg jejeg, yen siro ora miwiti kenal disik karo sedulur-sedulurmu, ora gelem srawung disik karo sedulurmu, ora biso gawe rukun lan tetulung disik karo sedulurmu, sebab kuwi pondasine negoro.”……
         Persatuan negeri ini memang harus dimulai dari lingkup yang paling kecil dulu, yaitu “keluarga,” kemudian meningkat kelingkungan sekitar kita dan kemudian meningkat lagi hingga kadipaten, kedatuan hingga yang lebih luas lagi yaitu …negara! Ya, menjadi Negara yang kuat sentosa dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika Datan Hana Dharma Kang Mangkrowa, seperti pesan-pesan dari mpu Sotasoma pada zaman Majapahit, yang jadi pegangan Patih Gajah Mada dalam mempersatukan Nusantara.
….,”Kelihatannya adikmu Wibisana wis ngantuk, baiklah pertemuan ini ibu akhiri, tetapi ingat ……..jaga selalu dan budayakan terlebih dahulu semangat gotong-royong didalam keluarga kalian, kita jangan malu dan bisa meniru orang-orang desa diluar sana mereka itu rukun, dan ibu jadi ingat nasehat tetua didesa itu, begini……..“Jaman saiki urip amrih bisa mulyo lan tentrem, kudu rukun karo sedulur, srana enggal tumandang nyambut gawe lan gotong royong……...Lanang-wadon pada oleh bubuhan kewajiban pegawean, sing cocok karo kaanane, timbang pada abote………Jaman biyen wong lanang mikul, wong wadon gegendong. Yen wong lanang macul, nggaru lan mluku, wong wadon tandur, derep lan nutu. Yen wong lanang nganam kepang, wong wadon nenun, mengkono sakpanunggalane…..…..Jaman saiki kaanane wis beda, nanging ora kok banjur budaya kerukunan melu owah, sing owah kuwi carane anggulowentah nyesuaiake kaanan saiki , nangin kudu tetep ngugemi lan mujudake kerukunan keluarga amrih sentosa..…….. Ana paribasan, yen mlaku dewekan kuwi gampang ditumpaki setan beda karo yen bebarengan, ora ono sing wani ngganggu.”……..
dalam sekali makna pesan yang tersirat pada nasehat Dewi Sukesi.








2
ALENGKADIRAJA


Sejak pemerintahan Alengka dipegang Prabu Rahwana, harga barang-barang dan jasa pada umumnya menunjukan perkembangan yang lebih stabil dibandingkan dengan pada saat pemerintahan Prabu Sumali. Prabu Rahwana adalah pemimpin yang masih muda dengan dukungan para menteri-menterinya yang rata-rata usianya sebaya dengannya berhasil membawa Alengkadiraja suatu tingkat kemajuan yang melebihi prestasi–prestasi yang pernah dilakukan pemerintahan Alengka sebelumnya maupun negeri-negeri lain, sehingga banyak negeri-negeri lain terutama negeri anggauta perkesemakmuran yang mereka namakan Negeri-negeri Perdamaian banyak yang belajar kepadanya.
Pangan adalah merupakan salah satu sasaran utama. Disamping usaha-usaha untuk meningkatkan produksi beras, pemerintahan Alengkadiraja juga berusaha menciptakan dan memelihara harga beras pada tingkat yang wajar, sehingga memungkinkan para petani mendapatkan imbalan yang layak. Dipihak lain beras masih berada dalam jangkauan daya beli rakyat banyak. Pembinaan perdagangan beras yang sehat, agar harga beras pada musim paceklik dan daerah-daerah yang kekurangan beras harga beras tetap stabil. Menjamin penyaluran beras atau bahan pangan lainnya ketempat tempat yang tertimpa bencana alam.

Tengoklah disektor industry pertanian, meningkatnya produksi beras berkat intensifikasi pertanian melalui bimbingan, pembinaan, serta bantuan pemerintah pada pengairan yang teratur, penggunaan bibit unggul, penyediaan pupuk dan pestisida, teknik bercocok tanam yang baik dengan teknologi mutakir mengingat Alengka adalah suatu Negara yang mempunyai luas tanah pertanian yang sempit, meskipun demikian Alengka bisa melaksanakan swasembada pangan untuk dalam negerinya. Tidak hanya produksi beras saja, produksi hortikultura yang terdiri sayur-sayuran dan buah-buahan terus meningkat. Fluktasi produksi memang ada karena pengaruh iklim, serangan hama da penyakit tanaman. Tapi atas kerjasama pemerintah dan rakyatnya yang punya semangat untuk maju kesemuanya itu bisa teratasi.
Coba perhatikan disektor Perikanan laut, dengan bertambahnya unit-unit penangkapan dengan perlengkapan peralatan yang lebih efisien, seperti trawl, purse, saine, pole, line, gillnet dan lain-lainnya membantu pesat pada peningkatan produksi perikanan. Lebih-lebih dengan penggantian kapal-kapal penangkap ikan berteknologi mutakir untuk menunjang industry perikanan, yang punya kemampuan operasi penangkapan diwilayah lepas-pantai hingga kewilayah laut-dalam, produksi perikanan meningkat dengan pesat. Juga disektor peternakan, perkebunan mengalami peningkatan.
Tidak ketinggalan dibidang perindustrian, kimia, industry dasar meliputi logam, mesin, alat-alat transport, textile dan benang tenun mengalami peningkatan produksi yang pesat sehingga kesemuanya itu telah dapat menciptakan kemantapan harga-harga barang dalam tingkat yang dapat dijangkau oleh rakyat banyak dengan memenuhi kebutuhan selera, baik mutu maupun coraknya.

Tidak hanya itu, kemajuan diberbagai sector pembanguan Alengkadiraja karena ditunjang perbaikan-perbaikan prasarana antara lain irigasi, tidak hanya menunjang sector pertanian saja, tapi juga ditujukan untuk menanggulangi banjir didaerah produksi padi dan daerah-daerah yang padat penduduknya.
Kemudian prasarana perhubungan meliputi angkutan darat, laut dan udara. Sehingga hampir seluruh Alengkadiraja sudah terjangkau oleh jaringan berbagai jenis angkutan, juga keluar negeri bagi keseluruh negeri anggauta perkesemakmuran turut juga menikmati, semakin mendekatkan satu negeri dengan negeri lain, sehingga semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan, baik dalam negeri Alengkadiraja sendiri maupun anggauta Negeri-negeri Perdamaian. Program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan diprioritaskan pada jaringan yang mempunyai nilai social ekonomi penting. Demikian halnya dalam rangka menaikan produktifitas dan menjamin kelancaran perhubungan laut, telah diusahakan peningkatan fasilitas angkutan laut seperti pelabuhan, keselamatan pelayaran, kepanduan, pengerukan, fasilitas galangan dan dok, jumlah armada pelayaran.
Dibidang pendidikan dan kebudayaan ada peningkatan, meliputi pembinaan kurikulum, keseimbangan jumlah murid, pemenuhan tenaga-tenaga pengajar, perbaikan prasarana pendidikan serta penyempurnaan organisasi dan pengolahan pendidikan serta pembinaan kebudayaan, meliputi pembinaan kesenian, kepurbakalaan, permuseuman, pembinaan bahasa, penyediaan buku-buku bacaan serta pengembangan perpustakaan.
Tidak lupa kemajuan pembinaan dibidang kesehatan, melalui program-program pendidikan kesehatan masyarakat, melengkapi sarana kesehatan, pembrantasan penyakit menular, tersedianya obat-obatan dan alat-alat kesehatan, tenaga paramedic yang terampil, peningkatan hygiene dan sanitasi dan managemen dibidang pelayanan kesehatan. Keberhasilan didalam pelaksanaan program Keluarga berencana, sehingga meningkatkan derajat kesehatan, kesejahteraan ibu dan anak, keluarga serta masyarakat pada umumnya.
Peningkatan Pertahanan dan keamanan, sangat penting demi keutuhan bangsa dan Negara Alengkadiraja, maka ada beberapa sasaran pokok yaitu, pertama adalah terbinanya stabilitas nasional disegala bidang, dan pemeliharaan daya tahan, kesiapsiagaan kekuatan-kekuatan pertahanan dan keamanan nasional Alengkadiraja guna menghadapi segala kemungkinan.  
















3
FITNAH,
FITNAH DAN FITNAH

Ini telah terjadi didunia dongeng. Dengan tergopoh-gopoh Sarpakenaka datang melapor kepada raja Alengka yang baru yaitu Prabu Rahwana yang menggantikan Prabu Sumali setelah meninggal dunia. Diusia masih sangat muda yaitu sekitar 25 tahun Prabu Rahwana yang juga kakak Sarpakenaka yang pertama, telah terpilih sebagai pemenang pada pemilu awal tahun yang lalu, Rahwana bersaing dengan cucu-cucu Prabu Sumali yang lain, dan rakyat sebagian besar memilihnya sebagai raja Alengkadiraja yang baru.
Rahwana menyambut Sarpakenaka dan mengajaknya masuk kekraton untuk didengar laporannya. Sarpakenaka melaporkan bahwa negeri-negeri bawahan seperti Lokapala, Ayodya, Kutarunggu dan Dandaka terkena hasutan Resi Yogiswara berniat untuk mbalela, dan para penjaga tapal batas dinegeri tersebut pada dibunuh. Dulu sewaktu Prabu Sumali masih hidup sebagai raja Alengka, negeri Lokapala, Ayodya, Kutarunggu, Dandaka, Mahendra, Suwelagiri telah tergabung dibawah perjanjian yang disepakati bersama dalam bentuk perkesemakmuran yang dibawahi oleh Alengkadiraja dengan nama Negeri-negeri Perdamaian, dimana negeri-negeri tersebut bersepakat tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, demi kemakmuran bersama.
Sarpakenaka adalah adiknya Rahwana, meskipun perempuan orangnya cerdas, gesit, dinamis, supel didalam pergaulan, kulitnya yang sawo matang dengan postur tubuh yang tinggi dan atletis selalu memenangkan setiap ada efen-efen pertandingan seperti, lomba lari, renang, panjat tebing, berkuda dan juga memanah. Dan dia memang pernah mendapat pendidikan ilmu kepolisian dinegerinya, yang kemudian setelah Rahwana terpilih sebagai raja maka Sarpakenaka ia tugasi dan menjabat sebagai Kepala Polisi Kerajaan Alengkadiraja untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
Mendengar laporan Sarpakenaka, Prabu Rahwana segera memanggil Patih Prahasta dan para Pangeran yaitu Kumbokarno, Wibisana dan para Menteri bupati, Intelejen, Wadyabala dan Bayangkara yaitu Kala Marica, dibicarakan dalam rapat mendadak tersebut yaitu berbagi tugas sebagai persiapan-persiapan dini untuk mengantisipasi kerusuhan bila terjadi pada wilayah kerajaan-kerajaan bawahan.
Sebagai raja baru Prabu Rahwana berkeinginan untuk melakukan kunjungan-kunjungan kedaerah-daerah untuk mengetahui secara dekat dan secara detail permasalahan-permasalahan apa yang terjadi dimasyarakatnya, dia lebih suka perjalanan inkoknito dari pada hanya mendengar bisik-bisik dari punggawanya dan kemudian dengan segera bisa memberikan jalan keluar yang terbaik kepada rakyatnya agar terhindar dari bencana atau kekurangan sandang maupun pangannya.
Pada hari Dite Kasih, pagi-pagi sekali Prabu Rahwana dikawal Kala Marica dengan menyamar sebagai pengemis dengan pakaian yang lusuh untuk mengelabui masyarakat agar tidak mengetahui identitas mereka sebenarnya, dengan hati-hati kemudian mereka keluar dari pintu gerbang Kutagara, begitu lihainya sehingga para penjaga gerbangpun tidak ada yang mengenalinya. Perjalanan dilanjutkan dengan menyeberangi lautan dengan menumpang prahu nelayan, yang arah tujuannya kepesisir Mahendra, terus dilanjutkan kenegeri-negeri bawahan lainnya…….!!

Jauh diluar perbatasan Mahendra, yaitu didaerah pedalaman tepatnya adalah  kerajaan Ayodya. Prabu Rahwana yang masih dalam penyamaran, melihat seorang penduduk Ayodya, yaitu Aki-tua yang sedang teraniaya dan menjadi bulan-bulanan keganasan siluman garuda Sempati, Aki-tua tersebut berteriak-teriak kesakitan karena salah satu tangannya nyaris putus karena dipatuk oleh siluman garuda Sempati, Prabu Rahwana segera bertindak menolongnya dengan memukulkan gada miliknya ketubuh siluman garuda Sempati sehingga kesakitan dan melepaskan cengkeraman sehingga Aki-tua tersebut terbebas. Siluman garuda Sempati kemudian terbang melarikan diri. Prabu Rahwana kemudian mencoba menolong Aki-tua dan mengobati lukanya, kemudian Prabu Rahwana bertanya kepada Aki-tua sebab musabab sampai ada garuda menganiayanya. Aki-tua tersebut menceriterakan kejadiannya dan ia katakan bahwa siluman garuda tadi adalah piaraannya Prabu Rahwana yang sengaja dikirim dari Alengka untuk menteror penduduk Ayodya sini. Korban sudah cukup banyak mati diserang garuda tersebut. Wah ini adalah fitnah!
Prabu Rahwana kaget juga sedih mendengar penuturan Aki-tua tadi, bersama Kala Marica kemudian melanjutkan perjalanan untuk mencari sisik melik atas kejadian yang barusan ia lihat tadi. Prabu Rahwana sampai sebuah perkampungan, tampak sepi rumah-rumah penduduk pintunya pada ditutup rapat-rapat. Prabu Rahwana sampailah kebalai desa, terlihat disana seseorang sedang diikat disebuah tiang dan ada tiga orang berpakaian seragam prajurit Alengka sedang memukulinya. Darah mengucur dari mulut orang yang terikat tersebut dan akhirnya orang tersebut meninggal. Prabu Rahwana melihat penganiayan yang tak berperikemanusiaan itu kemudian menyuruhnya untuk dihentikan,
…..” hei, prajurit hentikan tindakanmu! Apa salah orang ini sampai kalian ikat dan kalian pukuli hingga mati?”......
demikian perintah Prabu Rahwana, tetapi tidak digubris ketiga prajurit tersebut, malahan balas menghardik seraya mengayunkan bogemnya kearah muka Prabu Rahwana,
. “diam kamu gembel, tak usah ikut campur ini semua aku lakukan karena Lurah ini tidak menuruti perintahku, pergi kamu……!” 
belum sempat tangannya menyentuh muka Prabu Rahwana, prajurit tersebut mengaduh dan kemudian mati terjungkal karena tendangan kilatnya Rahwana tepat menenai ulu hatinya. Melihat temannya mati, kedua prajurit lainnya berusaha melarikan diri, tapi sial Kala Marica sigap menangkapnya. Kemudian Prabu Rahwana mengintrogasi kedua prajurit gadungan tersebut,
“ siapa sebenarnya kalian dengan berpakaian layaknya prajurit Alengka? Siapa yang menyuruh kalian berbuat seperti ini?”…..
akhirnya kedua prajurit gadungan tersebut mengaku kalau disuruh rajanya yaitu Prabu Banaputra raja Ayodya untuk menteror para penduduk dengan tujuan penduduk agar membenci Alengka dan mau diajak memberontak kepada Prabu Rahwana yang dianggap menjajah Ayodya,
……”pergi kamu, awas jangan perlihatkan batang hidungmu kalau ingin selamat!”…..
maka dilepaskanlah tawanannya dan segera lari terbirit-birit. Prabu Rahwana dan Kala Marica melanjutkan perjalannan untuk melanjutkan penyelidikannya, siapa sebenarnya dalang dibalik peristiwa ini.

4
PERSEKONGKOLAN

Disuatu tempat sedang diadakan pertemuan rahasia antara Resi Yogiswara, Resi Wasista, Resi Rawatmeja, Resi Mitra dan Pangeran Dasarata, persekongkolan rencana menggulingkan Prabu Banaputra dari tahtanya dan ambisi Pangeran Dasarata punya keinginan bisa menggantikan menjadi raja di Ayodya,
…….”bagaimana langkah berikutnya Resi, semua rencana Resi telah aku lakukan dan rakyat Ayodya sebagian besar sudah tertanam benih kebencian kepada Prabu Banaputra dan Alengkadiraja,”……
pangeran Dasarata mengawali pembicaraan,
…..”berikutnya ananda Pangeran coba laporkan kepada raja bahwa prajurit-prajurit Alengka diperbatasan berbuat aniaya kepada rakyat Ayodya, kemudian bujuklah raja untuk menuntut balas dan memutuskan hubungan dengan Alengka,”……
jawab Resi Yogiswara memberikan petunjuk berikutnya kepada Pangeran Dasarata.
Dibalairung tampak raja Ayodya yaitu Prabu Banaputra mondar-mandir gelisah, sepertinya ada sesuatu yang membebani pikirannya dimana ia harus secepatnya memberikan keputusan sebagai jawaban atas desakan para Menteri dan Bupati se Ayodya yang diprakarsai Pangeran Dasarata, untuk mengajak rajanya untuk memutuskan hubungan dengan Alengkadiraja demi keadilan, sebab prajurit-prajurit Alengka telah berbuat aniaya kepada rakyat Ayodya yang tidak besalah…. ditengah-tengah rapat pertemuan dibalairung, tiba-tiba datang utusan dari Alengka yaitu Kataya dan Kala Marica yang diutus Prabu Rahwana untuk mengusut peristiwa-peristiwa yang mencemarkan nama baik raja Alengkadiraja.
Belum sempat Prabu Banaputra mempersilahkan tamunya duduk,  orang-orangnya Pangeran Dasarata menyerang duta-duta Alengka tersebut, sehingga suasana Balairung berubah menjadi keributan yang berakhir dengan terbunuhnya salah seorang duta Alengka yaitu Kataya, sedangkan Kala Mrica sempat untuk melarikan diri pulang ke Alengka. Prabu Banaputra marah atas terjadinya peristiwa tersebut, Pangeran Dasarata tanggap dan pura-pura memerintahkan untuk menangkap dan membunuhnya orang-orang yang lancang berani menyerang para duta dari Alengka. Para Resi saling pandang dan tersenyum senang karena rencananya telah bergulir dengan sendirinya, tinggal menunggu hasil akhirnya. Yaitu tergulingnya Prabu Banaputra dari tahta kerajaan, dan kemudian menggantikan dengan orang kepercayaannya.
Nasi telah menjadi bubur, Prabu Banaputra menyesali terjadinya kekacauan di Balairung tersebut, sehingga mau tidak mau ia harus bertanggung jawab menghadapi resiko pengadilan Alengkadiraja yang bakal terjadi setelah mendengar kejadian tadi. Alengka pasti tidak akan memaafkan dan tinggal diam, membunuh dan melukai para utusan negara sama halnya suatu penghinaan atau meremehkan raja yang mengutusnya, sama halnya pernyataan menantang untuk berperang, disini harga diri suatu bangsa dan negara Alengka telah diinjak-injak.
Alengkadiraja! Dalam hati Prabu Rahwana sangat marah melihat utusannya diperlakukan sangat kejam, Kala Marica melaporkan semua kejadian di Balairung Ayodya sampai terjadinya kekacauan itu sehingga membawa korban Kataya mati terbunuh. Prabu Rahwana menahan diri, luapan emosinya yang berkeinginan untuk balas dendam ditahannya. Rahwana ingat akan nasehat ibunya Dewi Sukesi,
….”anakku Rahwana, panasnya hati sedapat mungkin dikendalikan, jangan dituruti sehingga menjadi muntab yang menjadikan meluapnya nafsu. Bagaikan menyiram api dengan minyak, kemarahan itu akan terus menyala selamanya, bilamana tidak ada ketenangan pikiran dan hati yang bening. Beningnya hati dan ketenangan pikiran akan mudah untuk memecahkan permasalahan, dan menahan serta memadamkan semua perilaku setan,” ….
lanjut nasehat ibunya,
……”hawa nafsu dan watak angkara itu sepenuhnya berada didalam diri pribadi masing-masing. Bila dibiarkan bebas akan membuat bencana dan kesengsaraan. Sebaliknya apabila bisa mengendalikan akan menjilma menjadi watak sabar dan prasaja, tulus iklas memberikan pengampunan terhadap sesame yang mempunyai kesalahan.”
Dipanggilnya Patih Prahasta menghadap Prabu Rahwana,
….”Paman Prahasta, berangkatlah kamu ke Lokapala untuk menemui Prabu Danaraja untuk meminta bantuannya mengirimkan prajuritnya untuk menangkap Prabu Banaputra dan membawanya ke Alengka untuk diadili,”…..
mendapat perintah dari rajanya maka Patih Prahasta mohon pamit menjalankan tugas, dengan didampingi beberapa pengawal, mereka menyeberangi lautan menuju ke Lokapala. Kerajaan Lokapala adalah satu benua dengan Ayodya, Mahendra, Gua Kiskenda, Mantili, yang kesemuanya adalah Negara bawahan dari Alengkadiraja sudah sejak jamannya Prabu Sumali hingga sekarang, sedangkan Prabu Danaraja raja Lokapala adalah saudara seayah berbeda ibu dengan Prabu Rahwana, yaitu Resi Wisrawa. Dulu Resi Wisrawa pernah menjabat raja di Lokapala melanjutkan pemerintahan Prabu Lokawana mertuanya yang meninggal karena sudah tua. Prabu Wisrawa kawin dengan Dewi Lokawati dan berputera seorang laki-laki diberi nama Wisrawana. Wisrawana menggantikan ayahnya Prabu Wisrawa yang meletakan jabatan raja karena menjadi seorang pendeta di Girijembatan. Wisrawana diangkat menjadi raja bergelar Prabu Danaraja.
Hubungan Prabu Danaraja sebagai anak dan ayahnya Resi Wisrawa semula sangat baik, tetapi setelah selesainya sayembara di Alengka hubungan keduanya menjadi renggang. Prabu Danaraja merasa dikhianati oleh ayahnya, sewaktu prabu Sumali raja Alengkadiraja mencarikan calon suami buat puterinya Dewi Sukesi dengan menyelenggarakan sayembara, demikian pula Resi Wisrawa mencarikan isteri untuk anaknya yaitu Prabu Danaraja, tapi setelah sayembara dimenangkan Resi Wisrawa, Dewi Sukesi tidak mau dikawinkan dengan Prabu Danaraja, bahkan ia memilih Resi Wisrawa sebagai suaminya karena yang memenangkan sayembara adalah Resi Wisrawa bukan Prabu Danaraja. Maka kawinlah Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi. Prabu Danaraja marah dan kemudian mengirim tentaranya menyerang Alengka, tapi kalah!
Maka sejak itu Lokapala menjadi kerajaan bawahan Alengkadiraja. Perkawinan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi membuahkan empat orang anak yaitu, Rahwana, Kumbokarno, Sarpakenaka dan Wibisana. Jadi Rahwana adalah saudara tiri Prabu Danaraja. Kemudian setelah Prabu Sumali meninggal, dari hasil pemilu Alengka dari calon-calon raja diantara pangeran-pangeran kerajaan yaitu anak dan cucu-cucu Prabu Sumali yang termasuk Prahasta adiknya Dewi Sukesi  dan Rahwana, hasil pemilu Rahwanalah yang terpilih, kemudian ia dinobatkan sebagai raja Alengkadiraja.
Tibalah Patih Prahasta dan pengawalnya dinegeri Lokapala, kemudian menghadap Prabu Danaraja untuk menyampaikan pesan-pesan dari Prabu Rahwana minta bantuan untuk menangkap Prabu Banaputra dari kerajaan Ayodya yang telah menghina Prabu Rahwana. Tapi apa tanggapan Prabu Danaraja,
……”pulanglah Paman Prahasta, aku tidak punya urusan dengan Prabu Banaputra jadi aku tidak perlu mengusiknya, sampaikan kepada adikku Rahwana agar supaya melakukan penangkapan sendiri, aku menolak perintahnya!”…..
bergegas Prahasta kembali ke Alengka dalam hatinya mengatakan  bahwa ini adalah awal bakal terjadinya bencana.
Prabu Rahwana marah sekali, kali ini dia harus bertindak tegas terhadap negeri-negeri bawahan,
……”Kala Marica ! siapkan prajurit kavaleri pilihan satu garda  hari ini, juga prajurit pemanah, aku sendiri yang akan memimpin penyerangan ini ke Ayodya, kemudian kita teruskan penyerangan ke Lokapala kita sapu bersih mereka, sudah habis kesabaran saya! Sudah kuwajiban saya untuk menjaga selalu kesatuan persatuan negeri-negeri persekemakmuran ini, barang siapa yang mbalelo harus ditindak tegas, tidak pandang bulu meskipun dia kakak tiri saya! Paman Prahasta siapkan prajurit mariner diperbatasan Mahendra, tunggu saja disana jaga-jaga bila saya perlu bantuan nanti !”……
demikian Prabu Rahwana memberi instrusi, untuk bersiap berangkat memerangi Ayodya dan Lokapala.

Perjalannan yang mendebarkan, Prabu Rahwana berangkat dengan mengerahkan kekuatan militernya menyeberang lautan menuju ke Ayodya. Tengah malam pasukan-pasukan Alengka mendarat di Mahendra, penduduk masih pada tidur lelap tidak ada satupun yang mengetahui kedatangan tentara-tentara Alengkadiraja, memisahlah pasukan kavaleri dan barisan prajurit pemanah melanjutkan perjalanan ke Ayodya sedangkan prajurit mariner yang dipimpin Patih Prahasta menunggu dan menguasai pesisir Mahendra.
Fajar pasukan Kala Marica masuk keibu kota Ayodya, penduduk baru pada bangun, kaget dan kalang kabut setelah melihat banyaknya tentara berkuda Alengka datang menyerang pos-pos penjagaan dengan bengis, tampak diwajah-wajah mereka ketakutan yang amat sangat dan bergegas masuk kerumah dan menutup kembali pintu jendela rumah mereka dan bersembunyi.
Dibawah komando Prabu Rahwana sendiri yang memberi aba-aba untuk menyerang kraton Ayodya dan barak-barak prajuritnya. Para prajurit Ayodya tidak menduga sama sekali dan tidak siap kalau akan terjadi penyerangan mendadak ini. Peperangan antara Alengka dan Ayodya akhirnya tidak bisa dihindarkan. Ayodya pada situasi yang lemah sehingga Prabu Banaputra terbunuh, demikian pula Resi Rawatmeja dan siluman garuda Sempati semuanya mati terbunuh ditangan pasukan Alengka. Pangeran Dasarata, para Resi dan punggawa-punggawa kerajaan Ayodya menaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah kalah dan Pangeran Dasarata mohon pengampunan kepada Prabu Rahwana dan berjanji akan tetap setia dibawah Alengkadiraja.
Bagaimana dengan rakyat Ayodya? Dalam hati mereka bertambah yakin bahwa tentara Alengka memang benar jahat, yang mana dari bukti-bukti pengalaman mereka prajurit Alengka (gadungan) pernah menganiaya dan sering menteror mereka, semua tercatat pada benak mereka perlakuan yang pernah mereka alami sebelum perang ini terjadi, mereka tidak tahu kalau semuanya itu adalah rekayasa dan merupakan bagian dari rencana Pangeran Dasarata dan Resi Yogiswara dan kawan-kawan.
Setelah suasana tenang, Prabu Rahwana kemudian memanggil Majelis perwalian untuk menyelenggarakan pemilihan raja Ayodya, agar pemerintah tidak vacuum. Kemudian segera Majelis melaksanakan pemilu, dan hasil akhir terpilih Pangeran Dasarata untuk menjadi raja Ayodya. Penobatan raja baru  dilaksanakan dengan gelar Prabu Dasarata. Sekali lagi Resi Yogiswara tersenyum lagi dan saling pandang dengan para Resi lainnya,  mengangguk mengiyakan bahwa satu tahap rencana mereka berhasil, meskipun ada yang menjadi tumbal yaitu salah seorang dari mereka Resi Rawatmeja gugur dimedan perang, tapi hal itu tidak mengendurkan semangat, misinya harus tewujud! 
Prabu Rahwana bersama tentaranya kemudian bertolak ke Mahendra menyatu dengan prajurit-prajurit marinirnya Prahasta yang siaga sedang menunggunya,
…..”Paman Prahasta, sekali lagi saya utus kamu berangkat untuk nanting kakang Prabu Danaraja di Lokapala, tawarkan padanya apakah mau untuk berubah pikiran, rela dan iklas tunduk kembali dibawah Alengkadiraja, atau aku harus memaksanya dengan kekerasan, bawa seluruh pasukanmu keperbatasan Lokapala dan lakukan tindakan, apabila dia tidak menuruti segala perintahku!”…..
daulat tuanku, maka Prahasta berangkat dengan bala tentara siap menyerang Lokapala. Tetapi sampai diperbatasan Lokapala rupa-rupanya Prabu Danaraja sudah mengendus rencana Alengka akan menyerang Lokapala. Oleh karena itu Prabu Danaraja dengan bala tentaranya menyongsong tentara Alengka diperbatasan, untuk menghindari korban lebih banyak bila tentara Alengka sempat masuk keibu kota. Niat Prabu Danaraja sudah bulat, ia tidak mau tunduk dibawah Alengka. Peperangan terjadi! Lokapala hancur! Dan Prabu Danaraja tidak mau menyerah, terpaksa dibunuh oleh Prabu Rahwana. Berakhirlah riwayat Lokapala.


























5
BIANG KELADI

“Nyai, seyogyanya nyai mencari pendamping yang sesuai untuk menjadi suami, agar nyai mendapat ketentraman jiwa dan siapa tahu nanti punya keturunan yang kemudian hari bisa menggantikan tahta kerajaan,”….
demikian bujukan Resi Wasista kepada Dewi Sukasalya yaitu jandanya Resi Rawatmeja. Benar juga nasehat Resi Wasista, Resi Rawatmeja sudah ada lebih dari seribu hari terhitung sejak saat meninggalnya,
….”Tapi siapa yang sudi melamarku?”…..
sepertinya Dewi Sukasalya menanggapinya.
Ada! Yaitu Prabu Dasarata, memang didalam scenario para Resi, Prabu Dasarata saatnya harus tampil kepanggung,
,….”tapi semua langkah dan kegiatannya harus ada orang kita yang bisa mengawasinya, yaitu Dewi Sukasalya. Jangan sampai dia melenceng dari relnya sehingga bisa menggagalkan semua rencana kita.”…..
Maka Para Resi menyarankan Prabu Dasarata untuk mengambil Dewi Sukasalya menjadi istrinya. Dan Prabu Dasarata menyanggupi, apalagi paras orangnya sangat cantik. Dengan gigih Prabu Dasarata merayu Dewi Sukasalya, dan akhirnya selang tak beberapa lama Dewi Sukasalya berhasil diajak kawin dengannya. Upacara perkawinan diselenggarakan secara besar-besaran, disaksikan kedua  isterinya yaitu Dewi Kekayi dan Dewi Sumitra. Sempurna sudah rencana Resi Yogiswara dan kawan-kawan untuk menghantarkan Prabu Dasarata ketapuk kerajaan Ayodya, dan Prabu Dasarata otomatis dibawah kendali para Resi, setelah mengawini Dewi Sukasalya.
Tiga bulan kemudian, Ratu Sukasalya hamil, sebulan kemudian disusul Dewi Kekayi dan dua bulan berikutnya Dewi Sumitra juga hamil. Sembilan bulan kemudian, Ratu Sukasalya melahirkan seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Ramabadra, sebulan kemudian Dewi Kekayi melahirkan seorang bayi laki-laki dan diberi nama Barata, sebulan kemudian Dewi Sumitra melahirkan bayi laki-laki diberi nama Lesmana dan setahun kemudian Lesmana punya adik laki-laki diberi nama Taruna. Jadi putera Prabu Dasarata semuanya berjumlah empat orang anak. Tidak dapat dibayangkan gembiranya Prabu Dasarata dikaruniai empat orang anak yang kesemuanya cakep-cakep. Tidak hanya sang raja yang gembira,  Rakyat Ayodyapun ikut gembira mendengar kelahiran putera-putera rajanya.
Akan tetapi kegembiraan itu tidak lama, karena Resi Wasista menagih janji yang mana sebelumnya telah disepakati keduanya, apabila Prabu Dasarata setelah berhasil menduduki tahta kerajaan Ayodya dan bila punya anak, maka anaknya harus diserahkan padanya untuk dididik dibawah pengawasan para Resi. Terpaksa Prabu Dasarata melepaskan keempat puteranya setelah usia sepuluh tahun dibawah asuhan dan pendidikan dari Resi Wasista dan Resi Yogiswara tinggal dipertapaan. Disana mereka dididik sesuai doktrin-doktrin faham yang dianut para Resi-resi dari Gangga.
Prabu Dasarata jatuh sakit, akibat stress karena lama tidak bertemu dengan putera-puteranya, sering dia jatuh pingsan dan hidupnya selalu berada ditempat dipembaringan karena sering sakit. Akhirnya para Resi tidak tega dan merasa kasihan mengetahui keadaan Prabu Dasarata, maka diijinkanlah putera-puteranya untuk kembali keistana. Barata dan adiknya Taruna yang mau kembali, sedangkan Ramabadra dan Lesmana yang tidak mau kembali keistana. Dia lebih menyukai tinggal di pertapaan dan bebas bisa berkelana kemana saja ia mau. Prabu Dasarata kecewa campur kangen kepada puteranya Rama dan Lesmana, wajahnya selalu terbayang dan terkenang sewaktu anak-anaknya masih berkumpul semua. Rasa kangen yang dipendam akhirnya menambah parah sakitnya Prabu Dasarata dan berakibat sang Prabu Dasarata meninggal dunia.
Pemilihan raja baru! Majelis perwalian mengusulkan Ramabadra dinobatkan menjadi raja, akan tetapi usulan itu ditentang oleh Dewi Kekayi dengan argumentasinya mengatakan, bahwa Rama tidak layak sebagai raja! Berlarut-larut tahta kerajaan kosong oleh sebab jadi perebutan intern kerajaan. Ayodya saat ini sedang terjadi kemelut didalam keluarga kerajaan, dimana Dewi Kekayi isteri kedua Prabu Dasarata menuntut tahta kerajaan Ayodya supaya diberikan kepada puteranya Batara, dia tidak setuju bila kerajaan dipegang oleh Ramabadra yang acuh terhadap permasalahan-permasalahan bangsa dan Negara, ia lebih mementingkan dan memanjakan diri sendiri dengan kesenangan  berburu yang setiap hari dilakonninya hampir separoh waktunya, Dewi Kekayi kawatir rakyat Ayodya akan terabaikan. Bagaimana kalau pilihan pada Lesmana dari putera selir yang lain? Ratu Kekayi juga tidak setuju, Lesmana orangnya tidak punya pendirian, bisanya hanya mengekor pada kakaknya Ramabadra. Tapi Ramabadra itu putera Mahkota dari Ibu Suri? Dialah yang berhak atas tahta itu, Barata mengingatkan pada ibunya. Tapi didalam hatinya sendiri Batara membenarkan apa yang dikatakan ibunya bahwa Ramabadra memang orangnya egois dan dia lebih senang dalam pergaulan liar dengan preman-preman, yaitu munyuk-munyuk dari Reksamuka, jarang pulang kekesatrian dan lebih krasan tinggal digunung dipadepokan bersama gurunya Resi Yogiswara……!! Akhirnya Barata ditetapkan sebagai YMT Raja atau Yang menjalankan tugasraja. Sewaktu-waktu bisa dicopot apabila Putera Mahkota sudah kembali keistana.
Resi Yogiswara setelah suksesi di Ayodya berhasil kemudian tinggal dipegunungan didaerah Kutarunggu, dari awal ia datang ke Ayodya dengan  membawa faham kepercayaan dari Gangga, dia mendapat tugas dari sana untuk menyebarkannya, tidak hanya di Ayodya, tapi hingga keseluruh dunia dongeng. Rencana Resi Yogisrawa sasaran yang pertama adalah Negara-negara bawahan Alengka terlebih dulu sebelum masuk ke Alengkadiraja, tapi didalam pelaksanaannya mengalami banyak kendala, tertunda semua rencananya karena meninggalnya Prabu Dasarata juga sulitnya mengajak atau mempengaruhi masyarakat diwilayah-wilayah negeri bawahan Alengkadiraja. Masalahnya, cara berfikir rakyat Alengka jauh lebih maju dibandingkan dengan rakyat Ayodya. Mereka itu kritis dan tidak percaya tahyul-tahyul, realistis cara berfikirnya mereka hanya percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semeta dan seluruh isinya, yang didalam ajarannya mengedepankan tentang kebenaran dan kejujuran.
Diantara murid-murid Resi Yogiswara adalah Ramabadra dan Lesmana, keduanya adalah cantrik-cantrik yang paling setia dan fanatik kepada gurunya. Ramabadra berusia 25 tahun dan adiknya Lesmana berusia 23 tahun, keduanya gagah dan tampan. Resi Yogiswara mendapat akal untuk melanjutkan rencana misi berikutnya, yaitu akan memanfaatkan kedua muridnya yaitu Ramabadra dan Lesmana. Strategi awal Resi Yogiswara yang harus dipenuhi adalah;
Langkah pertama, membangun kekuatan atau mencari dukungan dari kerajaan-kerajaan tetangga. Yaitu dengan cara mengambil alih kekuasaan negeri bawahan Alengka diseberang lautan.
Langkah kedua adalah menundukan raja-raja besar seperti Prabu Janaka raja Mantili, Resi Rama Bergawa dan Resi Subali. Mereka orang-orang yang punya ambisi-ambisi untuk berkuasa, harus ditundukkan, sebab kalau tidak akan menjadikan penghalang besar untuk menuju kenegeri Alengkadiraja. Prabu Janaka penguasa kerajaan Mantili yang saat ini sedang mencari calon menantu untuk puterinya yang bernama Shinta.
Langkah ketiga adalah merangkul munyuk-munyuk preman dari Reksamuka bersama raja beruk bernama Prabu Sugriwa dengan cara membantunya untuk mengkroyok Subali saudara kandungnya yang tinggal di Gua Kiskendo, kebetulan saat ini Sugriwa butuh pertolongan untuk menyelesaikan masalah dengan saudaranya bernama Resi Subali, mereka sedang memperebutkan Dewi Tara seorang bidadari dari Kahyangan hadiah pemberian Batara Indra setelah berhasil membunuh dua siluman Mahesasura dan Jatasura.
Langkah keempat yaitu menyerang Alengkadiraja yang membawahi Negeri-negeri Perdamaian dengan menundukan Maharajanya yaitu Rahwana!
Langkah kelima dengan mengerahkan seluruh kekuatan dan memperalat Rahwana yang tidak bisa mati, akan mudah menguasai Mayapada dan Kadewatan di Jonggring Saloka didunia dongeng ini.
Mulailah rencana Resi Yogiswara dijalankan, maka dipanggilah kedua muridnya Ramabadra dan Lesmana, diperintahlah keduanya untuk mengikuti sayembara dikerajaan Mantili dimana Prabu Janaka sedang mencari calon menantu yang perkasa,
…..”berangkatlah Ngger! Disayembara tersebut akan teruji kesaktianmu dan buktikan kalau kalian adalah muridku yang juga  sebagai ksatria-ksatria Ayodya yang perkasa atau tidak?!”......dan lanjutnya lagi,…..”soal hadiah Shinta putrinya adalah nomor dua, yang utama adalah kekuasaan, kemenanganmu akan punya arti sangat penting, secara tidak langsung kamu telah menundukkan atau paling tidak bisa mempengaruhi sikap Prabu Janaka terhadapmu menjadi segan dan tidak meremehkan!”……
rupanya gengsi Ramabadra dan Lesmana terusik sehingga termakan oleh hasutan Resi Yogiswara. Maka pagi harinya Ramabadra dan Lesmana turun gunung dan berangkat mengikuti sayembara kenegeri Mantili.















6
SEKALI DUSTA
TERUS DUSTA


Singkat ceritera dongeng, akhirnya Ramabadra didalam sayembara berhasil unggul mengangkat gendewa (busur) wasiat milik Prabu Janaka, beberapa tahapan dipertandingkan pada keahlian memanah, dimulai dari cara merentang busur sampai dengan memanah obyek-obyek tersulit dengan berbagai posisi atau gerakan bahkan memanah sambil menaiki kuda,  berkali-kali mengangkat gendewa besar dan cukup melelahkan, kalau dihitung jumlahnya berapa kali mengangkat gendewa sama halnya memindahkan barang yang beratnya hampir dua ton, dengan demikian Ramabadralah sebagai pemenangnya dan berhak menerima hadiah yang telah dijanjikan yaitu sebagai suami Shinta puterinya Prabu Janaka dari kerajaan Mantili.
Kegembiraan dilampiaskan dengan pesta tujuh hari tujuh malam sebagai perayaan perkawinan Ramabadra dan Shinta, diselenggarakan dengan mengundang besannya yaitu Ratu Sukasalya juga gurunya Resi Yogiswara dari kerajaan Ayodya, juga dihadiri tamu-tamu dari kepala negeri-negeri tetangga. Hanya Lesmana saja yang terlihat murung, karena kecewa tidak berhasil didalam mengikuti sayembara, dia diam duduk dipojok ..menyendiri,
merenungi nasibnya.
Tapi tidak hanya Lesmana saja yang murung, Shintapun juga sedih karena merasa harga dirinya tidak ada, tidak ada kemerdekaan bagi dirinya, ada protes didalam batinnya penyesalan kenapa ia dijadikan sebagai seorang perempuan, yangmana statusnya didalam adat atau budaya didunia dongeng ini selalu saja perempuan teraniaya, direndahkan derajadnya, disamakan seperti barang yang bisa dioperkan, dibuang, dibunuh atau dijual, dilelang atau disayembarakan seenaknya untuk pemuas keangkara murkaan mereka, semua yang terlibat pada sayembara itu adalah sama saja, mereka itu termasuk golongan angkara murka. 
…“belum….belum Ngger, masih ada Pemanah yang lebih unggul dari kamu yaitu Resi Rama Bergawa, hingga saat ini dia masih menyandang nama sebagai Pemanah terunggul di Mayapada ini,……kamu belum unggul seperti Rama Bergawa, kecuali kalau dia sudah mati, nah barulah urutan berikutnya adalah kamu…..” ….
demikian bisikan Resi Yogiswara kepada Ramabadra saat berpamitan akan kembali ke Kutarunggu dan menyalaminya diatas pelaminan pengantin. Cemburu dan jengkel Ramabadra setelah mendengar ucapan Resi Yogiswara,
…..”tidak Guru, aku pasti bisa mengalahkan Resi Rama Bargawa akan aku tantang dia, kalau perlu…..!” gumamnya dalam hati.
Setelah sepasar rencana kedua pengantin akan boyongan kenegeri Ayodya, tapi Ramabadra harus menyelesaikan dulu akan janjinya yaitu mencari Resi Rama Bargawa. Ya, Resi Rama Bergawa yang berpostur tubuh tinggi besar, berkulit hitam dan gagah meskipun usianya sudah kakek-kakek. Dulunya dia seorang jawara yang disegani, ambisinya untuk selalu unggul memang sembada dengan kemampuannya didalam olah keprajuritan, dia sakti dan sejata ampuh andalannya adalah panah Bargawastra sehingga ia terkenal sebagai Sang pemanah tiada tandingan.

Pengembaraan dan petualangan yang nyleneh dan nyentrik itu  sangat merepotkan banyak negeri yang dilaluinya. Selalu ada keributan hanya karena adu kekuatan dan kemahirannya memanah untuk mendapatkan pengakuan atas kemenangan dan keunggulannya saja, sudah hanya itu thok! Resi Rama Bargawa tidak ingin kekuasaan, hanya popularitas saja yang ia cari. Yah, tapi tingkahnya selalu membawa korban pada setiap lawan yang ia tantang.
Kepala negeri atau para raja banyak yang membencinya dan berusaha menjebaknya. Diberi kekayaan atau kedudukan yang tinggi dikerajaan asal mau menghentikan hoby ngawurnya, Rama Bargawa menolaknya, dia ingin bebas dan tidak mau diperintah oleh siapapun. Para raja mencoba membayar orang untuk membunuhnya namun belum ada yang berhasil, malahan mereka menjadi korban seperti Prabu Harjuna Sasrabahu pun mati ditangannya.
Ramabadra mencoba mencari sendiri keberadaan Resi Rama Bargawa, dicobanya menelusuri tepi hutan Mantili, biasanya sang Resi melakukan latihan-latihan ditepi hutan, sambil berteriak-teriak memanggilnya,
……”hei tua Bangka Rama Bargawa dimana kamu!....tunjukanlah batang hidungmu, aku menantangmu, hei Rama Bergawa!......keluarlah, jangan sembunyi kaya anak kecil, omong kosong orang-orang menyebutmu jago memanah, lawanlah aku!”......
diluar dugaan tiba-tiba sudah berdiri  dihadapannya yaitu Resi Rama Bargawa datang muncul dari semak-semak, sehingga membuat kaget Ramabadra,
……”ada apa kisanak, mengapa teriak teriak, dengan berbisikpun aku bisa mendengar dan mengerti maksudmu.”
Demikian sang Resi menjawab tantangan Ramabadra,
….”disana ada empang, kamu dan aku mengambil posisi berseberangan, langsung saja tembakkan panahmu kearahku dan aku bisa mengimbanginya.”…..
Mereka sepakat persyaratan pertandingan memanah ini, kemudian Ramabadra mengambil posisi diseberang empang
….”terimalah anak panahku Resi!”…..
Ramabadra dengan cepat mendahului merentang busur dan menembakkan anak panah kearah Resi Bargawa, tapi secepat itu juga Sang Resi melepaskan anak panah kearah anak panah Ramabadra yang meluncur kearahnya, dan terdengarlah suara,…kraak…kedua anak panah bertubrukan, terbelahlah anak panah Ramabadra dan jatuh kedalam empang.
Dua, tiga dan empat kali Ramabadra melepaskan anak panahnya kearah sang Resi, namun selalu gagal dihabisi oleh anak panah sang Resi. Dan tiba-tiba Ramabadra mengaduh sambil memegang telinganya sebelah kiri keluar darah karena terluka dan sumping perhiasan telinga lepas entah kemana, rupa-rupanya dia kena panah sang Resi, beruntunglah hanya telinganya yang kesrempet. Dan tahu-tahu Resi Rama Bargawa sudah berdiri dihadapannya sambil merentang busur dengan anak panahnya diarahkan ketubuh Ramabadra,
,…..”ampun Resi, saya mengaku kalah, biarkan saya hidup, masalahnya saya pengantin baru….”
Ramabadra mengiba takut kalau sang Resi akan membunuhnya,
….”ha, ha, ha…pengantin baru. Baiklah pergilah kamu, tapi ingat aku bukan tipe pembunuh seperti yang ada dalam pikiranmu yang kotor itu!”….
Ramabadra kemudian melangkah mundur untuk pergi, juga sang Resi segera membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan Ramabadra yang ketakutan.
……“Inilah kesempatan bagus,”….
pikiran jahat Ramabadra membujuknya.
Saat itu Rama Bargawa posisinya membelakangi Ramabadra, posisi lengah ini segera dimanfaatkan Ramabadra untuk melepaskan anak panahnya, dan meluncur tepat mengenai leher sang Resi,
….”aahh, aaahh…..kamu…kamu..!”
sang Resi roboh sambil menuding Ramabadra. Dan matilah sang Resi Bargawa dengan mengenaskan, matanya melotot sepertinya ada sesuatu yang dia tidak bisa terima dan sesalkan ketidak sportifan Rambadra. Licik dan berdarah dingin, adalah sebutan yang pantas untuk Ramabadra, tapi sebutan apa kek tidak dihiraukan Ramabadra, yang penting target akhir terpenuhi, bahwa mulai sekarang hanya dialah yang berhak menyandang sang pemanah tiada tandingan di Mayapada ini.
Orang-orang mulai berdatangan, juga Lesmana dan Shinta yang sedari tadi mencari-carinya Ramabadra. Dengan bangganya Ramabadra menunjukan bangkai Resi Rama Bargawa yang mati tertembus oleh panahnya. Cepat berita ini tersebar keseluruh dunia dongeng, dan membuat kegembiraan orang-orang yang pernah menjadi musuh Resi Rama Bargawa, termasuk Prabu Janaka sempatkan menemuinya untuk mengucapkan selamat.
Hanya Shinta yang diam tidak berkomentar, ada kecurigaan dengan apa yang telah dilakukan suaminya terhadap Resi Rama Bargawa, dia sempat memperhatikan Ramabadra sewaktu mencabut panahnya dari leher Resi Rama Bargawa. Posisi panah menancap dari belakang?
Genap sepasar Ramabadra berpamitan kepada Prabu Janaka, membawa isterinya Shinta dan Lesmana akan kembali ke Ayodya. Prabu Janaka menawarkan pengawalan dengan barisan prajurit mengiringi sampai Ayodya. Tapi Ramabadra menolaknya, karena akan singgah dulu di Kutarunggu yaitu dipertapaannya Resi Yogiswara. Akhirnya Prabu Janaka hanya bisa mengantar hingga batas kota saja, perpisahan dengan putrinya Shinta sangat mengharukan, Shinta menangis dalam pelukan sang ayah, demikian pula Prabu Janaka memeluknya erat-erat Shinta sepertinya takut kehilangan satu-satunya putrinya yang ia cintai
,…..”maafkan putrimu ayah, setelah perpisahan ini, mungkin aku akan kembali menjadi Shinta yang lain, tapi apapun wujutku aku tetap Shinta kecilmu yang selalu menyayangimu ayah!”……
Prabu Janaka terkesiap mendengar bisikan putrinya, sepertinya ada penyesalan, apakah penyebabnya sayembara itu, yangmana putrinya Shinta sebenarnya tidak menyetujuinya, perpisahan ini menambah kekhawatiran Prabu Janaka pada putrinya setelah berumah tangga malahan menjadikan Shinta tidak bahagia. Nasi telah menjadi bubur, sang Prabu Janaka pasrah kepada dewa-dewa bagaimana nantinya membawa nasib Shinta.
Kutarunggu! Terjadi keributan dipertapaan Resi Yogiswara. Sang Resi Yogiswara sedang terbaring lemah, didadanya berdarah-darah sedang dibalut dengan kain kasa oleh Resi Wasista karena luka kena tusukan, sedangkan Resi Mitra ikut memegangi tubuhnya agar tidak banyak bergerak,
…..”ayo Resi segera diminum ramuan obat yang aku buat untukmu, ini bisa mengurangi rasa sakitmu!”……
Resi Wasista membantu mendekatkan mangkuk berisi cairan ramuan obat kemulut Resi Yogiswara untuk diminum,
…..”bagaimana kejadiannya sehingga Wirada bisa mencelakai Resi?”….. sambil menahan sakit Resi Yogiswara menceriterakan perkelahiannya dengan Wirada.
Waktu itu Resi Mitra sedang mengganti sesaji diruang pemujaan, sedangkan Resi Yogiswara baru saja pulang mengambil buah-buahan dari hutan, kemudian dia memergoki ada orang asing mengedhap-edhap masuk keruang pemujaan, Resi Yogiswara mencoba menegurnya, tetapi orang tersebut malahan menyerang Resi Yogiswara, terjadilah pergumulan seru keduanya, Resi Mitra keluar dan melihat perkelahian itu maksudnya mau melerai, tapi akhirnya orang asing tersebut berhasil dibekuk oleh Resi Yogiswara.
Orang asing tersebut mengakui namanya Wirada orang suruhannya Dewi Kekayi ibundanya Barata adik tirinya Ramabadra. Wirada disuruh untuk membuntuti Ramabadra dan Resi Yogiswara kemanapun perginya, segala gerak dan perkembangannya selalu dilaporkannya kepada Dewi Kekayi. Karena Dewi kekayi tidak menghendaki Ramabadra kembali keistana, Dewi Kekayi menginginkan tetap barata yang memegang tapuk kerajaan Ayodya.
Sewaktu Resi Mitra akan mengikat Wirada, tidak terduga Wirada dengan secepat kilat merebut keris Resi Mitra dan kemudian menyergap Resi Yogiswara dan menusukkan keris tersebut ketubuh Resi Yogiswara yang pada saat itu sedang tidak siaga, kemudian Wirada meloncat keluar mau melarikan diri melarikan diri tetapi didepan pintu Wirada bertubrukan dengan Resi Wasista yang baru saja datang dari Ayodya
….”tangkap Resi!!”
dengan sigap Resi Wasista mengkaitkan kakinya pada kaki Wirada yang hendak lari sehingga dia jatuh terjerembab ketanah, dan sekali lagi Resi Wasista memberikan pukulan tenaga dalam tepat didadanya sehingga Wirada lemas kesakitan sulit bernapas. Resi Wasista datang menghampirinya dan menotok jalan darahnya sehingga Wirada terkulai semakin tidak berdaya.
…..”baiklah Resi sekarang istirahat dulu agar pulih kesehatannya, kejadian ini sebaiknya dirahasiakan saja, langkah selanjutnya kita korek dulu keterangan-keterangan dari Wirada dan setelah itu kita habisi saja dia, sebab kalau tidak rencana bisa terhenti ditengah jalan, Wirada dan Dewi Kekayi sudah tahu terlalu banyak!”….Resi Wasista mengingatkan.
Suasana tegang mulai mereda, tak beberapa lama terdengar orang mengetuk pintu gerbang dan terdengar seseorang memanggil-manggil,
….”Resi, aku Ramabadra datang untuk sowan!”…..Resi Wasista, Resi Mitra saling berpandangan,
….”sudah Resi, nanti aku yang akan menjelaskan kejadian ini kepada Ramabadra, sekarang bukakan pintu dan suruhlah dia masuk!”….sahut Resi Yogiswara meredakan kebimbangan para Resi.
Ramabadra, Shinta dan Lesmana kemudian dipersilahkan masuk setelah dibukakan pintu oleh Resi Mitra. Kedatangan mereka bertiga sangat membuat gembira para Resi. Ketika masuk kedalam terlihat oleh Ramabadra disudut ruangan ada tergeletak Wirada yang mengerang tapi sulit bicara karena telah ditotok jalan darahnya oleh Resi Wasista,
…..”siapa orang itu Resi?”…Tanya Ramabadra,
…..”oh, dia adalah pecundang biarkan saja, sekarang masuklah dan temuilah Resi Yogiswara yang sedang sakit, dadanya terluka karena ulah sipecundang itu!”…...jawab resi Wasista atas pertanyaan Ramabadra.
Tapi tanpa dipikir panjang, Ramabadra mengambil panahnya dan melepaskan anak panah kearah Wirada,
…..”jangan kakang!”….Shinta berusaha mencoba menahannya,
tapi panah terlanjur dilepaskan dan tepat mengenai jantung Wirada. Wirada mati! Resi Wasista kaget dan terdiam karena tidak sempat menghentikannya. Shinta melongo sepertinya ada kekecewaan atas sikap suaminya Ramabadra, sudah dua kali ia menyaksikan tragedy yang disebabkan oleh suaminya yang tega melakukan pembunuhan dengan alasan yang tidak jelas.
…..”oo, ananda Ramabadra, Shinta dan Lesmana mendekatlah kepadaku,………aku senang sekali kalian datang menjengukku, kalian memang muridku yang paling setia, sudah seringkali pertapaan disini mendapatkan terror, dan tadi pagi Resi Wasista dan Resi Mitra sempat menangkap Wirada, tapi pecundang itu sempat melukai aku sehingga keadaanku menderita seperti ini…….. Wirada adalah orangnya Alengka yang melakukan terror-teror agar kami hengkang dari Kutarunggu………….Bila aku meninggal nanti aku percayakan tugas-tugas kependetaan ini kepada Resi Wasista. Maka dari itu bantulah beliau agar kamu mendapatkan berkah dari para dewa, apabila benar apa yang dikatakan wangsit yang aku terima dalam mimpiku semalam bahwa dimasa mendatang kamu Ramabadra yang akan menduduki ke-maharaja-an menggantikan Alengka setelah kamu berhasil merebutnya,……… oleh karena itu ikuti selalu petunjuk-petunjuk Resi Wasista supaya kamu berhasil menjadi Raja Gung Binatoro di Mayapada ini!”……
demikian Resi Yogiswara memberikan amanah kepada Ramabadra. Aneh bin aneh! dalam kondisi sekarat kebohongan masih menebar dari mulutnya. Dan Ramabadra senang mendengarkannya dan jawabnya
,….”baiklah, akan aku laksanakan semua pesan-pesan Resi,”…
tapi rupanya Resi Yogiswara kondisinya semakin lemah dan sudah tidak bisa mendengarkan lagi, karena lukanya yang cukup dalam dan banyak mengeluarkan darah menyebabkan sang Resi koma tak sadarkan diri. Resi Wasista mencoba membantu dengan menotok aliran darah pusat agar darah mampet, dan menyalurkan energy panas pada tubuh Resi Yogiswara agar bisa bertahan kesadarannya. Akan tetapi takdir mengatakan lain, Resi Yogiswara telah tiada. Seluruh penghuni pertapaan diwilayah Kutarunggu sangat berduka atas meninggalnya orang yang mereka hormati, lebuh-lebih Ramabadra dan Lesmana sangat kehilangan guru yang sangat mereka cintai. Para cantrik mulai sibuk menyiapkan kayu-kayu untuk perapian ditempatkan dihalaman. Kemudian setelah mayat Resi Yogiswara disucikan kemudian diangkat diletakan diatas balai-balai perapian diatas tumpukan kayu yang dipersiapkan layaknya untuk upacara pembakaran jenasah. Resi Wasista memimpin membacakan mantra-mantra dan Resi Mitra segera menyulut kayu perapian sehingga api berkobar ganas dan hingga petang api sempurna melenyapkan jasad Resi Yogiswara.
Sudah tiga bulan lebih Ramabadra, Shinta dan Lesmana tinggal dipertapaan, Shinta sering ditinggal pergi berburu oleh suaminya Ramabadra dan adik iparnya Lesmana yang sama-sama punya hoby berburu. Dipertapaan yang letaknya terpencil dipuncak gunung Kutarunggu jauh dari pedesaan maupun perkotaan membuat Shinta jenuh dan bosan, tiga hari mereka baru pulang dengan membawa hasil buruannya rusa atau babi hutan. Hasil perolehannya kemudian diberikan kepada Shinta untuk diselesaikan hingga jadi dendeng-daging untuk disimpan sebagai persediaan makanan atau menjadi masakan-masakan yang sudah siap saji. Kemudian empat hari Ramabadra dan Lesmana tinggal dipertapaan dan kemudian berangkat lagi berburu selama tiga hari kemudian baru pulang dan begitu seterusnya. Shinta kesepian, bosan dengan kehidupan yang monoton, Shinta dalam hatinya ingin berontak menentang banyak kebiasaan dari kehidupan social seperti modelnya Ramabadra dan Lesmana. Ia ingin mempergunakan banyak waktunya untuk apa yang ia pikir lebih bermanfaat. Kapan datang kesempatan itu?











7
KIJANG KENCANA
AWAL BENCANA

Perburuan hingga jauh memasuki hutan diwilayah negeri Dandaka. Kali ini Shinta diijinkan suaminya untuk ikut berburu, perannya hanya tukang bawa perbekalan yang kintil kesana kemari, melelahkan!
……”lihat, lihat itu seekor kijang kencana…..hus….husah!!.....Shinta  melihat seekor kijang kencana yang elok rupanya,
Shinta merasa sayang kalau sampai dibunuh maka ia berusaha menggusahnya biar pergi sebelum Ramabadra dan Lesmana mengetahuinya. Tapi tidak, Ramabadra lebih jeli melihatnya segera merentang busurnya untuk membidik sasarannya yaitu kijang kencana, namun kijang kencana melarikan diri memasuki belukar
,……”aah, kenapa kamu gusah Shinta,….akan aku kejar sampai dapat! Lesmana tolong temani Shinta!....aku harus dapatkan buruanku tadi!”……Ramabadra cepat menghilang kehutan mengejar buruannya Kijang kencana.
Tinggallah Shinta ditemani Lesmana berdua ditengah-tengah kesunyian hutan, Lesmana memandang Shinta sangat dekat. Dulu sewaktu ia mengikuti sayembara di Mantili, kesempatan memandang Shinta cukup jauh karena ia berada bersama peserta lomba yang berada dibawah panggung kehormatan raja. Namun baginya sudah cukup menilai akan keelokan paras dari Shinta, sehingga ia merasakan ada getaran didalam kalbunya, yaitu asmara. Sekarang Lesmana ini ia dibiarkan sendirian memandang Shinta dari dekat. Dia memandang tanpa berkedip, Shinta yang lugu tersenyum manis menoleh kepadanya, hatinya Lesmana terasa seperti terserempet benda yang tajam…..siir…..dan degub jantungnya semakin cepat, tidak seperti biasanya. Senyum dan pandangan Shinta meskipun hanya sekilas, tapi membuat gemuruh asmara cintanya Lesmana. Rasanya seperti mimpi bisa berdekatan dengan Shinta, kepingin Lesmana bisa mengelus-elus pipi yang halus, dan bibirnya yang tipis memerah sepertinya menantang, hidungnya yang mancung ingin rasanya dicium dan matanya yang riyep-riyep nyata enak dipandang,
…..”beruntunglah kakakku!”……gumannya Lesmana dalam hati dan
…….”siapa yang kau maksud beruntung dimas Lesmana?”……Tanya Shinta yang rupanya mendengar keluhannya,
dan Lesmana menjawabnya…..”ayunda Shinta, maafkan aku bila ada tutur kata dan tindak-tandukku yang lancang,…ayunda Shinta aku mencintai kamu!”….
gelora api asmara Lesmana tidak terbendung lagi, Shinta ditariknya dan dirangkulnya erat-erat dengan dada yang panas bergetar karena luapan nafsu birahi kedewasaannya, mencoba menciumi wajah Shinta. Lesmana berusaha memperkosanya!
Shinta memberontak dan berteriak-teriak, berusaha melepaskan himpitan tubuh Lesmana yang kekar sambil memukul dan mencakarkan kuku tangannya dimuka Lesmana sehingga terpaksa Lesmana melepaskan pelukannya untuk menangkap kedua tangan Shinta.

Tanpa diduga sempat Shinta menendangkan kakinya kebagian prana diantara kaki Lesmana,
…”aduhh!!”….
Shinta terbebas dan segera melepaskan diri lari masuk kehutan meninggalkan Lesmana sendiri yang sedang meringis kesakitan dan sibuk menggenggam sesuatu yang sangat berharga pada celananya. Terus berlari terus Shinta tidak tahu arah menerobos semak dan mengikuti jalan tikus
…..”ayunda Shinta, tunggu aku…….dan maafkanlah aku…ayunda Shinta, dimana kamu, tunggu aku!
terdengar teriakan Lesmana dibelakangnya. Shinta berlari terus, dan sampailah dipinggir hutan dan disisinya terhampar tanah lapang, Shinta berlari melintas tanah lapang dan Lesmana memburunya dengan tertati-tatih karena masih sakit pada selangkangnya. Shinta melihat sebuah menara silo tua dekat bangunan penggilingan bijih jagung, silo tua bangunan besar yang bentuknya silinder menjulang tinggi fungsinya sebagai gudang penyimpanan bijih-bijih jagung sehabis panen. Silo tersebut sudah tidak pernah dimanfaatkan semenjak paceklik melanda Dandaka sepuluh tahun yang lalu. Dibawahnya ada pintu control keruangan silo, Shinta lari sekuat tenaga dan mencoba masuk kesilo tersebut melalui pintu tersebut dan kemudian menutup dan mengunci pintunya dari dalam.
Terdengar gedoran-gedoran dari luar silo, sehingga Shinta yang berada didalam silo pekak telinganya
……”ayunda Shinta buka pintunya….atau kalau tidak akan aku kunci pintunya dari luar….ayunda Shinta bukalah!…..der…der…der…!
pintu silo digedor-gedor keras oleh Lesmana, nampaknya ia seperti kesetanan, namun Shinta diam didalam silo tidak memberi kesempatan membukakan pintu kepada Lesmana

….”baik ayunda akan aku timbuni dengan batu pintu ini agar ayunda Shinta akan mati membusuk didalam!”….
Lesmana sudah putus asa, dan dilaksanakan apa yang ia ucapkan. Pintu silo ditimbun batu besar sehingga sulit untuk membuka pintu dari dalam. Lesmana kemudian pergi, masuk kembali kedalam hutan mencari kakaknya Ramabadra dengan meninggalkan Shinta sendirian terperangkap didalam silo.
…..“aku tidak menyangka, kalau adik Lesmana akan berbuat kurang ajar terhadapku, aku pikir dia orangnya pendiam tapi ternyata dibalik itu mempunyai sifat jahat seperti binatang!”……
Shinta mengomel sendirian didalam kegelapan silo. Silo yang diameternya hanya kurang lebih tujuh langkah dengan dinding menjulang tinggi terbuat dari batu bata seperti sumur, atapnya diatas tidak terlihat, hanya ada seberkas sinar matahari menembus melalui celah tutup lobang control diatas atap sana
…..”sepertinya adik Lesmana sudah pergi meninggalkan aku,….baik aku akan segera keluar dari sini sebelum kehabisan nafasku,”…..
Shinta mencoba membuka pintu silo, tapi tidak berhasil sebab pintu diganjal batu oleh Lesmana dari luar. Shinta melihat tangga kayu yang tertanam menempel didinding silo berdiri keatas hingga keatap persis menuju kelobang control diatap. Maka dikumpulkan keberanian dan seluruh kekuatannya dicobanya menaiki tangga kayu tersebut. Satu persatu anak tangga diinjaknya dengan hati-hati naik menuju keatas, silo yang berdiri tegak bagaikan menara mercu suar ditengah karang.
Separoh ketinggian Shinta berhenti sejenak mengatur nafasnya, tiba-tiba muncul suara gaduh keplakan beribu-ribu sayap dengan suara mencicit dari burung-burung wallet yang bersarang didalam silo merasa terusik dan terbang berputar-putar didalam silo menuju lobang control diatas atap silo untuk keluar. Kaget Shinta akan kegaduhan yang tiba-tiba ini, hampir saja ia melepaskan pegangannya, berdebar keras jantungnya dicobanya mengambil nafas panjang untuk meredakan rasa kagetnya, setelah tenang diteruskannya memanjat kembali anak-anak tangga hingga sampai ke atas atap, dibukanya tutup lobang control bersamaan itu pulalah ribuan burung wallet berebut keluar dari sarangnya.
Dua kali Shinta dikejutkan ulah burung-burung ini sehingga ia membuat gerakan keras untuk menepis burung-burung tersebut yang menabrak mukanya, segera ia keatas berusaha berpegang erat bibir lobang sehingga mengakibatkan terdorongnya anak tangga yang diinjaknya menjadi patah dan jatuh kebawah. Untung Shinta selamat dan dengan sekuat tenaganya berusaha mengangkat tubuhnya keluar melalui lobang tersebut dan berhasil naik diatas atap yang terbuat dari geladak kayu. Shinta berdiri diatas atap silo, tinggi sekali hampir sama ketinggiannya dengan pohon kelapa. Dia coba memandang keadaan sekelilingnya, dibawah sana disebelah selatan terlihat kebun milik penduduk, dan disebelah utara terhampar padang yang luas sampai ketepi hutan dimana diperkirakan Shinta tadi datang dari hutan dan berlari menuju kebangunan silo ini
…..”dimanakah Lesmana sekarang berada? Masihkah ia berkeliaran disekitar sini?”….terus bagaimana ini, kapan aku bisa mendapatkan pertolongan untuk bisa keluar dari neraka ini!”…..sangat diharapkan ada penduduk yang lewat untuk dimintai pertolongan, tapi berjam-jam Shinta tunggu tidak ada seorangpun yang lewat kebangunan silo ini
…..”biarlah aku tunggu dengan sabar, semoga Tuhan melihatku dan mengirimkan malaikatnya untuk menolongku!”
Shinta sepertinya membujuk dirinya sendiri untuk tenang.
8
JATAYU
YANG MALANG

Diangkasa! Prabu Rahwana baru saja kembali dari perjalanan inkoknitonya kedaerah-daerah negeri bawahan, masih biasa selalu dalam penyamarannya kebetulan lewat didaerah Dandaka. Dari atas penerbangannya Prabu Rahwana melihat jauh dibawah sana sepertinya ada angin puting beliung gelap meliuk-liuk dari salah satu titik diatas sebuah bangunan dibawah sana. Dicoba merendah untuk didekati, oh ternyata sekumpulan burung wallet sedang keluar dari sarangnya.
Tapi sepertinya ada yang aneh tampak diatas sebuah atap bangunan tersebut, penasaran Prabu Rahwana turun lebih rendah lagi untuk meneliti agar lebih jelas
…..”hei, ada seorang puteri cantik sedang duduk diatas atap sebuah silo, siapakah gerangan?”…..
maka Prabu Rahwana turun mendekat diatas atap silo,
…..”sedang apa kisanak, dan siapa namamu kok aneh berdiri diatas atap silo tua ini?”….tanya Prabu Rahwana kepada Shinta,
…”oh, kebetulan Aki lewat, tolonglah aku Aki agar aku bisa turun kebawah, namaku Shinta tadi aku iseng naik tangga silo ini kemudian sebagian anak tangganya patah sehingga aku kesulitan untuk turun kembali kebawah!”…..

Shinta memberi penjelasan kepada Aki tua yang sebenarnya adalah Prabu Rahwana dalam penyamarannya
….”baiklah Shinta, bisakah kamu berpegang erat-erat pada tanganku ini, aku akan membawamu terbang turun kebawah, ayo hati-hati….!”
Prabu Rahwana mengulurkan tangannya, dan Shinta menyambutnya dengan berpegang erat-erat ditangan Prabu Rahwana yang kokoh, pelan-pelan Prabu Rahwana mengangkat terbang kemudian secara perlahan turun kebawah.
Tapi belum keduanya sempat menyentuh tanah, mendadak ada seekor burung raksasa datang dari angkasa menukik kemudian menyambar Prabu Rahwana sambil mematukan paruhnya kemuka Prabu Rahwana, sehingga Prabu Rahwana dan Shinta jatuh bersama ketanah, Shinta sedikit terbanting sehingga tak sadarkan diri, sedangkan Prabu Rahwana jatuh terjerembab mukanya ketanah.
Prabu Rahwana mukanya terluka parah, segera ia berdiri dan ,
…..”hei, burung raksasa siapa kamu dan apa maksudmu mencelakai kami?”…..berteriak memaki burung raksasa tersebut yang masih melayang rendah mengitari Prabu Rahwana,
….”ha..ha…ha…, aku Jatayu sahabat Dasarata, pergilah kamu dan tinggalkan Shinta,….aku akan membawanya kembali ke Ayodya!”….
Jatayu menjawab, tapi Prabu Rahwana tidak mempercayai omongan burung raksasa tersebut, masalahnya Jatayu datang dengan cara yang tidak bersahabat. Maka Prabu Rahwana memutuskan untuk membalas serangan Jatayu, maka terjadilah perang dahsyat diudara antara Prabu Rahwana dengan burung raksasa Jatayu. Akhirnya Jatayu kalah dan melarikan diri dalam kondisi luka parah akibar pukulan-pukulan dari Prabu Rahwana.

Prabu Rahwana bergegas turun ketanah dan segera menghampiri Shinta kembali yang masih tidak sadarkan diri. Prabu Rahwana bingung apa yang harus ia lakukan, maka diangkatlah Shinta dan cepat-cepat dibawanya terbang menuju ke ruang gawat darurat dirumah sakit Alengkadiraja agar segera ditangani pemeriksaan dan mendapatkan perawatan serta pengobatan dari para dokter-dokternya.
Hutan Dandaka! Lesmana akhirnya berhasil mencari Ramabadra, dan melaporkan kejadian perginya Shinta sewaktu diserahi Ramabadra untuk menjaga Shinta
….”jadi dinda Shinta sengaja pergi bukan karena kamu ganggu, tapi karena keinginannya ingin mencari aku, baiklah ayo kita cari bersama!”……
kemudian keduanya berangkat mencari Shinta. Dan sampailah keduanya dibangunan silo tua, Lesmana hatinya berdebar-debar ketakutan, dalam pikirannya ada kekhawatiran jangan-jangan Shinta masih hidup ada didalam bangunan silo. Dan pasti akan terbongkarlah rahasia kelicikan Lesmana yang telah berani merusak pager ayu Shinta isteri kakaknya Ramabadra
….”ee, tapi kok sepi dan tumpukan batu itu masih menutup pintu silo, artinya ayunda Shinta masih ada didalam, mampus aku?”….
tapi diatas menara silo terdengar suara rintihan, Lesmana segera memeriksanya, oh ternyata ada seekor burung raksasa Jatayu sedang bertengger diatas atap silo merintih kesakitan karena terluka setelah dihajar habis-habisan oleh Prabu Rahwana,
…..”Hei burung Jatayu, apakah kamu mengetahui isteriku Shinta lewat kesini?” Tanya Ramabadra kepada Jatayu,
…..”ampun raden, Shinta isterimu dibawa pergi oleh Rahwana raja Alengkadiraja, dan aku sudah mencoba menahannya tapi aku tidak sanggup melawannya,”….begitu penjelasan Jatayu kepada Ramabadra,
.”apa, jadi kamu biarkan Shinta dibawa lari Rahwana ke Alengka dan Jatayu sakti tidak sanggup menahannya,….aah dasar burung tidak berguna!”
Ramabadra marah dan dicabutnya anak panah kemudian dibidikan kearah Jatayu diatas atap silo, kaget Jatayu dan tidak sempat menghindar, panah mengenai tubuhnya  sehingga Jatayu jatuh dari ketinggian terhempas ketanah dan akhirnya mati mengenaskan. Sadis! Lesmana gemetar ketakutan melihat begitu bengisnya kakaknya Ramabadra, tiada sedikitpun rasa kasihan terhadap Jatayu yang telah membantunya untuk menyelamatkan Shinta, bukan ucapan terimakasih malahan kematian yang Jatayu terima.













9
TRAGEDI
GOA KISKENDO


Ramabadra dan Lesmana kembali kepertapaan Kutarunggu, disana telah ada pertemuan para Resi dengan Batara Sri
,…..”masuklah Ramabadra dan Lesmana, aku sudah tahu masalahmu, janganlah susah Shinta pasti akan kembali setelah terjadi peperangan antara Ramabadra dengan Rahwana. Ada syaratnya bila kamu menginginkan kemenangan atas peperangan itu agar Shinta bisa kembali, pergilah kepuncak Reksamuka temuilah Prabu Sugriwa, ia akan membantumu dengan segala kekuatannya dan akan menuruti segala keinginanmu, bilamana kamu mau membantu selesaikan permasalahannya yaitu perseteruannya dengan Resi Subali. Isterinya yang bernama Dewi Tara direbut sama kakaknya yaitu Resi Subali dari Gua Kiskendo. Maka dengan pertolonganmu Resi Subali akan mati dan Dewi Tara akan kembali ketangan Sugriwa. Kamu tahu apa yang aku maksud, Rama?” ……
Batara Sri memberi penjelasan kepada Ramabadra,
….. “baik pukulun, hamba mengerti dan akan melaksanakan saran-saran pukulun,” jawab Ramabadra.

Hadirnya Batara Sri kepertemuan para Resi, semakin jelas kemana arah misi-misi yang dibawa para Resi dari Gangga ini nantinya. Dengan campur tangan Batara Sri dengan para Brahmana, ini suatu bukti adanya konspirasi untuk tujuan kekuasaan.
Tapi yang menimbulkan tekateki keberpihakannya kepada Ramabadra mengapa sasaran untuk dihancurkan harus Rahwana? Apakah Rahwana sosok yang menakutkan dan membahayakan bagi posisi para Brahmana dan para Dewa? Salahnya dimana, Rahwana didalam menjalankan tugas sebagai Maharaja pada negeri-negeri bawahan yang tergabung dalam perjanjian persekemakmuran juga baik-baik saja, Rahwana juga tidak mbalelo terhadap kekuasaan Jonggring Saloka penguasa kadewatan sana? Meskipun berbeda faham  kepercayaan dengan para Brahmana tetapi ia selalu bisa menyesuaikan diri dan menghormati faham kepercayaan orang lain didalam cara-cara manembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan lagi pula Rahwana dicintai oleh rakyatnya karena kebijaksanaannya didalam ngemong masyarakatnya.
Ramabadra dan Lesmana berangkat ke negeri Reksamuka yaitu kerajaan munyuk (kera atau beruk) terbesar sakdunia dengan rajanya bernama Prabu Sugriwa yang sakti dan mempunyai jutaan bala tentara. Saat ini Prabu Sugriwa sedang sakit, sakitnya semacam psikosomatik dimana secara lahiriah fisiknya sehat tetapi jiwanya bermasalah, menderita batin kata orang, karena cintanya kepada Dewi Tara yang saat ini direbut kembali oleh kakaknya sendiri yaitu Resi Subali yang bertahta dinegeri siluman Gua Kiskendo.
Ramabadra dan Lesmana diterima baik oleh Prabu Sugriwa dibalai Maliawan, yaitu suatu tempat untuk menerima tamu-tamu negeri yang terhormat. Dan Prabu Sugriwa gembira sekali mendengar kalau Ramabadra mau membantu menyelesaikan masalahnya dengan Resi Subali,
…..”kakang Sugriwa cobalah tantanglah kembali Resi Subali, berperanglah sekuat tenagamu keluarkan semua ajian dan mantra yang kamu miliki, aku akan membantumu saat kakang dalam situasi terjepit,” …….
demikian saran dari Ramabadra
….”baiklah dimas akan aku lakukan,”…….
.jawab Prabu Sugriwa.
Berangkatlah Prabu Sugriwa diiringi bala tentaranya yang dipimpin Anoman yang masih kemenakannya sendiri putera kakaknya Anjani, menuruni gunung menuju ke kerajaan siluman Gua Kiskendo. Saat itu Resi Subali sedang semedi diruang pujan, dan isterinya Dewi Tara yang sedang mengandung berada ditaman bersama para inang.
Dewi Tara tampak sedih merenungi nasibnya, ketidak berdayaan untuk melawan ketidak adilan yang ia alami membuatnya hanya bisa pasrah, ia sendiri heran mengapa para dewa tidak ada yang perduli untuk menolongnya. Para dewa dikadewatan sana perilakunya sudah berubah. Sepertinya mereka itu bukan dewa-dewa lagi yang bisa menjadi junjungan para umat manusia diseluruh dunia dongeng ini, tugas-tugas untuk mengatur urusan ketertiban di Mayapada dan Kadewatan sudah melenceng dari pepakemnya. Perilakunya lebih rendah dari manusia, yang seharusnya menggembala umat manusia agar tidak melenceng dari kodratnya.
Prabu Sugriwa berteriak menantang Resi Subali,
…..”Subali keluarlah, menyerahlah dan bawa Dewi Tara kembali kepadaku baik-baik, atau aku sendiri yang akan memaksamu berlutut kepadaku, keluarlah Subali terimalah tantanganku ini!”…..
Resi Subali mendengar teriakan dan tantangan dari adiknya Prabu Sugriwa, tetapi ia tidak tahu kalau dibelakang Prabu Sugriwa ada Ramabadra dan Lesmana yang siap membantunya,
….”adikku Sugriwa pulanglah dan bertobatlah, dengarkan sekali lagi bahwa akulah yang berhasil membunuh siluman Mahisasura dan Jatasura, sejak kita turun dari Sunyapringga Batara Indra telah menyaksikan seluruh kejadian ini dan juga tanyakan pada hati nuranimu pernahkah kamu menyentuh siluman siluman itu? Kamu seperti anak kecil saja suka merebut milik orang yang bukan hakmu, hidupmu hanya tergantung dari belas kasihan orang, belajarlah dewasa untuk mandiri, pulanglah dan jangan mengusikku lagi, Dewi Tara adalah milikku!” …..
muntab Prabu Sugriwa mendengar ejekan dari kakaknya Resi Subali, sifat keranya kelihatan, dengan melempari batu-batu kepintu gerbang dan kemudian dikuti oleh anak buahnya, ikut-ikutan merusak sarana-sarana umum, lapu-lampu taman dirusaknya, pot-pot bunga di bulevar pada digulingkan, merobohkan pohon-pohon melintang dijalan sehingga kendaraan dan orang-orang tidak bisa lewat. Pokoknya kondisi kerajaan Gua Kiskendo jadi runyam, Anoman muda merasa bangga bisa membantu pamannya ikut merusak ibukota Gua Kiskendo menjadi rusak porak poranda
….,”adik Sugriwa, perilakumu sudah kelewatan, baiklah aku akan layani apa yang kamu mau!”….
Resi Subali keluar dengan muka memerah menandakan ia sangat marah kepada Prabu Sugriwa
…..”bagaimana dengan janjimu, aku ingatkan kepadamu bahwa ketika kamu masuk kedalam gua kamu minta aku menunggumu diluar gua, dan ingatkah kamu berpesan kepadaku untuk mengamatimu dari pintu gua bahwa jika terjadi sesuatu yang menandai mengalirnya darah merah maka kamu meyakinkan aku bahwa kedua siluman itu berhasi kamu bunuh, dan sebaliknya jika mengalir darah putih artinga kakanglah yang mati terbunuh, dan seperti kakang lihat sendiri dipintu gua telah mengalir darah merah bercampur darah putih, itu artinya apa….sudah sekarang tidak usah perang mulut, lawanlah aku hingga titik darah penghabisan, jika kamu mati Dewi Tara adalah milikku dan sebaliknya jika aku mati maka Dewi Tara adalah milikmu!” ……..
begitu teriakan jawaban Prabu Sugriwa tidak mau kalah dengan suara kakaknya Resi Subali.
Terjadilah perang tanding kakak beradik yaitu Prabu Sugriwa dan Resi Subali. Seperti yang sudah sudah Prabu Sugriwa selalu kalah. Kali ini Resi Subali sudah tidak sesabar dulu lagi, dia sudah lupa statusnya sebagai kakak maupun sebagai seorang Brahmana dan kembali sifat keranya yang dikedepankan. Pergulatan seru sehingga Prabu Sugriwa jatuh dibawah dihimpit oleh Resi Subali, kesempatan ini tidak dilewatkan oleh Ramabadra membidikan anak panahnya tepat mengenai jantung Resi Subali, dan robohlah Resi Subali dengan teriakan yang memilukan, kesakitan dan kemarahan sambil memegang panah yang menancap tepat mengenai jantungnya, darah muncrat membasahi dadanya,
….”aah…aah…siapa kamu, braninya kamu membokong dari belakang, apa urusanmu….aahhh,” …….
akhirnya Resi Subali mati.
Prabu sugriwa girang seperti kesetanan segera masuk keistana Gua Kiskendo mencari Dewi Tara, ketika akan masuk keputren disana terdengar suara bayi,

……oee, oee, oee, oeee...!!. Rupanya Dewi Tara baru saja melahirkan puteranya, bayi kera laki-laki yang lucu berbulu merah, diberinya nama sesuai pesan suaminya Subali dengan nama Jaya Anggada
…..”maafkan aku Dewi, semuanya sudah berlalu, marilah kembali bersamaku!” ……
Prabu Sugriwa menggendongnya keluar bersama bayi Anggada.
Kutarunggu! Resi Wasista dan Resi Mitra selalu mengikuti perkembangan dari muridnya Ramabadra, para Resi pun giat melakukan profokasi kenegeri-negeri bawahan Alengkadiraja dengan memberitakan bahwa Raja Alengkadiraja telah menculik Shinta isteri Ramabadra putera mahkota Ayodya. Dengan harapan mendapatkan simpati dan mau bergabung membantu Ramabadra untuk menyerang Alengka yang katanya demi keadilan, agar Shinta bisa dikembalikan kepada Ramabadra.
Banyak negeri-negeri bawahan termakan hasutan ini dan menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan Ramabadra melakukan serangan terhadap Alengkadiraja. Resi Wasista dan Resi Mitra tersenyum mendengar laporan para Resi-resi yang membantu terlaksananya misinya. Seluruh perkembangan ini mereka laporkan kepada Batara Sri
……”dengan demikian jalan menuju Jonggring Saloka semakin dekat.”…. ia bicara dalam hati dan hanya dia saja yang tahu tujuan akhir dari misi ini.
Kembali di pesanggrahan Maliawan milik Prabu Sugriwa, banguan terebut untuk sementara dimanfaatkan oleh Ramabadra untuk memimpin rapat-rapat persiapan atau mengatur strategi rencana penyerangan ke Alengkadiraja.

Sekali lagi Ramabadra mengumpulkan sekutu-sekutunya, yaitu raja-raja bawahan Alengka yang mbalelo dan berbalik sedia membantu untuk memerangi Alengkadiraja. Hadir dipertemuan itu diantaranya adalah YMT Raja Barata dari Ayodya, Prabu Sugriwa dari Resamuka, Prabu Danarajaputra dari Lokapala, Prabu Janaka dari Mantili dan para Raja dari Mahendra, Kutarunggu dan masih banyak lagi. Mereka berikrar akan membantu Ramabadra untuk menuntut keadilan yaitu melakukan perang dengan Alengkadiraja.





















10
SHINTA
MENCARI SUAKA

Shinta siuman, seorang dokter dan beberapa perawat ada disekitar tempat tidurnya,
….”dimanakah aku?”…..
Tanya Shinta kepada orang yang ada disekitarnya,
…..”tenanglah, anda berada dirumah sakit Kutagara kerajaan Alengkadiraja, anda tadi dalam keadaan pingsan dibawa kemari oleh Prabu Rahwana raja Alengkadiraja,”…. jawab dokter yang merawatnya
…..”oh iya, aku baru ingat kejadian penyerangan burung raksasa itu, sehingga aku terjatuh…dan mataku menjadi gelap,”….
Shinta pulih ingatannya
….”Prabu Rahwana, tidak salah dengarkah aku, bukankah tadi itu seorang Aki-aki?”
Sudah sebulan Shinta dirawat dirumah sakit, dan selanjutnya dinyatakan sembuh total oleh dokter yang menanganinya. Shinta diperbolehkan untuk pulang kenegerinya
….”pulang? ah, tidak! Aku tidak akan mau kembali kepada kakang Ramabadra, inilah saatnya bebaskan diriku dari belenggu iblis, aku ini manusia sama halnya Rama kalau dipukul juga sakit, perempuan hadir didunia ini tidak untuk diinjak-injak martabatnya, dimata Tuhan baik laki-laki dan perempuan adalah sama yang berbeda adalah amalan-amalan ketika hidup didunia….tidak, aku bukan benda, bukan binatang jadi tidak bisa mereka memperlakukanku seperti itu, aku akan menghadap raja dan mohon ijinnya untuk tinggal disini!”…..
Keinginannya hidup merdeka, satu-satunya jalan Shinta memutuskan tidak kembali ke Ayodya. Shinta meminta suaka kepada Prabu Rahwana untuk tinggal di Alengkadiraja.
Shinta ingin hidup sebagai manusia yang bebas dan merdeka yang tidak terikat oleh rantai-rantai belenggu yang menjeratnya, sehingga ia dapat bebas mencapai cita-cita luhurnya, yaitu cita-cita mulia manusia menjadi insan kamil, menjadi hamba Sang Kaliq yang shalih, mengabdikan hidupnya pada kehendakNya, menegakkan kebenaran, melawan kebatilan dan mewujudkan kehidupan yang adil, damai dan sentosa.
Belenggu alam masih mudah diatasi yaitu dengan ilmu pengetahuan dan kemauan yang kuat, manusia dapat menaklukkan rintangan-rintangan alam. Lhah, kalau belenggu tradisi dan masyarakat atau adat istiadat yang sudah turun temurun pada hakekatnya adalah penjara yang mengungkung manusia. Yaitu orang-orang pada beranggapan bahwa tradisi warisan dari nenek moyang adalah kebenaran yang harus dilestarikan meskipun irrasional dan bertentangan dengan akal sehat, tanpa mau untuk mengujinya kembali apakah warisan tersebut sudah benar, masuk akal dan bermanfaat bagi masyarakat? Kadang-kadang masyarakatpun ada yang membelenggu warganya dengan kelatahan-kelatahan. Maka dari itu Shinta memutuskan lebih baik menghindari Ramabadra agar tidak semakin terjerat kebelenggu yang paling berbahaya yaitu belenggu ego dimana sang nafsulah yang menjadi rajanya yang harus dituruti, mengabaikan spirit kerjasama dan tolong menolong menjadi sirna, bahkan menjelma menjadi manusia yang exploitative, dimana pihak yang kuat memeras dan menindas pihak yang lemah, yang kaya menghisap yang miskin, kecenderungan hidup kian materialistik. Tidak! Shinta harus pergi menghadap Prabu Rahwana, tak peduli keinginannya ini bakal menjadikan masalah, dan sensitive menyangkut hubungan kenegaraan antara Alengkadiraja dengan Ayodya, meskipun Ayodya termasuk negeri bawahan Alengkadiraja,
…..”baiklah Shinta, saya ijinkan kamu menetap sementara di Alengkadiraja, dan Sapakenaka selanjutnya yang akan mengatur dimana kamu bisa tinggal,”….
demikian keputusan Prabu Rahwana sebagai jawaban atas permohonan suaka Shinta di negeri Alengkadiraja. Betapa gembiranya Shinta diijinkan untuk tinggal di Alengkadiraja, dan Sapakenaka mengantarnya kepesanggrahan di Taman Soka untuk kediaman sementara Shinta
,….”terima kasih Yang Mulia, atas segala bantuannya.”…..
ucapan terimakasih Shinta kepada Sang Prabu. Rasanya hidup Shinta bergairah kembali,….dan malamnya Shinta tidur nyenyak sekali.
Ada pepatah, “lebih baik hujan batu dinegeri sendiri dari pada hujan emas dinegeri orang,” bagaimana dengan Shinta, sependapatkah????






11
MANDIRI,
CINTA BERSEMI

Pada suatu sore yang cerah Prabu Rahwana berkunjung ke Taman Soka, disana sempat bertemu Shinta dan memperhatikan Shinta yang datang menyambutnya seraya membungkuk menghormat tanpa mengangkat matanya dan kegemulaiannya dalam membungkuk tidak luput dari perhatian Prabu Rahwana. Sang Prabu menyadari bahwa Shinta memang cantik, kelihatan muda, sopan dan tahu adat istiadat. Tinggi dengan lekuk tubuh yang istimewa, dan pakaian yang menonjolkan bentuk tubuhnya, rambutnya yang hitam gelap kearah coklat, dan matanya berwarna hitam kebiru-biruan, kulitnya jernih dan putih dengan gaun kuning menambah anggun penampilannya. Shinta sore itu kelihatan luar biasa cantiknya,
……”terimalah hormat hamba Yang Mulia, sejahtera dan panjang umur selalu menyertai paduka Yang Mulia….tetapi seyogyanya Yang Mulia utusan hamba kepada punggawa dan pasti hamba segera menghadap, sehingga Yang Mulia tidak repot harus datang kesini,”…..
Shinta mengucapkan salam kepada Prabu Rahwana,
…..”terimakasih, dan bagaimana kabarmu Shinta, kerasankah kamu tinggal disini? Dan apa rencana hidupmu selanjutnya, dan apa yang bisa aku bantu untukmu Shinta, katakanlah?”…..
jawaban sapaan Prabu Rahwana

….”terimakasih Yang Mulia, hamba masih bingung, apa yang harus hamba kerjakan kedepannya,”
.jawab Shinta,
…..”baiklah, kapan kamu telah mendapatkan inspirasi dan jika membutuhkan bantuanku katakanlah lewat Sarpakenaka atau kamu bisa menghubungi Kumbokarno, dan kamu bisa minta saran-saran padanya, adikku Kumbokarno ahli dibidang pemasaran dan perdagangan”….
setelah keperluannya cukup, kemudian Prabu Rahwana berpamitan dan kembali keistana.
Seperti yang dijanjikan, Sang Prabu mengirim adiknya Kumbokarno untuk membimbing, mengajar seta mengarahkan Shinta tentang peluang-peluang bisnis di Alengkadiraja. Anjurannya adalah agar Shinta memulai usaha dari bawah dulu, supaya tahu persis seluk beluk cara berdagang.  Dan suatu pagi datang Sarpakenaka menemui Shinta
…..“selamat datang ayunda Shinta di Alengka,”….
demikian sapaan Sarpakenaka kepada Shinta di pesanggrahan Taman Soka,
….”ini ada hadiah sebuah mesin jahit dari kakang Prabu Rahwana, mungkin bisa bermanfaat untuk ayunda Shinta.”……
dan Shinta menerimanya dengan sukacita,
…..”tapi aku belum bisa menjahit, dimana aku bisa kursus menjahit….oh ya, sampaikan terimakasihku kepada sang Prabu atas pedulinya kepada kami,”…..
dan Sarpakenaka tersenyum mengangguk.
Hampir satu bulan mesin jahit itu dibiarkan Shinta masih ndongkrok dipojok kamar, dia belum tahu apa yang harus perbuat dengan mesin itu, ia sama sekali tidak mengerti urusan jahit menjahit. Setelah ia mendapat informasi dimana tempat kursus menjahit, kemudian ia mendaftar dan memulai kursus ini dimulai dari tingkat dasar, kemudian dilanjutkan ke tingkat trampil dan mahir. Setahun lebih Shinta mendalami kursus menjahit dan akhirnya ia dinyatakan lulus dan dianggap sudah menguasai teknik menjahit dengan baik.
Shinta mencoba membuka usaha sendiri, dengan semangat yang kuat ia mencoba kemampuannya membuka usaha menjahit busana pria, wanita dan anak-anak. Menjahit memang memerlukan keseriusan dan ketekunan. Shinta mulai sibuk dengan order dari pelanggan, yang lambat laun semakin banyak, dan akhirnya Shinta kewalahan mengerjakan sendiri, sehingga perlu mengambil beberapa penjahit untuk dijadikan karyawannya.
Dengan bantuan modal pinjaman dari bank, akhirnya Shinta membuka bisnis garmen dengan memperkerjakan banyak karyawan dan mempunyai beberapa pesaing yang cukup abot. Pada awalnya Kumbokarno adalah mengajarkan cara-cara berdagang, tapi kini Shinta sudah bisa membuat keputusan-keputusan sendiri, bahkan sang murid telah melampaui kepandaian sang guru. Tidak terasa sudah hampir lima tahun bisnis garmennya berjalan dengan lancar, dan bisa membawanya pada kehidupan yang layak sebagai wanita yang mandiri, yangmana kiprah seperti ini tidak mungkin bisa ia lakukan dinegeri asalnya Mantili maupun Ayodya. Shinta tak akan pernah membiarkan apapun menghalangi langkahnya.
Prabu Rhwana setiap kali berkunjung ke Taman Soka menyempatkan singgah dikediaman Shinta dan memberikan semangat untuk maju kepada Shinta. Sang Prabu Rahwana ikut gembira dan kagum melihat kesungguhan Shinta berjuang untuk menjadi wanita yang mandiri. Sepengetahuannya baru kali ini ada seorang perempuan dinegerinya berbakat, mampu berjuang membangun usaha-usaha yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri dan orang banyak.
Shinta ingin lebih maju, dengan pengalamannya dibidang garmen semakin mantap, ia mencoba memasuki dunia usaha yang lain. Shinta mencoba melakukan studi banding untuk mencari prospek bisnis lain yang bisa dikembangkan, dan Shinta minta bantuan konsultan kerajaan Alengkadiraja dalam hal mempersiapkan infrastruktur perusahaan, dengan merekrut lebih dari seratus orang karyawan yang mengisi bidang-bidang usaha yang beragam. Mulai dari bidang garmen, lalu melaju pesat kebidang usaha lain seperti general trading, supplier, ekspor-impor, printing dan alat-alat kecantikan.
Perusahaan-perusahaan yang dibangunnya banyak membuka lapangan kerja, yang sekaligus membantu pemerintah kerajaan Alengkadiraja mengentaskan kemiskinan. Ia seorang perfesionis, ia tahu persis apa yang dikehendakinya, dan bertekat keras untuk memperolehnya. Sebagai pengusaha wanita banyak kerikil tajam menghadang, cemoohan ada sementara pihak menganggap Shinta pengusaha wanita bermartabat rendah, namun semuanya bisa diatasi dengan intergritas dan prinsip yang kuat bahwa apa yang Shinta jalani selalu berjalan lurus dan ia berkeyakinan bahwa untuk menjadi pengusaha sukses adalah harus bisa memenet dengan baik antara kehidupan pribadi, perusahaan, pegawai dan aktivitas social politik.
Pada awalnya, ada diantara pegawainya yang mencoba kurang ajar padanya, mereka memang selama ini belum pernah bekerja pada majikan perempuan sebelumnya, karena hal itu tidak lazim pada jaman itu, dan itu sangat mengasyikkan bagi mereka. Ternyata mereka salah duga, mereka mencoba melecehkan kenyataan bahwa majikan mereka hanyalah seorang wanita. Pernah terjadi salah seorang dari mereka berjalan melewati Shinta dan dengan pura-pura tidak sengaja menyenggol payudara Shinta atau bokongnya,
…..”maaf, tak sengaja, he..he..he.”…..
dengan cengengesan berlalu kesenangan.
Shinta tanpa basa-basi memanggilnya dihadapan pegawai-pegawainya yang lain dan langsung memecatnya. Sikap mereka yang melecehkan ini lambat laun berubah menjadi rasa hormat. Shinta menganggap para karyawannya adalah merupakan keluarganya. Shinta sangat memperhatikan dan murah hati pada mereka. Mereka adalah asset dan miliknya satu-satunya didunia ini, dibantunya anak-anak mereka dengan memberikan beasiswa untuk sekolahnya. Mereka sangat berterima kasih atas kemurahan hati Shinta. Dan tanpa disadari Shinta telah punya bangunan benteng pelindung yang mengitari dirinya. Mereka tidak rela bila ada orang yang berani menyakiti Shinta.
Suatu sore yang cerah, Prabu Rahwana datang yang kelima kalinya bertandang kerumah mewah milik Shinta dikawasan Taman Soka.
 ….”ya Tuhan, Shinta bertambah cantik sekarang,”…..
dalam hati Prabu Rahwana memuji Shinta yang sedang keluar,
wajahnya terterpa sinar matahari yang menembus masuk melalui bouvenligh dirumahnya, rambutnya yang tergerai setengah basah mungkin habis mandi. Seolah-olah wajah Shinta menyerap berkas berkas sinar matahari sebelum memancarkannya kembali kemata Prabu Rahwana. Kali ini Prabu Rahwana berhadapan dengan Shinta menjadi tampak bodoh, Pabu Rahwana menganggap Shinta salah seorang wanita tercantik yang pernah dilihatnya, tetapi ia tidak begitu memperhatikannya karena Shinta telah bersuami. Saat Shinta memandangnya, ekspresi matanya seperti kebanyakan wanita yang terpesona oleh penampilan dan daya tariknya. Prabu Rahwana memang gagah dan lembut tutur katanya, wajar saja setiap wanita banyak yang terpesona kepadanya. Apalagi Prabu Rahwana bukan pria kejam, bahkan sebenarnya ia penuh belas kasih, terutama kepada mereka yang serba kekurangan. Kemurahan hatinya sangat terkenal, ia selalu disambut sorak sorai oleh rakyatnya dan disetiap kunjungan dinegeri-negeri bawahannya. Inilah yang membuat Shinta kagum dan hormat kepada orang tua ini. Prabu Rahwana bengong melihat kecantikan Shinta, membuat hatinya berdebar-debar dan membangkitkan semangatnya, Prabu Rahwana diusia menginjak 55 tahun, mengakui bahwa untuk pertama kali dalam hidupnya ia merasakan sesuatu yang aneh bergelora didalam hatinya, apakah ini perasaan cinta? Prabu Rahwana menyadari Shinta telah memikat dan memesonanya, perasaannya yang satu ini sama sekali berbeda dibanding dengan apa yang pernah dirasakannya,
…..”apakah aku mencintaimu Shinta?…aku mencintaimu Shinta,…benarkah?”……
suara hatinya yang tidak bisa berbohong mengatakan demikian.
Tapi ini tidak pantas, Prabu Rahwana terlalu tua, Shinta menginjak usia 30 tahun adalah pantas jadi anaknya, perasaan cintanya dipendamnya. Benarkah?
.....”tapi bagaimana dengan Shinta, apakah ia akan terus menerus hidup dalam kesendiriannya. Apakah dia tidak membutuhkan teman yang bisa berbagi suka dan duka, meskipun ia wanita yang punya sifatnya yang mandiri, fleksibel dan kreatif serta kemampuannya yang serba bisa dan punya penghasilan sendiri. Apakah perbedaan umur yang jauh aku dan Shinta apakah menjadikan penghalang untuk menjalin hubungan yang lebih dekat, yaitu menikah.”…….
pikiran Sang Prabu hanya ada Shinta.
Setiap manusia membutuhkan pendamping dalam hidupnya untuk saling berbagi dan saling menjaga. Pernikahan mengajarkan manusia untuk bertanggung jawab baik kepada manusia atau kepada Tuhannya, dan wanita yang sudah menikah akan lebih terhormat, wanita yang takut menikah berarti menentang kodratnya sebagai manusia
….”baiklah aku harus sabar, tunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan isi hatiku ini,”……Sang Prabu menghela nafas dalam-dalam.
Trauma, dipicu pengalaman tak mengenakan dalam hidup Shinta membuatnya berfikir tujuh kali untuk memutuskan menikah kembali, lagi pula sebagian hidupnya bermasalah, kasusnya dengan Ramabadra belum tuntas. Keinginannya untuk menikah sudah pasti ada, pria yang diinginkan jelas bukan seperti Ramabadra, pilihannya adalah pria yang bisa berbagi dan menikmati kebersamaan serta adanya kebutuhan akan rasa aman dan nyaman yang diyakini akan mampu membawanya kekehidupan yang lebih baik. Perasaan cinta yang dirasakan seperti Shinta yang usianya paruh baya mungkin berbeda dengan wanita-wanita usia remaja. Tuntutan cintanya adalah cinta yang lebih dewasa, matang dan melalui pemikiran yang mendalam, tak sekedar emosi dan seks semata. Nah, apakah Prabu Rahwana masuk dalam criteria pilihannya? Boleh jadi, tapi rupanya tidak sekarang, tidak tahu nanti bila waktu membawa takdir untuknya. Sebab Shinta sadar betul bahwa pernikahan artinya wanita akan terikat aturan-aturan berumah tangga, konsekuensi dan sanksi bila ada pelanggaran dalam rumah tangga, perkawinan pada dasarnya adalah sebuah kontrak social yang banyak berisi perjanjian antara pasangan itu tentang hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dipatuhi dengan keihklasan sehingga pasangan itu tidak merasa kebebasannya terbelenggu atau karirnya terganggu.
12
AJAKAN
BERDAMAI

Atas desakan anggota-anggota Negeri-negeri Perdamaian, Prabu Rahwana dianjurkan melakukan pendekatan kepada Ramabadra, untuk berdamai. Menanggapi anjuran tersebut kemudian Prabu Rahwana melakukan pertemuan dengan Ramabadra di Mahendra, untuk menyelesaikan masalah Shinta yang menginginkan untuk menetap di Alengkadiraja. Namun oleh pihak Ramabadra menolak keinginan Shinta, dan menuntut Prabu Rahwana bertanggung jawab akan kembalinya Shinta ke Ayodya dengan selamat! Dianggap Alengka telah menginjak-injak harga dirinya. Dan jika tuntutannya ini ditolak, itu artinya Alengka telah siap untuk berperang menghadapi Ayodya dan sekutu-sekutunya,
……”maka sebelum ini terjadi lebih baik Prabu Rahwana agar menyerahkan kekuasaannya kepada Ayodya, dengan begitu akan lebih mudah saya untuk mengatur kepulangan Shinta ke Ayodya tanpa menimbulkan peperangan”…...begitu jawaban Ramabadra setengah merendahkan Prabu Rahwana sehingga membuat merah muka dan panasnya telinga Prabu Rahwana.
Prabu Rahwana menangkap apa yang tersirat dibalik perkataan Ramabadra, tidak sekedar permasalahan Shinta saja, tapi lebih jauh lagi ia punya keinginan akan kekuasaan, namun Prabu Rahwana cukup sabar dan menahan diri menyaksikan keangkuhan Ramabadra meremehkan dirinya. Jelaslah bagi Prabu Rahwana ini adalah tuntutan yang ngoyoworo, dengan halus Prabu Rahwana menolaknya.
Dan Rahwana mengingatkan Ramabadra bahwa nafsu untuk berkuasa dan hasrat akan kehormatan yang berlebih-lebihan dari Ramabadra itu hanya akan menyeret bermacam-macam bangsa dan rakyat kedalam kancah peperangan. Tiada terhitung banyaknya kerugian yang bakal diderita, tiada terhitung wanita-wanita yang menjadi janda, anak-anak yang menjadi yatim-piatu karena kehilangan orang tuanya. Tiada ternilai kerugian akan benda, harta budaya, hasil pemikiran dan kecakapan manusia yang bakal musnah. Malapetaka akibat peperangan seperti kemiskinan, kelaparan, kelumpuhan kehidupan rakyat, pengangguran, kehancuran moral yang akan menghancurkan roda-roda pemerintahan Negara, dan bagian dunia dengan tidak langsung akan menerima pula akibat-akibatnya. Sebab Alengka maupun Ayodya tidak hidup sendiri, hubungan antar Negara bisa lumpuh, karena kemerosotan produksi dinegeri sendiri
…..”Masalah Shinta yang tidak mau kembali ke Ayodya dan minta perlindungan kepada Alengka itu adalah hak asasi manusia, terserah dia ingin tinggal dimana, seseorang tidak bisa memaksanya…..Masalah Alengka bersedia memberikan suaka kepadanya semua itu atas dasar pertimbangan perikemanusiaan dan perikeadilan saja, dengan demikian maka Shinta layak mendapatkan perlindungan dari Alengkadiraja”….
jawaban Prabu Rahwana merupakan keputusan final kesediaannya untuk membantu Shinta dan memenuhi keinginannya untuk hidup merdeka.
Ramabadra  mendengar perkataan Rahwana bukannya menanggapi dengan baik, tapi menjawabnya dengan emosional dan kata-kata yang menyakitkan hati
……”diamlah! Rahwana cukuplah pertemuan ini dan tidak perlu kamu ngoceh terus. Untuk menyelesaikan perkara ini tidak ada jalan lain kecuali dengan perang. Bersiaplah!”……


















13
WIBISANA
PENGKIANAT

Prabu Rahwana tidak tahu, kalau Wibisana adiknya adalah seorang pemakai ganja, hampir tidak bisa dipercaya bahwa adik seorang Raja Gung Binatoro  yang jadi panutan rakyatnya dalam segala hal, tidak tahunya mempunyai seorang adik yang menjadi budak narkoba. Pada waktu itu Wibisana masih sangat muda, usianya menginjak 17 tahun, sering ikut datang di Paseban agung dan selalu tertidur, sehingga menjadi tertawaan para Raja bawahan, Menteri, Bupati dan Punggawa Negara. Dengan kasih sayang Kumbokarno mengangkatnya dan membawanya masuk kedalam bilik dan diletakkan dipembaringan.
Awalnya Sarpakenaka-lah yang mengetahui adiknya memakai obat-obat terlarang ini, diperhatikan seluruh fisiknya mulai dari mata yang kemerah-merahan dan sering basah seperti menangis, pupil matanya lebar, tidak tahan cahaya terang dan lebih suka dalam ruangan remang-remang, mulut kering dan lidah gemetaran, nafas cepat dan agak pendek, tangan dan kakinya kering dan dirasakan sangat berat seperti batu, wajahnya pucat badan kusut, tanda-tanda bekas suntik yang sering infeksi. Kemudian perilakunya yang acuh tak acuh mengenai penampilan, pakaian, kebersihan badan, makan tidak teratur. Sukar berkonsentrasi, kemunduran disiplin, kemunduran berprestasi, menurunnya rasa tanggung jawab dan sering melamun. Sering silaf mata, pendengaran, sering berhalusinasi. Dalam keadaan ketagihan, seperti seorang yang bingung atau seperti orang yang tidak waras. Keadaan Wibisana yang demikian maka segera Sarpakenaka melaporkan kepada kakaknya Prabu Rahwana. Kemudian Sarpakenaka diperintahkan untuk menyelidiki atas tindak pidana narkotika secara benar dan tuntas.
Dan setelah dilacak Wibisana tidak hanya pemakai narkoba saja, tetapi dia terlibat lebih jauh lagi yaitu menjadi salah satu anggota pengedar-pengedar narkotik di Alengkadiraja. Perdagangan narkotika memang membawa keuntungan luar biasa, dan karena itu syndikat-syndikat tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk menyuap, sehingga susah sekali ditanggulangi penyelundupannya. Korban banyak berjatuhan terutama generasi muda, sulit untuk disembuhkan jika sudah ada ketergantungan narkotik memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dan hasilnya sering sangat mengecewakan.
Prabu Rahwana risau, dewasa ini sedang menghadapi tugas-tugas pembangunan yang berat sejalan dengan kemajuan yang dicapai dari hasil pembangunan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun disatu pihak masih ada masalah dengan perseteruannya dengan Ramabadra, tentang keinginan Shinta minta suaka untuk tinggal di Alengkadiraja, yang mana sewaktu-waktu Ayodya bisa melakukan penyerangan ke Alengkadiraja. Dan masalah tersebut diatas belum rampung, masih ditambah masalah intern keluarga, kasusnya Wibisana dengan penyalahgunaan obat narkotika dan minuman keras, sehingga bisa menimbulkan kerawanan dipelbagai bidang, bahkan keresahan-keresahan didalam masyarakat luas. Ada perasaan bersalah pada diri Prabu Rahwana didalam membimbing adiknya Wibisana yang terlalu ia manjakan. Semua keinginan Wibisana selalu ia turuti, sehingga Wibisana menjadi nakal. Sang ibu Dewi Sukesi sengaja tidak diberi tahu tentang kasusnya Wibisana, diusia yang sudah lanjut harapan Sang Prabu tidak ingin ibunya mengetahui khawatir akan terpukul jiwanya sehingga bisa berakibat hal-hal yang tidak diinginkan.
Prabu Rahwana memperhatikan dengan seksama baik bentuk maupun meluasnya penyalah-gunaan narkotika tersebut diduga cenderung dipergunakan sebagai alat politik dan subversi untuk menggagalkan segala upaya pembinaan dan pengembangan bangsa dan Negara terutama generasi muda. Dan ini tidak bisa dibiarkan, sebab bisa berkembang menjadi bahaya nasional yang dapat mengancam seluruh aspek kehidupan serta kelangsungan hidup bangsa.
Narkotika adalah berbagai jenis obat, yang kalau diisap, diminum, dimakan atau disuntikan berulangkali dan dalam waktu yang cukup lama, menimbulkan kelainan yang menjurus kerusakan susunan saraf pusatnya yaitu otak dan sumsum tulang belakang. Jenis-jenis obat itu digolongkan psikofarmaka atau obat yang berpengaruh terhadap psikes seseorang yang memakainya, ialah ganja atau mariyuana, opium atau candu, morfin, heroin, kokain, obat nirozepan tergolong hipnotika, dan obat-obat amfatamine yang sering disalah gunakan para olah ragawan professional yang dikenal dengan istilah doping. Alcohol juga setaraf dengan ganja, menimbulkan kerusakan badan, menurunkan daya fikir dan merusak jaringan otak. Korban narkoba dapat menjadi jahat, jika dalam ketagihan ia tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan ganja. Dalam keadaan demikian itu ia dapat melakukan segala cara untuk mendapatkan uang guna membeli ganja, misalnya mencuri, korupsi, menjambret, merampok dsb.
Suasana di Kutarunggu, Resi Wasista tampak gusar setelah mendapat laporan Resi Mitra,

….”ketiwasan kakang Resi, rupa-rupanya Prabu Rahwana berhasil mengendus pergerakan kita, Wibisana dalam kondisi “fly” nyerocos membuka rahasia jaringan-jaringan narkotika,….saya khawatir akan terbuka kedok kita.”……
Resi Mitra gugup melaporkan perkembangan jaringannya di Alengkadiraja
…..”kalau begitu segera putus penghubung kita agar tidak terlacak dan hanya berhenti hingga disitu saja!”…..
perintah Resi Wasista,
 ….”kemudian buat Wibisana akan selalu bergantung kepada kita, buatlah penghubung-penghubung baru dan yang lama lenyapkan saja!…..
Resi Mitra kemudian memerintahkan kepada pembantu-pembantu kepercayaannya untuk melaksanakan instruksi Resi Wasista yang baru. Resi Mitra kembali menemui Resi Wasista dan mendengarkan perintah-perintah atasan berikutnya,
……”Sekarang ini kami sedang memikirkan tentang perang mendatang melawan Alengka, pertama kita rangkul Wibisana kita jadikan dia kunci terakhir buat kemenangan kita, kedua adalah buat propaganda kasusnya Shinta sebagai skandal Rahwana yang akan kita sebar luaskan sampai berhasil menciptakan opini public menilai negatip keduanya dan berakhir meniupkan api kebencian terhadap Alengkadiraja atau sebaliknya juga kebencian terhadap Ayodya, dengan demikian akan terbentuk dengan sendirinya blok Alengka dan blok Ayodya, sedangkan mereka yang bersikap netral kita perangi untuk memaksa mereka bergabung dengan salah satu blok itu dengan begitu makin jelas musuh-musuh yang akan kita hadapi nantinya. Ketiga ialah untuk mencapai tujuan akhir melawan Alengka, kita harus berani melakukan cara yang menyedihkan……….dengan menumbalkan sebagian rakyat kita sendiri,……. sehingga kita bisa mendapatkan alasan yang cukup untuk menarik simpati dan dukungan dari dunia pada umumnya satu sisi dan para tokoh militer yang terlibat perang. Tumbal ini mungkin mencapai ribuan nyawa rakyat kita dan kita sendiri yang akan melakukan pembunuhan terhadap mereka agar kita bisa melempar tuduhan terhadap pihak lain. Ini pekerjaan dibawah tanah, dan Ramabadra jangan diberitahu dulu!”….
Resi Wasista berhenti sejenak mengambil nafas kemudian,
….”issu skandal Rahwana saja tidak cukup untuk memulai perang dan pasti kita kalah melawan kekuatan militernya Alengkadiraja, target keempat adalah penghancuran system ekonomi pada Negeri-negeri Pedamaian, buat pemerintahan mereka mengalami deficit dengan demikian maka suplai uang-uang baru sejumlah besarnya deficit akan dikeluarkan,…….sementara uang baru tersebut berputar dalam kegiatan ekonomi yang menyebabkan kenaikan upah dan harga, maka timbul gejolak inflasi atau kekacauan ekonomi. Para pengusaha dan serikat buruh akan saling baku hantam, peristiwa tersebut tak mungkin bisa terkendali kalau tidak ada tangan-tangan otoriter, kalau tidak rakyat yang punya kendali didalam kebebasan ekonomi…… Dan apa yang terjadi, yaitu perpecahan diantara mereka. Nah, pada saat itulah Batara Sri dan kita akan masuk sebagai pahlawan untuk mengumpulkan serpihan-serpihan dan menyatukan kedalam barisan kita untuk melawan Alengkadiraja…..Dan Resi Mitra nanti pada saatnya, aku suruh kamu kembali ke Gangga menemui Batara Sri untuk meminta bantuan pendanaan untuk urusan ini”…….
Senja di Kesatrian Alengka, dengan penuh kesabaran Sarpakenaka bertanya kepada adiknya Wibisana,
…..”adikku Wibisana, sebenarnya apa yang terjadi denganmu sehingga kamu melakukan perbuatan-perbuatan tercela bergaul dengan narkoba bahkan kamu terlibat didalam pengedaran ganja itu sendiri, kakak-kakakmu semuanya menyayangi kamu, lihat hidupmu selalu berkecukupan, tapi mengapa kamu memilih jalan yang sesat,”…..
Wibisana menjawab dengan ketus,
….”mana kakak pernah memperhatikan aku, kakak sibuk dengan urusannya sendiri, aku ini sudah besar tapi kakang Prabu tidak memberiku peran apa-apa dinegeri Alengkadiraja ini, aku selalu diperlakukan seperti anak kecil terus,”……
Sarpakenaka tersenyum dan
….”adikku tersayang, kamu jangan salah mengerti, kakak-kakakmu justru memberi kesempatan kamu dengan bebas untuk menentukan pilihanmu, apakah ingin jadi wiraswasta atau masuk di pemerintahan, tapi dengan syarat selesaikan dulu pendidikanmu di Kesatrian, tapi kamu sering mangkir sehingga pendidikan di Kesatrian belum kamu selesaikan hingga sekarang, kakak kan juga sudah mengarahkan kamu untuk mengurusi Kepemudaan dan Karang taruna yaitu urusan kegiatan-kegiatan para pemuda dan remaja dan olahraga di Alengka ini sebagai ajang latihan kamu bermasyarakat, hasilnya sampai dimana?”…

Wibisana hanya diam, dan dengan sempoyongan berlalu keluar meninggalkan Sarpakenaka sendiri. 
Sarpakenaka berhasil membongkar seluruh jaringan pengedar narkotika di Alengkadiraja. Para agen narkoba dan pemakainya mendapat hukuman setimpal sesuai hukum peradilan yang berlaku. Tidak terkecuali Wibisana adiknya sendiri. Wibisana dinyatakan bersalah oleh hakim pengadilan negeri, kemudian ia dibawa ke penjara khusus untuk kejahatan narkotika, disana ada bagian rehabilitasi bagi pemakai-pemakai narkoba dan pembinaan mental.
Sepuluh tahun Wibisana terpaksa mendekam dipenjara, perlakuan yang menimpa dirinya bukannya menjadikan dia sadar, malahan Wibisana punya perasaan dendam kepada kakak-kakaknya. Wibisana merasa kakak-kakaknya tidak menyayanginya karena tidak mau membebaskannya dari hukuman peradilan. Apalagi setelah mendengar isterinya meninggal dunia karena depresi tertekan batinnya karena malu atas tingkah laku suaminya, sehingga ia jatuh sakit kemudian meninggal dunia selagi Wibisana masih berada didalam penjara. Dengan meninggalkan seorang puteri yang masih kanak-kanak bernama Trijata. Rasa benci Wibisana kepada keluarganya semakin bertambah.
Padahal tidak demikian! Puteri tunggal Wibisana setelah ibunya meninggal dunia, Trijata diasuh oleh Prabu Rahwana dengan baik, dengan kasih sayang seperti anaknya sendiri, segala kebutuhannya dicukupi termasuk pendidikannya. Wara Trijata tak ubahnya seperti ayahnya, nakal dan manja.
Disuatu lorong gelap didaerah pinggiran kota Kutagara Alengka, muncul seseorang datang mengedap-edap jalannya masuk kedalam lorong tersebut, langkahnya sangat hati-hati, tengok kanan kiri sepertinya ada yang ia cari. Disudut bangunan gudang tua pada lorong tersebut telah menanti seseorang yang dicarinya,
……”amankah situasinya Wibisana?”…..
tanya orang tersebut, dan dijawab Wibisana,
….”stt jangan berisik, ayo langsung kita masuk kedalam gudang lewat pintu samping,.….bagaimana Resi, sudah kamu bawa barang yang aku pesan, cepat berikan padaku.”…..
setengah berbisik Sang Resi menjawab,
….”tunggu dulu Wibisana, ganja ini aku bawakan hanya cukup buatmu, sedangkan untuk yang lain akan aku berikan setelah kau penuhi syarat-syarat yang aku minta, begini syarat pertama adalah yang harus kamu lakukan ….sst….(berbisik)…sstt….sst…sehingga Shinta menjadi bangkrut, dan syarat yang kedua kamu berikan informasi segala persiapan-persiapan perang menghadapi Ayodya  dan pertahanan Alengka, dan jika Ayodya berhasil memenangkan peperangan melawan Alengka, maka Ramabadra tidak keberatan mengangkatmu menjadi Raja di Alengka menggantikan kakakmu Rahwana, bagaimana setuju?”…..
Wibisana diam dan hanya mengangguk tanda setuju,
…..”wah, aku bakal jadi Raja Alengkadiraja, kenapa tidak?”…..
Wibisana terbuai bujukan Sang Resi. 
Sepuluh tahun kemudian semenjak Shinta tinggal di Alengkadiraja, negeri Alengka sering mendapatkan terror-teror dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab sengaja melakukan pengrusakan pada fasilitas-fasilitas umum, sehingga membuat keresahan masyarakat Alengkadiraja.

Berkaitan dengan masalah itu maka Prabu Rahwana meminta Patih Prahasta untuk memanggil semua petinggi-petinggi kerajaan berkumpul di Sitinggil Alengkadiraja, untuk diadakan rapat pertemuan. Hadir disana para Raja bawahan, Menteri-menteri, Bupati-bupati dan para Pangeran-pangeran mulai Patih Prahasta, Kumbokarno, Sarpakenaka dan Wibisana. Tapi ada juga yang tidak hadir yaitu raja-raja dari Ayodya, Lokapala, Mahendra, Kutarunggu, dan Mantili. Prabu Rahwana melihat tidak lengkapnya para Raja dari Negeri-negeri Perdamaian, ia merasa prihatin sepertinya merupakan firasat perpecahan bangsa mulai dirasakan, dengan tidak hadirnya Raja-raja dari negeri seberang lautan. Ini pertanda serius bahwa mereka sudah bulat mbalelo terhadap perjanjian yang pernah mereka buat dulu sewaktu Prabu Sumali memerintah Alengka.
Terjadi perdebatan sengit, mempermasalahkan keberadaan Shinta di Alengka diraja sebagai alasan penyebab malapetaka yang menimpa sebagian masyarakat Alengkadiraja, Wibisana tampil memberikan kritikan kepada kakaknya Prabu Rahwana,
….”seperti yang semua orang tahu bahwa telah beredar kabar tentang issu perselingkuhan Prabu Rahwana dengan Dewi Shinta, disini kami ingin menanyakan kepada kakang Prabu, apakah benar seorang Raja Gung Binatara Alengkadiraja berbuat skandal yang memalukan dengan isteri orang?”…..
Prabu Rahwana dalam batin marah dengan pertanyaan adik kecilnya yang sedikit tidak sopan, tapi karena sayangnya pada Wibisana ditahannya rasa marahnya itu,
……”itu tidak benar adikku, sekali lagi kepada semua yang hadir disini….ini pernyataanku, bahwa issu yang beredar itu adalah suatu kebohongan yang ingin memecah belah diantara kita,”….

semacam klarifikasi sebagai bantahan atas issu-issu yang telah beredar keseluruh dunia dongeng
…..”tapi kakang mencintainya bukan?”…..pertanyaan yang tidak terduga keluar dari mulut adiknya Wibisana
membuat Prabu Rahwana blingsatan sulit untuk menjawab, pertanyaan yang sangat pribadi memang tidak perlu jawaban sebab yang tahu cukup hanya Prabu Rahwana dan Shinta
……”Alengkadiraja bakal hancur hanya gara-gara cinta Kakang Prabu dengan Dewi Shinta, persengketaan antara Alengka dengan Ayodya tidak akan terjadi jika Dewi Shinta dikirim pulang ke Ayodya, kembalikanlah Kakang! Dewi Shita biar bersatu kembali dengan suaminya  Ramabadra……cinta adalah urusan perasaan jangan dicampur adukkan dengan pikiran dan penalaran, subyektif sifatnya…..dan…” ……
Prabu Rahwana memotong apa yang dikatakan Wibisana,
…..”cukup Wibisana aku sudah mengerti apa yang kamu maksudkan, kembali ketempatmu!”….
sedikit marah Prabu Rahwana, seperti dipermalukan dihadapan para undangan dan
…..”Sarpakenaka, tolong panggilkan Dewi Shinta untuk menghadapku di pertemuan ini!”……
Sarpakenaka beranjak menuju ke Taman Soka menjemput Dewi Shinta dikediamannya.
Pada pertemuan tersebut Shinta menanggapi ucapan Wibisana dengan marah,
.”Saya telah berhasil membebaskan diri dari kebiadaban yang dilakukan Ramabadra dengan adiknya Lesmana, dan apakah saya harus dikembalikan kekandang macan hanya untuk menyenangkan hati tuan-tuan agar tidak mendapat kerepotan dari keganasannya Ramabadra? Mengapa diri tuan-tuan tidak berani melawan nafsu keangkara murkaan, baik itu yang ada pada diri tuan-tuan maupun Ramabadra, malahan tuan-tuan memanjakannya, dimana hati nurani tuan-tuan?......
dengan menggebu-gebu Shinta menyangkal semua tuduhan Wibisana,
…..”betapa kejamnya tuduhan itu menyatakan bahwa saya berselingkuh dengan Prabu Rahwana yang sangat saya hormati, dimata saya beliau seperti orang tua saya, membantu saya selayaknya tuan-tuan memperhatikan putera-puteri tuan. Sekali lagi saya tegaskan dipertemuan ini bahwa saya tidak pernah melakukan hal-hal seperti yang orang tuduhkan kepada kami, titik!.....Dan kekacauan itu….Coba tuan-tuan perhatikan kekacauan dinegeri ini, terjadi beberapa kali pengeboman disana-sini, tidak hanya fasilitas umum saja yang dirusak tapi  sasaran utama pengrusakan itu sebagian besar menimpa pada pabrik-pabrik dan sarana vital,….coba perhatikan hampir semuanya penghancuran itu terjadi pada sarana-sarana usaha yang saya kelola. Apakah hal itu secara kebetulan ataukah sengaja direncanakan? Perlu tuan-tuan ketahui, dari nol usaha itu saya bangun dengan awal bermodalkan sebuah mesin jahit pemberian Prabu Rahwana, kemudian berkembang maju dan melibatkan masyarakat di Alengkadiraja sehingga usaha itu menjadi besar dan maju. Berbagai usaha bisa kami kembangkan, sehingga bisa merekrut ribuan tenaga dari berbagai disiplin. Usaha tersebut sudah berjalan hampir limabelas tahun dan keberhasilan usaha itu bisa memberikan keuntungan dan mensejahterakan ribuan karyawan khususnya dan rakyat Alengka umumnya. Sekarang…hangus tinggal puing-puingnya saja, pengangguran dimana-mana, dan saya khawatir ini akan berdampak munculnya kejahatan jika tidak segera ditanggulangi….….baiklah, jika tuan-tuan tidak bisa membantu saya untuk tinggal disini, saya akan melakukan sendiri melawan Ramabadra dan sekutunya sampai titik darah penghabisan”…..
Prabu Rahwana terkejut mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Shinta,
….”oh tidak Shinta, kamu tidak bisa melakukannya sendiri, coba akan aku tawarkan kepada semua yang hadir disini, siapa yang bersedia membantu Dewi Shinta melawan kriminalis Ramabadra dan sekutunya agar tetaplah tinggal di Balairung, dan siapa yang tidak bersedia silahkan keluar dari ruangan ini?”…..
demikian ucapan Prabu Rahwana dan hampir semua Raja-raja bawahan yang hadir setuju untuk membantu Shinta, kecuali Raja Carang Soka dan Raja Parang Garuda dari negeri seberang lautan, segera berpamitan meninggalkan ruangan, sebagai isyarat tidak bersedia membantu Shinta
…..”maafkan kami sinuhun Prabu Rahwana, kami akan kembali membantu Alengkadiraja tetapi tidak untuk kepentingan Dewi Shinta, sekali lagi maafkan kami sinuhun.”
Kedua Raja seberang lautan dengan pasukan pengiringnya yaitu Raja Carang Soka dan Raja Parang Garuda didalam perjalanan pulang kenegerinya setibanya dipelabuhan Mahendra disergap pasukan tak dikenal. Terjadilah pertempuran  sengit dipelabuhan itu, perlawanan pasukan pengiring Raja Carang Soka dan Raja Parang Garuda jumlahnya tidak seimbang dengan musuhnya yang jauh lebih banyak, maka Raja Carang Soka berusaha menghindar dan cepat-cepat melompat keperahu dan balik ketengah laut menyeberang kembali kearah Alengkadiraja, sedangkan Raja Parang Garuda tidak sempat menghindar terpaksa melanjutkan perlawanan dan pasukannya mulai terdesak berusaha bertahan mati-matian melawan pasukan tak dikenal tersebut.
Tiba-tiba dari arah bukit datang pertolongan, jumlahnya banyak pasukan berkuda datang menyerbu membantu pasukan Raja Parang Garuda yang semakin terdesak. Mereka adalah pasukannya Hanila dan Kapi Jembawan dari Kerajaan Gua Kiskendo. Dengan gagah berani mereka berhasil menumpas habis pasukan-pasukan musuh tak dikenal tersebut. Dan pasukan pengiring Raja Parang Garuda terselamatkan meskipun ada beberapa yang terluka,
…..”apakah tuan baik-baik saja?”….
sapa Hanila kepada Raja Parang Garuda, dan Sang Raja menjawabnya,
….”terimakasih hei anak muda, siapakah nama kamu dan imbalan apa yang kamu inginkan dariku, sebagai tanda terima kasihku?”...
dan Hanila memperkenalkan dirinya,
.”namaku Hanila putera Prabu Sugriwa dan ini pamanku Kapi Jembawan, kami dari Gua Kiskendo sedang melakukan perjalanan menuju Kutrunggu, kebetulan lewat ke Mahendra melihat tuan teraniaya oleh gerombolan-gerombolan suruhannya Prabu Rahwana yang sering melakukan terror dan kerusuhan diwilayah sini, maka begitu kami tahu mereka beraksi itu langsung kami perintahkan penyergapan untuk meringkus mereka.”….
penjelasan Hanila sedikit provokatif tentang Alengka,
….”kami tidak meminta imbalan, tapi kami hanya ingin dengar pendapat tuan tentang kasusnya Dewi Shinta isteri sinuhun Ramabadra yang diculik Prabu Rahwana, andaikan peristiwa tersebut menimpa pada keluarga tuan yaitu isteri tuan yang diculik, terus apa yang musti tuan perbuat?”….
dalam hati Raja Parang Garuda muncul kebimbangan, mana yang benar Shinta diculik ataukah Shintanya sendiri yang pergi, tapi mengapa sampai demikian seriusnya Ramabadra membelanya, pasti dia merasa benar. Ada pepatah sedumuk bathuk senyari bhumi dipun labeti pecahing dhadha wutahing lidira ada benarnya dia melakukan perlawanan dengan Alengkadiraja,
……”baiklah Hanila, sampaikan rajamu bahwa aku bersimpati dengan apa yang ia lakukan, dan sebagai imbalan terimakasihku aku bersedia membantu didalam peperangan melawan Alengkadiraja demi keadilan,”…..
demikian pernyataan Raja Parang Garuda kepada Hanila dan Kapi Jembawan. Hanila dan Kapi Jembawan saling berpandangan dan tersenyum punya arti sendiri,
….”baiklah tuan, apa yang tuan janjikan akan kami sampaikan kepada sinuhun Ramabadra, dan pada saat yang tepat diperlukan nanti kami akan memberi tahu tuan secepatnya, selamat jalan dan salam hormat kami tuan,”
kemudian Raja Parang Garuda berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya kembali dikerajaannya
…..”yes…yes! kita berhasil perdayakan dia Paman, meskipun terpaksa harus mengkorbankan orang-orang kita mati terbunuh sebagai tumbal, babak berikutnya peristiwa ini akan kita sebar luaskan kepada dunia bahwa Alengka telah melakukan penyerangan ke Mahendra. Dengan demikian inilah sebagai alasan Ayodya melakukan pembalasan menyerang Alengka…ha…ha…”
maka berangkatlah Hanila dan Kapi Jembawan melaksanakan aksi berikutnya.
Alengkadiraja, Patih Prahasta sedang duduk diruang kerjanya, sambil membalik rontar-rontar yang ada dimejanya dibacanya laporan-laporan dari Negeri-negeri Perdamaian tetang berbagai hal menyangkut ketata-negaraan. Sudah jadi kebiasaannya, kalau tidak ada soal-soal penting yang segera diselesaikan, maka banyak waktunya dimanfaatkan berdiam diruang kerjanya untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan rutin yang telah dijalankannya.
Tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh ketukan pintu dan nyelonongnya salah satu punggawanya dan menyusul dibelakangnya adalah Raja Carang Soka datang menemuinya dalam keadaan terluka pada tangannya. Setengah berjingkat Patih Prahasta menerima tamu mendadak pada situasi yang tadinya tenang dan kemudian berubah mendadak menjadi heboh
…..”apa yang terjadi sinuhun Raja Carang Soka kok sampai terluka seperi ini?”….
Patih Prahasta menyambutnya Raja Carang Soka membawanya ke pembaringan untuk diobati
….”pelayan tolong panggilkan dokter untuk menolong sinuhun Raja Carang Soka cepat!”…..
sementara menunggu datangnya dokter, Sang Raja Carang Soka menceriterakan hal ihwal kejadian yang menimpa dirinya,
….”mereka berseragam hitam-hitam tiba-tiba datang menyerang kami di Mahendra, kekuatan kami tak seimbang maka kami putuskan untuk menghindar lari kemari. Sedangkan Raja Parang Garuda bertahan,…dan kami tidak tahu nasib mereka selanjutnya!”…..
demikian Sang Raja menuturkan kisah buruknya di Mahendra,
…..”tenang, tenang sinuhun yang jelas mereka yang menyerang paduka itu bukan pasukan Alengka, sebab paduka sendiri mengetahui bahwa Ayodya, Mahendra dan sekutunya telah menyatakan keluar dari perkesemakmuran Negeri-negeri Perdamaian,…baik hal ini segera aku laporkan kepada baginda Prabu Rahwana agar ditindak lanjuti, sinuhun istirahat dulu disini menunggu dokter merawat luka-luka sinuhun,”…..
Patih Prahasta meninggalkan Raja Carang Soka segera berangkat ke istana menemui Prabu Rahwana.
Dipendapa Patih Prahasta bertemu Sarpakenaka yang sedianya juga akan menghadap Prabu Rahwana, mereka dikawal punggawa memasuki Balairung, disana sudah ada Sang Prabu sedang berbincang-bincang dengan Kumbokarno dan Wibisana,
….”Paman Patih Prahasta dan adik Sarpakenaka silahkan masuk, ada berita apa kok terlihat wajah kalian tegang?”….
Sang Prabu menyambutnya
…..”ananda Prabu terimalah salamku, ada hal penting saya laporkan kepada ananda, kejadian menimpa pada Raja Carang Soka dan Raja Parang Garuda diserang oleh kelompok orang tidak dikenal di pelabuhan Mahendra terjadi kemaren sewaktu kedua Raja tersebut pulang meninggalkan Alengkadiraja,”…..
dan Sarpakenaka sebagai kepala Polisi Alengkadiraja juga menyampaikan laporan,
….”benar kakang Prabu, dari laporan anak buah saya sepertinya kita difitnah, penduduk yang menyaksikan pertempuran itu mengatakan bahwa penyerang-penyerang tak dikenal itu adalah pasukan ninja dari Alengkadiraja yang dikirim untuk tujuan menyerang Ayodya.”….
Prabu Rahwana tanggap dengan kejadian-kejadian itu maka segera memberi instruksi,
…….“paman Prahasta dan adik Kumbokarno nyatakan mulai hari ini negeri Astinadiraja dalam keadaan siaga satu, persiapkan wadyabala tentara marinermu diperbatasan pantai di Suwelogiri, dan armada laut selalu siaga didalam penjagaan perairan Alengka. Dan adik Kumbokarno atur Logistik dengan baik jangan sampai ada kekurangan. Dan kamu Wibisana inilah saatnya kamu ikut membantu kakakmu Sarpakenaka untuk mengatur perlindungan dan kesehatan bagi para Wanita dan anak-anak. Dan para Raja dan menteri bersiaplah dibagianmu masing-masing dan bekerjasamalah saling mendukung jika ada yang membutuhkan bantuanmu, nah mulai hari ini kami umumkan bahwa Alengkadiraja siap berperang melawan Ayodya dan sekutunya.”……
suasana di Balairung menjadi tegang dan terdiam sepeti tampak pada wajah wajah yang hadir.
Hasil persidangan kilat antara Prabu Rahwana dan para Raja-raja dan menteri-menterinya di Blairung tadi, menelorkan suatu pendapat bahwa peristiwa yang terjadi di Mahendra itu adalah sangat membahayakan. Keputusan Prabu Rahwana langsung ditindak lanjuti oleh pembantu-pembantunya yang melaksanakan tugas dibidang masing masing, antara lain Sarpakenaka segera memerintahkan mengungsikan orang-orang sipil warga Alengka yang berada diwilayah Mahendra dan sekitarnya. Kumbokarno tidak kalah sibuknya mengatur kebutuhan amunisi serta bantuan berujud bahan makanan secepat-cepatnya guna mensuplai tentara dan rakyat Alengka. Sedangkan Patih Prahasta mengirimkan selekas mungkin pasukan-pasuka keperairan Suwelogiri untuk berjaga-jaga bila terjadi serangan mendadak dari Ayodya.
Sehari seusai pertemuan di Balairung istana, secara diam-diam Wibisana pergi meninggalkan istana, tujuannya menemui kelompoknya bawah tanah ditempat biasanya mereka bertemu. Disana sudah menunggu Resi Mitra dan Hanggada putera Resi Subali, biasa setelah serah terima obat-obat narkotika kepada Wibisana, sekarang giliran Wibisana untuk  menyampaikan berita-berita penting yang semestinya menjadi rahasia Negara yang tidak boleh disebar luaskan.
Terdorong keinginannya untuk bisa menjadi raja, berbagai cara Wibisana tempuh untuk menggulingkan kedudukan Rahwana dari singgasana Alengkadiraja. Bahkan Wibisana tega khianati Negara sendiri. Semua rahasia Negara dia bocorkan kepada Ramabadra melalui kurir-kurirnya, dengan janji imbalan tahta Alengkadiraja nantinya jika Rahwana berhasil digulingkan. Pasukan Ramabadra bilamana menyerang Alengka, Alengka pasti akan hancur.
Kutarunggu, telah berkumpul pula sekutu-sekutu Ramabadra antara lain Raja-raja dari Ayodya yaitu Prabu Barata, Mantili yaitu Prabu Janaka, Guo Kiskendo yaitu Prabu Sugriwa, Mahendra, Kutarunggu dan Parang Garuda tak ketinggalan para Pangeran muda-muda yaitu Lesmana, Anoman, Hanila, Jaya Hanggada dan para perwira Wadyabala Ayodya yaitu Kapi Jembawan, Winata, Sutabali, Hindrajanu, Danurdara, Wisangkata. Hadir juga para Resi yaitu Resi Wasista dan Resi Mitra. Pertemuan itu memang sudah direncanaka di Kutarunggu dan tidak di negeri Ayodya.
Ramabadra memimpin rapat pada pertemuan tersebut, sedikit otoriter segala rencananya tidak boleh diubah sedikitpun, tapi ia juga mau mendengarkan pendapat kawan, tapi kemudian dengan halus dan sangat pandai ditolaknya, sehingga akhirnya pendapat Ramabadralah sebagai pemenangnya. Anehnya mereka yang kalah berdebat itu tidak pernah merasa sakit hati. Malahan kemudian mereka jadi pendukung yang baik dari rencana yang tadinya ditentang habis-habisan.
Ramabadra menguraikan rencananya,
….”dari Mahendra kita bangun tanggul penyeberangan lurus kearah pelabuhan Suwelagiri, disamping berfungsi untuk menyeberangkan bala tentara kita ke Alengka, keberadaan tanggul tersebut akan menutup jalur pelayaran negeri-negeri seberang yang akan berdagang menuju ke Alengka yang biasa masuk melalui pelabuhan Suwelogiri, dan ini akan merupakan shok terapi bagi perekonomian Alengkadiraja. Situasi yang tidak kondusif kita ciptakan di Alengka diraja melalui kaki tangan kami yang sudah berada di Alengka yang siap melakukan aksinya dengan sabotase-sabotase pada pertahanan vital Alengkadiraja.”….
Ramabadra menghela nafas dan kemudian melanjutkan lagi membeberkan rencananya,
…..”dengan terbangunnya tanggul penyeberangan ini punya arti yamg sangat penting, ini artinya Suwelagiri akan jatuh ditangan kita, dan dengan menguasai Suwelagiri artinya Kutagara Alengka akan jatuh ditangan kita, berikutnya dengan terkuasainya Kutagara Alengka artinya seluruh negeri Alengka diraja akan takluk kepada kita, dan dengan takluknya Alengkadiraja artinya seluruh Negeri Perdamaian akan tuduk pada perintah kita…..dan satu hal yang perlu kalian jaga didalam koordinasi didalam tugas masing-masing yaitu persatuan, didalam koordinasi akan kelancaran logistic, obat-obatan dan amunisi. Dari pengalaman dan sejarah peperangan kerap memberikan bukti-bukti kehancuran yang diderita oleh pasukan tempur digaris depan, biasanya hanya disebabkan oleh putusnya hubungan antara pasukan tempur dengan induk pasukan yang mensuplai bahan makanan, obat-obatan, senjata-senjata amunisi dan tambahan pasukan baru yang masih segar bugar, camkan ini!”….
Ramabadra berhenti sejenak menanti kalau ada yang ingin bertanya, tidak ada kemudian ia lanjutkan instruksi-instruksi kepada pada Raja-raja dan Wiratama,
…..”tugas pembangunan tanggul kami serahkan Prabu Sugriwa bersama wadyabalanya, dan logistic kami percayakan adikku Prabu Barata, sedangkan urusan  strategi penyerangan sebagai Manggalayuda saya percayakan adikku Lesmana, para Raja-raja sebagai senapati perang dan menteri-menteri terkait agar mengikuti perintahnya. Bala tentara gabungan ini saya namakan prajurit-prajurit Bala Rama!”….
selesai memberi instruksi Ramabadra kembali menemui Resi Wasista dan para Resi yang lain,
……”semuanya sudah kami atur, sekarang bagaimana tentang biaya-biaya untuk mengurus semuanya itu eyang Resi? Kalau semuanya dibebankan dari sumbangan sumbangan Negara-nergara bawahan pasti mereka keberatan karena kebanyakan rakyat mereka miskin. Apakah eyang Resi ada solusi untuk masalah ini?”…..

permintaan bantuan dana yang disampaikan Ramabadra memang dinanti-nanti oleh Resi Wasista, dengan demikian jika dipenuhi artinya kendali Ramabadra dan pasukannya berada ditangannya.
Resi Wasista tahu benar, kebanyakan pemerintah-pemerintah kerajaan mendapatkan uang dalam jumlah yang sangat besar dari penarikan pajak dan upeti-upeti dari rakyatnya, tapi sering mereka membelanjakan uang tersebut dalam jumlah melebihi dari pajak-pajak yang mereka pungut, sehingga mereka terpaksa harus meminjam, yang berakibat Negaranya punya hutang dan tiap sen uang yang dipinjam dengan bunga tertentu.
Seperti layaknya sebuah bisnis tak satupun Raja atau pemerintah dapat pinjaman kecuali bersedia menyerahkan kepada kreditor beberapa bentuk kekuasaan sebagai jaminan. Sehingga kreditor mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kebijakan Raja dalam pemerintahannya. Jika Raja-raja tersebut melenceng dari garis kebijaksanaannya, maka kreditor tidak ragu-ragu membiayai musuh atau pesaingnya yang siap menggulingkannya.
….”tidak masalah berapapun yang kamu butuhkan akan aku usahakan, tapi ada syaratnya….apakah kamu sanggup untuk memenuhinya?....
mulailah Sang Resi memberikan penawaran dengan suatu persyaratan rinci yang mengikat dan Ramabadra menyanggupinya
….”nah Ramabadra, kita sudah saling sepakat dan dana itu akan aku berikan pekan depan.”….
Setelah Ramabadra berlalu, maka Resi Wasista memanggil Resi Mitra,
….”Resi Mitra, besuk pagi berangkatlah kamu ke Gangga temui Batari Sri, sampaikan pesanku bahwa dana yang aku butuhkan agar bisa dititipkan kepadamu Resi.”….

lengkap sudah segala persiapan guna keperluan biaya-biaya peperangan telah disiapkan Resi Wasista, tinggal mengatur pelaksanaannya.






























14
RAMA
TAMBAK

Dengan jalan mengeruk gunung Mahendra, bala tentara dan pekerja Bala Rama dikerahkan Prabu Sugriwa memindahkan tanah dan bebatuan gunung sebagai material urugan. Cikar-cikar ditarik kerbau mengangkut material urugan tersebut kepantai, dan dimulailah pekerjaan pembuatan tanggul penyeberangan Mahendra Suwelagiri. Hutan-hutan ditebang kayunya dimanfaatkan untuk membangun cerucuk ditancapkan kanan-kiri tanggul untuk menahan batu dan tanah dari terpaan ombak laut. Sesekali Ramabadra dan Lesmana diringi Prabu Sugriwa melakukan inspeksi pekerjaan pembangunan tanggul tersebut, untuk memberi semangat para prajurit dan pekerja tanggul.
Berkali-kali pondasi tanggul bobol karena dirusak oleh berjuta juta gerombolan Yuyurumpung piaraan Dewi Urangayu isteri Prabu Rahwana. Binatang tersebut ditengkarkan dan kemudian sengaja disebarkan oleh Alengkadiraja untuk menggagalkan rencana pembangunan tanggul penyeberangan. Anoman tidak kurang akal mengatasi masalah tersebut, yaitu membasminya dengan getah tuba dari akar-akaran yang dipungutnya dari hutan Mahendra, akibatnya binatang binatang tersebut banyak yang mati dan lari.
Prabu Sugriwa membangun tanggul Mahendra Suwelogiri sesuai dengan rencananya, untuk menyeberangkan pasukan Bala Rama menuju Alengkadiraja. Dan pada saat pembangunan tanggul hamper mendekati daratan Suwelogiri, tiba-tiba saja dikejutkan serangan mendadak dari pasukan Alengkadiraja. Para pekerja dan wadyabala Prabu Sugriwa dihujani anak panah dan bom bom api dari ketapel-ketapel Alengka diseberang daratan Suwelogiri. Perang antara bala tentara Bala Rama dengan tentara Alengka terjadi. Banyak korban yang meninggal terutama dipihak pasukan Prabu Sugriwa.
Peperangan sudah berlangsung satu bulan dan tanggul yang hanya tinggal seratus meter dari daratan belum bisa diselesaikan. Sudah ada ribuan bala tentara monyet dan pekerja Bala Rama dikirim ke tanggul untuk menggantikan pasukan yang mati sebelumnya, dan merekapun mengalami nasib yang sama, mati sia-sia jadi korban pada pertempuran tersebut. Prabu Sugriwa menghentikan pengiriman pasukan dan pekerjanya ke tanggul. Penyerangan balasan ditundanya, masalahnya jika nekat menyerang, berapapun bala tentaranya yang dikirim ke tanggul pasti akan terbunuh dengan sia-sia tanpa bisa melakukan perlawanan apapun. Rupa-rupanya Ramabadra salah perhitungan dalam menentukan strategi pertempuran ini.
Anoman dan Hanila punya gagasan, dicobanya untuk membuat pelindung raksasa semacam tameng yang bisa untuk melindungi para pekerja dan tentara Bala Rama untuk menyelesaikan pekerjaan tanggul tersebut. Selama seminggu pekerjaan pembuatan tameng raksasa berjumlah lima buah itu  akhirnya bisa diselesaikan dan tinggal memasang roda-roda dikanan-kirinya untuk memudahkan membawanya keujung tanggul. Rencananya akan dipasang berurutan dengan jarak tertentu sehingga tidak memungkinkan anak panah musuh bisa mengenai pasukannya yang berlindung dibaliknya, dengan demikian para pekerja bisa bekerja melemparkan bebatuan untuk mengurug tanggul didepannya.

Sementara itu dipertahanan garis depan Alengka di Suwelogiri, Patih Prahasta dibantu para wiratama ada Supawarsa, Anipraba, Prajangga dan Wirapaksa sedang sibuk mengatur posisi pertahanan-pertahanan guna menghadapi musuh yang jauh lebih banyak jumlahnya dibanding penduduk Alengkadiraja. Oleh karena itu didalam menempatkan pasukan-pasukannya harus tepat benar sehingga bisa melakukan penyerangan dengan seefektif mungkin disamping keamanan dirinya sendiri bisa bertahan dari serangan musuh.
Perang adalah perang, begitu jawaban setiap tentara pada umumnya jika ditanya yang menyangkut perikemanusiaan, dan setiap anak panah yang telah dilepaskan dari busurnya tidak pernah menampik korbannya, entah panah tersebut jatuh pada kakek-nenek, ibu-ibu atau anak-anak, orang-orang berjubah, kaum brahmana maupun para Batara betari, semua itu nasib buruk orang-orang tersebut yang mengajak nyawanya melayang. Dan kalau anda seorang anggauta tentara, didalam pertempuran anda akan dibunuh kalau tidak mau terlebih dahulu membunuh musuhnya.
Tapi tidak untuk Patih Prahasta, setiap anak panah yang dilepaskan sang pemilik dari busurnya harus jelas sasarannya, tidak boleh ngawur asal rentang lepas tanpa sasaran yang pasti. Itulah pentingnya selalu diadakan latihan rutin pada setiap personil pasukan pemanah, sehingga tentaranya menjadi penembak jitu disetiap pertempuran, setiap anak panah targetnya adalah satu musuh yang jadi korbannya itu pasti.
Tameng raksasa Anoman dan Hanila siap untuk dipasang, sambil didorong maju kelimanya berurutan diatas tanggul dibarengi pula prajurit dan pekerja Bala Rama berlindung dibelakangnya, dan saat mendekati ujung tanggul pada saat itu juga datang serangan bom-bom api yang ditembakkan pasukan Alengka lewat ketapel-ketapel raksasa dari seberang tepi pantai Suwelogiri, bertubi-tubi serangan itu tepat mengenai tameng-tameng tersebut mengakibatkan tameng yang terbuat dari papan kayu….….jadi hancur berantakan kemudian terbakar, kobaran api membakar tubuh para prajurit pekerja tanggul, korbanpun berjatuhan hangus mati terbakar.
 Tentara yang masih hidup mundur menyelamatkan diri berlindung dibalik tameng yang ada dibelakangnya. Anoman bingung, tidak berkutik, maju kena mundurpun kena. Maka segera diperintahkan untuk menarik pasukannya yang masih selamat untuk meninggalkan tanggul,
…..”kakang Anoman, bagaimana ini, apakah ada jalan lain untuk melanjutkan pembangunan tanggul ini?”....
keluh Hanila setengah putus asa,
…..”sudah lebih tiga bulan pekerjaan kurang 100 meter sulit untuk melanjutkan, ayo kita laporkan saja ke paman Prabu Sugriwa mungkin bisa memecahkan persoalan ini!”….
Malam itu langsung diadakan pertemuan antara Ramabadra, Lesmana, Prabu Sugriwa, Anoman, Hanila dan para wiratama guna membahas pelaksanaan pembangunan tanggul yang terhambat akibat serangan yang bertubi-tubi dari pihak Alengkadiraja, sudah ribuan prajurit dan para pekerja Bala Rama mati sia-sia jadi korban dari serangan tersebut. Pendek kata kali ini Alengka lebih unggul didalam pertempuran, korban dari pihak Alengka boleh dibilang sangat kecil dan kerugian materi tidak seberapa dibanding pihak Bala Rama,
….”tenanglah, jangan panik dan putus asa, strategi coba dirubah, Hanila buatlah rakit besar, dan coba tempatkan diatasnya obor yang besar yang tahan hembusan angin laut yang kencang…..bekerjalah kembali besuk malam!......mulai besuk prajurit dan para pekerja tanggul melaksanakan pekerjaannya dirubah jadualnya pada malam hari,…..dan Anoman tameng-tamengmu dilanjutkan, hanya saja dibagian depannya tambahkan pelepah batang pisang agar tahan api…..tambatkan rakit obor dimalam hari jauh dari pinggir tanggul usahakan jangan sampai hanyut dan obor nyalakan pada malam hari saat para pekerja Bala Rama akan memulai pekerjaannya,…..kebetulan saat ini bulan sabit belum muncul, gelombang pasang belum tiba dan suasana laut menjadi gelap gulita….harapan saya rakit obor bisa mengelabuhi Alengka sehingga mereka akan mengalihkan sasaran tembaknya pada rakit obor yang kalian buat itu….bersamaan itu kerahkan pekerjamu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya meskipun dalam keadaan kegelapan….sebelum fajar rakit obor segera kamu tarik kedarat dan kemudian kamu pasang kembali setiap malam,….begitulah seterusnya, fahamkah akan maksud saya?……semoga berhasil!” ……..
Malam itu bagaikan pesta kembang api, bom bom berapi dilontarkan dari pertahanan Alengka di Suwelagiri semua mengarah kesasaran rakit obor yang dinyalakan Hanila yang terapung di tengah laut jauh dari sisi tanggul. Sementara itu para pekerja tanggul lolos dari incaran bom bom api sehingga dapat melaksanakan pekerjaannya dengan aman meskipun dalam keadaan gelap gulita. Satu meter, dua meter, tiga meter terus dikerjakan dan panjang tanggul semakin bertambah.
Pagi harinya, datang memeriksa daerah medan pertempuran tapi Patih Prahasta terheran-heran  setelah memperhatikan situasi diujung tanggul yang dibangun prajurit pekerja Bala Rama semakin maju tapi terlihat sepi tidak ada seorangpun disana dan tameng-tameng yang berdiri diujung tanggul masih tetap berdiri. Kecurigaan muncul mengapa pengeboman yang bertubi-tubi dilakukan semalam kok tidak ada meninggalkan bekas bekas kerusakan pada tameng-tameng tersebut, lagi pula yang biasanya banyak korban prajurit yang mati tercecer atau menumpuk diujung tanggul atau terapung disisi-sisi tanggul, pagi ini tidak terlihat sama sekali.
Kemudian Patih Prahasta mencoba meneliti peralatan perang pada pos-pos pertahanan Alengka, diperhatikan dengan seksama arah ketapel ketapel
…..”wah ini tipuan, kita kena tipu,”….
para wiratama terbengong bengong melihat pimpinannya bertingkah aneh,
….”hei para wiratama, apakah kalian tidak melihat sesuatu yang aneh diujung tanggul sana, juga lihat ketapel-ketapelmu pada menghadap kemana?.....apakah semalam telah kamu geser arah tembaknya?”…..
para wiratama memperhatikan tanggul yang sepi dan peralatan ketapelnya juga tidak rusak, terus apa yang dimaksud kita kena tipu oleh Sang Patih ? mereka belum menyadari apa yang semalam mereka alami,
….”Wirapaksa, coba tembakkan ketapelmu-ketapelmu pada posisi tetap seperti itu!”….
perintah Patih Prahasta kepada wiratama Wirapaksa, dan ketapel beraksi…..BUM….siuuut…..kropyak, bola api jatuh kelaut disisi jauh dari ujung tanggul,
…..”dan kamu wiratama, tembakkan ketapel-ketapelmu semuanya,  janganlah  kamu geser sedikitpun,”……
dan wiratama  menembakkan dan apa yang terjadi? Bom jatuh persis pada titik tembakan ketapel pertama yang mereka lakukan tadi. Barulah sadar para wiratama kalau mereka salah sasaran, mereka tertipu dengan obor yang menyala ditengah laut, karena keadaannya gelap gulita mereka pikir itulah sasaran tembak yang tepat diujung tanggul dimana prajurit dan pekerja Bala Rama berada,

…..”nah sekarang kembalikan ketapel-ketapel itu kearah semula, sasaran keujung tanggul jangan dirubah lagi!”….
Patih Prahasta memberi instruksi!
Kutarunggu, Prabu Sugriwa dan Lesmana sedang serius membicarakan sesuatu yang amat penting tentang strategi pertempuran melawan Alengka berikutnya
…..”dimas Lesmana, saya minta bantuanmu untuk bisa menghubungi Prabu Barata agar bisa mengirim garuda-garuda Sempati yang terlatih untuk bisa disertakan pada pertempuran ini guna menyokong para prajurit pekerja agar bisa cepat menyelesaikan tanggul penyeberangan ini.”….
dan Lesmana bisa menangkap apa yang sedang dipikirkan Prabu Sugriwa tentang rencana penyerangan berikutnya
…..”baiklah aku akan segera berangkat ke Ayodya menemui kakanda Prabu Barata untuk meminta bantuannya seperti yang kakang Sugriwa inginkan,”….
jawab Lesmana dan berlalu pergi ke kraton Ayodya.
Balai agung Ayodya,
….”dimas Lesmana, baiklah akan aku kirim sepuluh garuda Sempati pilihan guna menunjang penyerangan dari angkasa  ke Alengka, tapi siapa saja nanti yang akan mengendarainya?”…..
Prabu Barata, memenuhi permintaan Prabu Sugriwa. Hari itu juga garuda-garuda itu dikirim ke Mahendra, salah satu garuda Lesmana yang mengendarainya, dikendalikannya garuda Sempati berputar diangkasa dan dari atas dengan jelas bangunan tanggul lurus dari pantai Mahendra menuju ke Suwelogiri dan ujung tanggul tinggal beberapa puluh meter lagi sudah bisa nyambung ke bibir pantai Suwelagiri. Penerbangan diteruskan melakukan pengintaian ke pertahanan pasukan Alengka di Suwelogiri, tampak dari atas senjata ketapel-ketapel raksasa berjajar setengah lingkaran mengarah kesatu titik yaitu ujung tanggul siap menembak mangsanya. Setelah beberapa saat dan cukup waktu untuk mempelajari situasi pertahanan Alengka maka Lesmana kembali ke markasnya lagi.
Malamnya, pasukan prajurit dan pekerja Bala Rama dikerahkan kembali melaksanakan pembuatan tanggul, rakit obor dinyalakan lagi dan kali ini mereka mendapat serangan lagi dari pasukan Alengka. Bom-bom api dan panah panah kembali beraksi menghujani mereka, sasaran tidak lagi ke rakit obor tetapi tepat diujung tanggul dimana prajurit dan pekerja Bala Rama sedang bekerja.
Kaget dan kacaubalau kembali terjadi dan korban pada berjatuhan. Prabu Sugriwa segera memerintahkan Anoman, Hanila untuk memimpin wiratama menerbangkan garuda Sempati untuk menyerang pertahanan Alengka digaris depan. Dengan membawa tali-tali jangkar kesepuluh wiratama mengendarai garuda Sempati terbang menuju kearah ketapel-ketapel raksasa Alengka, dan setelah jaraknya cukup kemudian diulurkannya tali-tali jangkar dengan cepat mengait salah satu rangka ketapel tersebut dan sertamerta garuda Sempati menariknya ketapel yang cukup berat tersebut diterjunkan kelaut. Panah-panah dari pasukan Alengka berdesingan melewati sayap-sayap garuda Sempati namun tak satupun bisa mengenainya karena gesitnya garuda-garuda itu berkelit. Dari tujuh ketapel yang terpasang dan sekarang tinggal dua buah sebab yang lima buah berhasil diceburkan kelaut. Pertempuran menjadi seimbang, dua ketapel terus menghantam tameng-tameng Bala Rama tapi tidak segencar sebelumnya, sehingga para prajurit pekerja Bala Rama bisa melanjutkan pembangunan tanggul.

Satu meter, dua meter, tiga meter tanggul bertambah maju dan tinggal duapuluh meter lagi. Panah-panah semakin gencar, korban banyak berjatuhan dipihak Bala Rama. Garuda Sempati terbang lagi, kali ini ada sesuatu yang dibawanya didalam kendi kendi tembikar digantungkan pada leher garuda-garuda tersebut. Kendi-kendi tersebut berisi berjuta-juta semut merah pemakan daging yang ditangkap dari hutan Dandaka.
Garuda Sempati terbang tinggi jauh dari jangkauan panah-panah pasukan Alengka, dengan perhitungan yang tepat kemudian kendi kendi tersebut dijatuhkan dari atas tepat mengenai kumpulan prajurit pemanah, dan dijatuhkan pada operator-operator senjata ketapel-ketapel Alengka, dan kendi-kendi pecah berhamburanlah semut-semut ganas menyerang prajurit-prajurit Alengka.
Panas, perih dan campur gatal akibat gigitan semut-semut merah tersebut sehingga membuyarkan konsentrasi dan kesiagaan tempur pasukan Alengka, karena sibuk menggaruk dengan lari kesana kemari seperti orang kehilangan kendali. Dan cara jitu untuk menyelamatkan diri mereka ialah menceburkan diri kelaut. Dan berhentilah serangan serangan Alengka, yang kemudian dimanfaatkan luang waktu itu oleh Bala Rama untuk menyelesaikan pembangunan tanggul.
Patih Prahasta memerintahkan Prajangga untuk meminta bantuan kepasukan induk di Kutagara Alengka untuk segera mengirim prajurit-prajurit pengganti, obat-obatan anti racun serangga dan peralatan senjata baru penyembur api untuk membasmi serangga, sementara pasukan yang ada tetap bertahan sampai bantuan datang.
Prajangga dengan mengendarai kuda memacunya menuju Kutagara Alengkadiraja, tetapi ditengah perjalanan ia disergap oleh orang-orang tak dikenal berpakaian ala ninja menariknya dari atas kuda sehingga ia jatuh terjerembab dan kemudian ditusuk ulu hatinya dan akhirnya dia mati

…..”lho, mengapa kamu tega bunuh dia dimas Hanggada?”……”kakang Wibisana, kalau dia kita beri hidup, kelak kitalah yang akan dibunuhnya, ayo segera kita menyingkir dari sini sebelum ada orang yang menyaksikan kita!”…..
ninja-ninja itu lari menyelinap kedalam semak semak dan dalam sekejap menghilang tanpa meninggalkan bekas-bekasnya.
















15
PETAKA DICELAH
BUKIT KEMUNING

Sehari ditunggu tunggu, bantuan belum kunjung datang. Patih Prahasta mondar mandir diperkemahan prajurit, hatinya risau. Dalam hati merasakan ada sesuatu yang tidak beres didalam tubuh angkatan perangnya. Sementara pertempuran berlangsung terus. Ayodya melakukan penyerangan pada malam hari, garuda-garuda Sempati mengambil alih bagian dengan melakukan penyerangan dari udara sehingga mengakibatkan tentara Alengka kalang kabut. Kekacauan ini memberi kesempatan prajurit pekerja Bala Rama untuk maju kembali. Dan akhirnya pembangunan tanggul bisa diteruskan mendekati selesai, tinggal beberapa meter saja dibutuhkan pengurugan cepat sudah bisa menghubungkan Mahendra dan Suwelogiri.
Patih Prahasta mengetahui bantuan tidak bakal datang, maka memerintahkan menarik mundur pasukan Alengka sebelum bangunan tanggul terhubung dengan daratan. Dibawanya pasukannya keluar kota dan naik kebukit Kemuning berencana menghadang penyerbuan Bala Rama ke Alengka.
Satu satunya jalan utama yang menghubungkan Suwelogiri dengan Kutagara Alengkadiraja harus melalui bukit Kemuning. Jalan tersebut menerobos celah pada bukit Kemuning. Patih Prahasta memilih posisi strategis diperbukitan itu, cara yang aman dan sangat menguntungkan bagi pasukannya, dimana medan itu memungkinkan untuk menahan Bala Rama yang bisa dipastikan akan melalui jalan satu-satunya yang diapit tebing bukit Kemuning. Celah tebing tersebut merupakan pintu masuk sebelum menuju kewilayah Kutagara Alengkadiraja.
Dengan jumlah sebagian pasukan yang masih sehat kembali diatur posisinya sehingga memudahkan penyerangan musuh yang ada dibawah tebing. Mereka adalah prajurit-prajurit pemanah jitu yang masih bisa diandalkan. Sedangkan ketapel-ketapel dipasang ditengah jalan jauh dibelakang celah guna melindungi pasukan tombak didepannya, sedangkan pasukan berkuda siap bergerak dipersiapkan dibalik bukit Suwelogiri. Segalanya siap, tinggal menunggu tamu yang tak diundang datang.
Tanggul itu, semeter, dua meter dan tiga meter tersambunglah sudah tanggul penyeberangan dengan daratan Suwelogiri. Tanpa dibendung lagi ribuan pasukan Bala Rama dipimpin Prabu Sugriwa masuk bagaikan air bah yang meluber menyapu bersih apa saja yang dilaluinya. Semua fasilitas-fasilitas perkantoran, rumah-rumah, bangunan dan pelabuhan dihancurkannya dan orang-orang sipil yang berada disana turut jadi sasaran keganasan pasukanya Bala Rama. Penduduk berhamburan berlari menyelamatkan diri, kesana-kemari bingung mencari perlindungan.
Swiping dilakukan Hanila dan anak buahnya, jika kedapatan prajurit Alengka yang sakit atau penduduk sipil yang kebetulan membawa benda tajam maka langsung mereka dibunuhnya. Sepertinya perilaku tak waras mengendalikan mereka, mungkin sebagai luapan kemarahan mengingat sudah enam bulan mereka menahan diri dalam ketidak berdayaan yaitu pada saat pembangunan tanggul Mahendra Suwelogiri. Ribuan prajurit Bala Rama, teman-teman seperjuangannya mati terbantai oleh panah-panah dan bom-bom dari ketapel pasukan Alengkadiraja. Inilah saatnya mereka balas dendam. Sorak sorai para prajurit Ayodya memekakkan telinga, mereka bersukaria karena bisa masuk dan menguasai kota Suwelogiri.
Patih Prahasta dan pasukannya masih bertahan dibukit Kemuning, dicobanya sekali lagi mengirim kurir ke Kutagara untuk meminta bantuan tambahan pasukan, makanan, obat-obatan serta amunisi. Dikirimnya Supawarsa untuk menemui Kumbokarno di pasukan induk di Kutagara. Maka berangkatlah Supawarsa dengan mengendarai kuda segera memacunya menuju Kutagara Alengkadiraja.
Tapi selang beberapa jam Patih Prahasta memberi perintah Wirapaksa untuk membuntuti Supawarsa dibelakangnya, sama halnya Supawarsa ia kendarai kuda pacuan yang cepat larinya. Ditengah perjalanan Supawarsa dicegat lima orang bertopeng dengan pedang tehunus langsung dihujamkan kedada Supawarsa, dan Supawarsa tidak sempat mengelak, terjatuhlah dia dari kudanya…dan tewaslah Supawarsa.
Bertepatan kejadian tersebut datanglah Wirapaksa melihatnya maka segera dia memberi pertolongan. Diserangnya kelima orang tersebut dengan senjata gadanya, satu, dua dan tiga berhasil dilumpuhkannya tinggal yang dua orang bertopeng kelihatannya lebih tangguh. Perkelahaian cukup seru dan salah seorang sempat terbuka kedoknya dan cepat cepat orang itu menutupi wajahnya
…..”tuan Wibisana….mengapa tuan lakukan semua ini?....aah….tuan tega berkhianat pada negeri sendiri!….
Wirapaksa tidak percaya, pengkianatnya ternyata pangeran Wibisana, sementara Wirapaksa bengong menjadikannya ia lengah, dan kesempatan ini tidak dilewatkan Anila untuk membokongnya dari belakang dengan menusukkan pedangnya kelambung Wirapaksa,
…..”aahh, kau,”….Wirapaksa berteriak kesakitan.
mengalami kondisi yang kritis seperti ini, tidak ada manfaatnya Wirapaksa untuk melanjutkan pertempuran, instingnya memerintahnya untuk melarikan diri secepatnya meninggalkan pecundang-pecundang itu.
Dalam keadaan luka parah segera dipacunya kuda yang ditungganginya lari menuju Kutagara. Wibisana dan Anila berusaha mencegahnya dan menangkapnya, tapi tidak berhasil dan Wirapaksa lolos!
…..”wah sial…sial….. bagaimana ini dimas Hanggada, kenapa bisa lolos…..baiklah lebih baik aku segera kembali ke Kutagara Alengkadiraja,….akan aku selesaikan si Wirapaksa!”…..Wibisana segera pergi meninggalkan Hanggada.
Geger di Alengka,  punggawa di Balairung yang berusaha menghentikan kuda Wirapaksa, tapi Wirapaksa langsung menerobos masuk keruangan raja, dan dengan kesakitan bersimbah darah pada lambungnya Wirapaksa jatuh tepat dihadapan Prabu Rahwana
…..”Yang Mulia,…aah….Suwelogiri telah ……aah……ja..
jatuhhh….aahh….dan Wibisannaaaa….aaahh,”….
nyawa Wirapaksa tidak bisa dipertahankan lagi, tewaslah dia didepan Prabu Rahwana, namun sempat ia katakan berita penting meskipun hanya beberapa kata sudah bisa dimengerti oleh Prabu Rahwana untuk segera menindak lanjuti informasi tersebut.
….”dimas Kumbokarno, cepatlah bertindak segera kirim bantuan ke Suwelogiri, sepertinya ada yang tidak beres ditubuh kita sendiri dimas, ada apa pula dengan si Wibisana? Punggawa coba cepat panggil Sarpakenaka kemari!”…..
Kumbokarno memberi tugas kepada Dumreksa untuk memimpin prajurit tambahan, dengan membawa tambahan amunisi, makanan dan obat-obatan. Malam itu juga pasukan diberangkatkan, terdiri pasukan berkuda pasukan tombak dan pasukan pemanah.
Sarpakenaka dengan tergopoh-gopoh menghadap Prabu Rahwana di Balairung, dan
….”ada masalah apa kakang Prabu memanggil aku?”….. 
Prabu Rahwana menanyakan keberadaan Wibisana dan apa kegiatannya sehari-harinya,
…..”maafkan aku kakang Prabu, sudah tiga hari ini adik Wibisana tidak berada ditempat pekerjaannya, tugas-tugasnya mengurusi pengungsi-pengungsi pada keteteran, rangsum bantuan makanan sering terlambat. Sudah aku perintahkan orang-orangku untuk mencarinya, tapi hingga kini belum ketemu,”….
Belum sempat selesai mendengar laporan Sarpakenaka, Prabu Rahwana dikejutkan ada orang berteriak-teriak dari pendapa,
….”kakang Prabu, musuh sudah mendekat….Suwelogiri sudah jatuh ketangan musuh….gawat….gawat!”…
Oh, Wibisana masuk ke balairung sambil berteriak-teriak seolah-olah sedang panik. Sarpakenaka cepat-cepat menarik adiknya membawanya masuk ke Balairung menghadap Prabu Rahwana. Dan langsung memarahinya,
….”diam kamu Wibisana, suaramu keras sekali membuat resah orang yang mendengarkannya….darimana saja kamu? Sudah tiga hari kamu meninggalkan posmu dan pergi tanpa seijin aku.”…..
Wibisana menjawabnya dengan suara keras,
…..”kakak Sarpakenaka, apa urusanmu kalau aku sedang pergi, aku toh dibagianmu hanya berperan sebagai pembantu saja, lagi pula pembantumu yang lain kan masih banyak….perlu kakak ketahui, aku tidak mangkir lihatlah di alun-alun sana para pengungsi dari Suwelogiri telah aku selamatkan, jadi kamu jangan punya pikiran negative kepadaku”….
Prabu Rahwana melihat adik ragilnya bicara ngotot seperti itu langsung memotong pembicaraannya,
….”Wibisana sudahlah, bicaralah yang sopan, hormati kakakmu Sarpakenaka! Sekarang segera kembalilah kamu bersama pengungsi-pengungsi itu kebarak sana, urus keperluannya dengan baik!”….
….”baik kakang Prabu, dan maafkan aku!”….Wibisana segera pergi dan menjemput para pengungsi di alun-alun.
Sarpakenaka memandangi adik kecilnya keluar dengan perasaan jengkel, tapi bagaimanapun nakalnya Wibisana ia sangat sayang kepadanya. Wibisana memang manja, sampai dewasapun masih aleman, bahkan sudah beristeri dan punya anak sifat manjanya masih saja, dan lucunya Sarpakenaka tidak berkutik jika adiknya sudah ngeyel minta sesuatu, segala permintaanya harus dituruti.
Dialun-alun Wibisana menjemput para pengungsi. Diantara para pengungsi menyelinap orang-orangnya Anila,
….”Sttt, dimas Hanggada hati-hati bersikap yang wajar saja, supaya pengungsi-pengungsi yang lain tidak menaruh curiga pada kita, berapa orang-orangmu disini?”…..
Hanggada bersama prajuritnya menyamar cukup sempurna layaknya para pengungsi dengan muka tertutup menjawab dengan suara lirih,
….”semua ada dua regu, terus kemana kita?”…..
Wibisana membawa mereka kebarak pengungsian, disana prajurit Hanggada berbawur dengan ribuan pengungsi dari berbagai daerah.
Suwelogiri, setelah pelabuhan dikuasai oleh Bala Rama maka Anoman segera mencari tempat yang bisa dimanfaatkan untuk pesanggrahan, diambilnya rumah Sahbandar yang telah kosong ditinggalkan penghuninya. Setelah semuanya beres, Ramabadra dan para Raja-raja pendukungnya datang menempatinya sebagai markas untuk mengatur strategi berikutnya.
….”dimas Prabu Sugriwa, Suwelogiri telah kita duduki dan berikutnya Kutagara Alengka akan kita rebut. Hari ini biarlah Bala Rama suruh istirahat, berikan mereka hiburan dan buatlah pesta yang meriah buat kemenangan mereka. Tapi besuk pagi Bala Rama siap diberangkatkan kepertempuran kembali merebut Kutagara Alengka!”….
Malam itu adalah malam yang istimewa, pesta miras, pesta tayuban dengan mendatangkan ledek kondang dari kidulan. Anoman, Hanila, Kapi mendo, Kapi Arimendo, Wisang kata, Danurdara, Hindrajanu, Sutobali dan Winata tidak ketinggalan ikut menari sambil mabuk-mabukan, kecuali Hanggada yang tidak terlihat karena menyelinap tinggal dibarak pengungsian Alengka bersama pasukannya.
Lain lagi dibukit Kemuning, pasukan Patih Prahasta siaga dalam kegelapan, suara jengkerik dan burung hantu menambah suasana semakin seram, nyamuk-nyamuk pesta pora menerima donor darah dari tamu-tamu tak diundang. Bantuan prajurit belum tiba, cadangan makanan semakin menipis, prajurit yang sakit akibat gigitan serangga semut merah masih mengerang-erang karena tangan dan kakinya pada bengkak.
Sang fajar telah tiba, terdengar sangsakala dari bawah bukit, suara derap kaki prajurit Bala Rama dan hentakan kaki kuda perang menggetarkan bumi. Yel-yel tiap kesatuan bersaut-sautan, memberi semangat satu sama lainnya. Membuat gelisah penduduk Suwelogiri yang mendengarkannya.
Prajurit Bala Rama berangkat menuju Kutagara Alengka, jalan mulai menanjak, tampak didepan perbukitan nan indah, penduduk setempat menyebutnya Bukit Kemuning. Pemandangan yang menawan, tapi dibalik itu, diatas tebing sana seribu mata sedang mengintai mangsa. Celah sempit mirip corong musti dilaluinya. Kapi Jembawan memimpin paling depan, dan pada saat mendekati celah tebing dia memberi aba-aba kepada pasukannya untuk berhenti,
…..”pasukaaan brenti!....prajurit pacalang coba periksa dulu keadaan didepan amankah?”…..
Berangkatlah tiga orang prajurit pacalang menyelidiki keadaan jalan disekitar celah tebing, ditelitinya kanan dan kiri tebing terlihat tidak ada yang mencurigakan, kemudian melangkah maju masuk kecelah tebing dan tidak ada yang aneh, kemudian maju lagi hingga keseberang tebing aman-aman saja. Maka diputuskannya untuk balik melapor kepada komandannya yaitu Kapi Jembawan,
….”semuanya tampak aman tuanku, terlihat tidak ada yang mencurigakan!”….
Kapi Jembawan kemudian member perintah selanjutnya,
…..”siap senjata, dan waspada….majuuu jalan!”….
Diatas bukit sana, Patih Prahasta memperhatikan tingkah musuhnya, kemudian memberi isyarat kepada anak buahnya untuk siaga, pasukan pemanah dan pelempar batu-batu bersiap diatas tebing terlindung batu-batu besar. Pasukan Bala Rama sudah mendekati mulut celah…..dan….terus maju….masuk kecelah, sekarang saatnya untuk,
….”serraaaang!”…..
dengan suara lantang Patih Prahasta memberi aba-aba untuk menyerang musuhnya. Pasukan Pemanah beraksi, disusul pasukan pelempar batu membuka kotak-kotak tandon bom bom batu dan meluncurkannya kebawah tebing kearah tepat pasukan Bala Rama yang terjebak dicelah tebing.
Dan apa yang terjadi dengan pasukan Bala Rama, kepanikan, tidak terkendali dan ratusan jadi sasaran panah-panah dan batu-batu pasukan Alengka dan mereka yang terjebak mati mengenaskan.
Dan perintah berikutnya Patih Prahasta kepada pasukan ketapel, untuk menyerang. Dua ketapel raksasa dengan peluru bola-bola api dilepaskan kepasukan Bala Badra dimuka mulut celah, sehingga mereka berlarian untuk mencari perlindungan masuk kedalam celah, dan pasukan pemanah Alengka siap menyambutnya, matilah mereka.
….”munduuuur!…..
perintah Kapi Jembawan kepada pasukan Bala Rama yang belum sempat masuk kemulut celah,
….”tet..tet..tet…..tet..tet..tet…..tet..tet..teettt!....
Terompet dengan sandi SOS memberikan isyarat pasukan Bala Badra untuk mundur. Prajurit-prajurit Bala Rama yang mendengat terompet tersebut segera cabut menyelamatkan diri dan lari secepatnya untuk mundur bergabung dengan ribuan prajurit-prajurit dibelakangnya.
Melihat musuhnya lari terbirit-birit, secara tak sadar dan emosi pasukan Alengka turun dari bukit untuk mengejarnya sambil melepaskan panah-panahnya,
….”stop…stop…jangan turun…brenti….brenti……brentiiiiiii…..
…….jangan tinggalkan pos posmu….ayo cepatlah kembali naik…….kembaaliii...kebukittt,….hoi…hoi…!!!...
.teriakan Patih Prahasta, lenyap disapu pikiran gelap mata dari pasukannya.
Patih prahasta kaget melihat pasukannya tanpa perintahnya turun dari bukit mengejar musuh-musuhnya, mencobanya ia berteriak-teriak memerintahkannya untuk kembali. Tapi sudah terlambat, hamper seluruh jumlah pasukannya sudah berada dibawah tebing dan berhadapan langsung dengan pasukan Bala Rama yang jumlanya ribuan. Diatas bukit sana, Patih Prahasta memperhatikan tingkah musuhnya, kemudian memberi isyarat kepada anak buahnya untuk siaga, pasukan pemanah dan pelempar batu-batu bersiap diatas tebing terlindung batu-batu besar. Pasukan Bala Rama sudah mendekati mulut celah…..dan….terus maju….masuk kecelah, sekarang saatnya untuk,
….”serraaaang!”…..
dengan suara lantang Patih Prahasta memberi aba-aba untuk menyerang musuhnya. Pasukan Pemanah beraksi, disusul pasukan pelempar batu membuka kotak-kotak tandon bom bom batu dan meluncurkannya kebawah tebing kearah tepat pasukan Bala Rama yang terjebak dicelah tebing.
Dan apa yang terjadi dengan pasukan Bala Rama, kepanikan, tidak terkendali dan ratusan jadi sasaran panah-panah dan batu-batu pasukan Alengka dan mereka yang terjebak mati mengenaskan.
Tapi prajurit Bala Rama terus maju menggantikan teman-temannya yang tewas di pertempuran. Seribu prajurit menyerang dari berbagai arah, mengepung pasukan Alengka yang jumlahnya jauh lebih sedikit disbanding pasukan Bala Rama. Prajurit Alengka mengamuk dalam keputus asaan, dan prajurit Bala Rama kuwalahan.
Hanila melihat situasi demikian tidak sampai hati melihat anak buahnya banyak yang mati, maka ia mengambil inisiatif untuk menyerang Pati Prahasta, sebagai dedengkotnya yang harus dihabisi terlebih dulu. Dugaannya meleset, Patih Prahasta adalah wirayuda yang berpengalaman meskipun usianya sudah tua, pengalaman dalam pertempuran selalu menggunakan perhitungan tidak hanya keberanian saja, berbeda dengan prajirit-prajurit dari Bala Rama hanya mengandalkan kebranian saja.
Hanila menyerang Patih Prahasta dan disambutnya dengan tangkisan-tangkisan yang membuat Hanila kelelahan, pukulan-pukulan Hanila sepertinya hanya menangkap angin, dalam waktu cukup lama Hanila berhasil dibanting oleh Patih Prahasta. Hanila terpelanting cukup jauh, dan Patih Prahasta segera menghampiri untuk menangkapnya tapi Hanila cukup gesit berkelit sehingga Patih Prahasta hamper jatuh terjerungup. Hanila lolos dan berusaha lari menghindar masuk kedalam sebuah Kuil pemujaan dipinggir telaga warna. Dan Patih Prahasta mengejar mengikuti masuk kedalam Kuil.
Selang beberapa waktu keluarlah Hanila dari Kuil dengan berlumuran darah dimukanya, Kapi Jembawan melihat keadaan Hanila segera menghampirinya, tapi
…..”tidak, bukan aku….tapi dia Patih Prahasta telah mati aku bunuh, dia ada didalam….tinggalkan saja, ayo kita lanjutkan bantu yang lain!”…..jawab Hanila.
…..”Prahasta mati!...Prahasta mati!....Prahasta mati!......
Prajurit-prajurit Bala Rama serempak meneriakkan kematian Patih Prahasta guna menjatuhkan mental pasukan Alengka, sehingga prajurit-prajurit Alengka yang mendengarkannya menjadi kendor semangatnya. Pertempuran masih berlangsung seru, pasukan Alengka semakin terdesak dan banyak prajuritnya yang tewas. Dan akhirnya tumpes sudah seluruh pasukan Alengka dan kemenangan ada dipihak Bala Rama.
….”kuasai bukit Kemuning!”…..
Kapi Jembawan memberikan perintah pada anak buahnya.
Dan pasukan ketapel Alengka cepat-cepat menarik mundur jauh dari bukit Kemuning. Akhirnya Bukit dan sepanjang celah Kemuning selanjutnya dikuasai pasukan Bala Rama.
Bantuan Alengka datang dengan pasukan yang masih segar dipimpin oleh wiratama Dumreksa, sayang mereka terlambat. Prajurit-prajurit yang masih selamat dari gempuran pasukan Bala Rama kemudian bergabung dengan pasukan Dumreksa, kemudian bergerak kembali melancarkan serangan kebukit Kemuning.
Tapi pasukan Bala Rama telah menguasai medan pertemouran, mereka ganti  menempatkan diri menggantikan posisi-posisi yang semula ditempati pasukan Alengka diatas bukit. Dan dengan leluasa membidik musuh-musuhnya yang berada dibawah bukit. Sekarang posisinya terbalik, pasukan Alengkalah yang menjadi bulan-bulanan, sasaran bidik yang tidak terlindungi apa-apa sehingga banyak prajurit Alengka yang tewas.
Nasibnya sama dengan pasukan terdahulu pimpinan Patih Prahasta. Pasukan Bala Rama yang jumlahnya ribuan dan mengalir tidak ada henti-hentinya, mereka dari kerajaan Ayodya, dari kerajaan Mantili, dari Gua Kiskendo, Mahendra, Parang Garuda, Kutarunggu datang seperti air bahi membuat giris pasukan Alengka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding pasukan Bala Rama.
Satu-satunya jalan untuk menahan majunya musuh, Dumreksa mengatur pasukannya tidak terjangkau dari panah-panah musuh. Dan mengandalkan ketapel-ketapel raksasanya menghujani celah-celah bukit Kemuning dan musuh yang bertengger diatasnya. Rupanya cara ini efektip pada pertempuran melawan pasukan Bala Rama. Sehingga banyak juga prajurit-prajurit Bala Rama yang tewas. Sedikit demi sedikit akhirnya pasukan Alengka bisa memukul mundur pasukan Bala Rama kembali bersembunyi dibalik celah. Setiap prajurit yang muncul untuk maju menyerang tidak luput dari tembakan bom-bom api dari ketapel-ketapel pasukan Alengka.
Pertempuran saling balas membalas akan kelengahan masing-masing berlangsung hingga lima hari belum ada pihak yang kalah. Dan pertempuran masih berkutat diwilayah bukit Kemuning, kadang-kadang yang satu bisa bertahan dari serangan dan kemudian pada kesempatan lain gentian menyerang musuhnya, begitu seterusnya dan korbanpun semakin bertambah baik di pihak Bala Rama maupun pihak Alengka.
Lamanya pertempuran menjadikan tanda-tanya bagi Hanggada dan pasukannya yang jemu menunggu di barak pengungsian, menurut perkiraannya seharusnya pasukan Bala Rama sudah masuk ke Kutagara Alengka. Hanggada tidak sabar, maka bersama pasukannya dengan diam-diam keluar dari barak pengungsian dan kemudian berangkat pergi ke bukit Kemuning. Sampai di perbatasan bukit Kemuning, Hanggada melihat pertempuran antara pasukan Bala Rama dan pasukan Alengka yang dipimpin wiratama Dumreksa.
Terlihat prajurit-prajurit Bala Rama terdesak dan banyak yang tewas, mereka kembali berlindung dicelah Bukit Kemuning, sementara pasukan Alengka dengan leluasa membombardir mereka, sehingga tidak ada kesempatan sedikitpun pasukan Bala Rama untuk bisa maju menyerang apalagi menundukkan musuhnya.
Pasukan Alengka memang hebat, meskipun prajuritnya sedikit tapi peralatan perangnya canggih seperti ketapel-ketapel raksasa, didukung prajurit-prajurit yang handal dengan panah-panah senapan, tidak seperti pasukan Bala Dewa yang masih memanfaatkan panah-panah gendewa.
….”prajurit ayo kita bokong mereka, kita serang dari belakang, agar mereka kacau sehingga buyar konsentrasinya ke celah bukit Kemuning….semoga serangan kita ini, Bala Rama tanggap dan bisa masuk dan balas menyerang pada pasukan Alengka!....ayo kita mulai…..serrraaaang!.....
Hanggada memberi aba-aba penyerangan.
Benar, serangan Hanggada dan pasukannya dari belakang berhasil membuat bingung dan kalang kabut pasukan Alengka. Rupanya pasukan Bala Rama mengetahui apa yang terjadi dengan pasukan Alengka, maka kesempatan ini tidak disia-siakan oleh pasukan Bala Rama untuk maju dan balas menyerang pasukan Alengka.
Perang campuh terjadi, dan Anila langsung menyerang berhadapan dengan Dumreksa. Pertempuran keduanya berlangsung sengit, namun Dumreksa yang sudah tua berhasil dibunuh Anila yang secara fisik atau usianya lebih muda. Pasukan Alengka akhirnya berhasil dikalahkan, prajurit-prajuritnya pada lari menyelamatkan diri. Korban prajurit yang tewas dalam pertempuran banyak sekali terutama dipihak Rama Badra, meskipun pada akhirnya pertempuran di bukit Kemuning dimenangkan oleh pasukan Rama Badra.










16
ISTERI RAHWANA
DAN PUTERANYA DISANDERA

Alengkadiraja, Prabu Rahwana sedang mengadakan pertemuan dengan seluruh Menteri, Bupati dan Wiratama termasuk para Pangeran, guna membahas pertahanan akhir tentara Alengkadiraja untuk menghadapi serangan dari Bala Rama.
…..”dimas Kumbokarno, Sarpakenaka dan Wibisana sepertinya pertahanan terakhir Alemgkadiraja tinggal Benteng Kutaragara Alengka. Perintahkan penduduk kota segera masuk kedalam Benteng agar mereka tidak menjadi korban penganiayaan Bala Rama…..dan para Raja Seberang inilah saatnya aku perlu bantuan kalian untuk mengerahkan armada laut kalian,….sementara kami bertahan didalam benteng sini, kalian bisa menyerang dengan meriam-meriam dikapal kalian untuk menghancurkan markas-markas mereka dipelabuhan Suwelogiri….dan Wibisana aku tugasi kamu untuk menjaga keselamatan putera-putera Pangeran dan puteri-puteri di Kaputren, dan Sarpakenaka teruskan tugasmu, sementara aku dan dimas Kumbokarno akan memimpin langsung pertempuran melawan pasukan Bala Rama.”…..
Diatas Benteng, Ketapel-ketapel Alengka dengan peluru bom api telah dipersiapkan berjajar diatas benteng sesuai kapasitas jarak tembak masing-masing, ada yang jangkauannya mencapai 200 m dan ada yang hanya mencapai 100 m. kemudian torong-torong peluncur bom api untuk jarak pendek. Kemudian tong-tong berisi minyak panas siap dituangkan menyongsong musuh yang berusaha mendobrak pintu benteng. Semua telah dipersiapkan dan tunggu tanggal mainnya saja.  Pasukan pemanah telah berjajar diatas benteng dengan senapan panah yang canggih siap dibidikan pada musuh-musuhnya. Tak ketinggalan panah-panah besar dengan gendewa raksasa tengadah keatas siap menghadapi musuh yang menyerang dari udara, sepertinya penangkis serangan udara untuk melumpuhkan Garuda-garuda Sempati yang jadi andalan prajurit Ayodya.
Dipesanggrahan Suwelogiri, bagaimana persiapan dari pihak Bala Rama? Tidak kalah sibuknya, para prajurit dipimpin Anoman, Anila, Hanggada dan Kapi Jembawan mempersiapkan Tangga-tangga raksasa dimana dibagian depannya diberi tameng sebagai pelindung prajurit-prajuritnya yang akan naik kebenteng dan terlindung dari serangan musuh, tangga-tangga tersebut dilengkapi roda-roda agar bisa digeser-geser maju. Demikian halnya balok-balok pendobrak dilengkapi roda-roda dan tameng diatasnya sebagai pelindung dari tembakan bom-bom yang dijatuhkan dari atas benteng. Pasukan pemanah yang mengiringi pasukan tombak telah dipersiapkan. Juga ketapel-ketapel sitaan pada saat perang bukit Kemuning dimanfaatkan untuk menggempur Benteng Kutagara Alengka.
…..”prajurit-prajuritku yang setia, tinggal beberapa langkah lagi perjuangan kita untuk merobohkan Benteng Kutagara Alengka. Benteng yang tinggi besar dengan persenjataan yang canggih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan semangat yang membara dari tekat-tekat kalian semua…..pasukan kita ribuan mereka sangat kecil, dengan keberanian yang kalian punyai aku pastikan hanya sekejap Benteng tersebut pasti dengan mudah akan kita kuasai….seperti biasanya sang malam selalu berpihak kepada kita, maka bersiaplah malam ini kita bersiap lakukan penyerangan ke Kutagara Alengka….kali ini Lesmana yang akan memimpin sebagai senopati pasukan Bala Rama, selamat berjuang”…..
Dengan lantang Ramabadra memberi semangat pada prajurit-prajuritnya.
Malam itu juga pasukan Rama Badra berangkat menuju Benteng Kutagara untuk melakukan penyerangan. Anila dan Kapi Jembawan memimpin dibarisan terdepan mendampingi Lesmana.  Barisan prajurit bertombak berjalan paling depan, kemudian disusul barisan prajurit pemanah dan dibelakangnya ketapel-ketapel raksasa, dikanan kiri pasukan berkuda yang dipimpin Kapi Mendo dan Kapi-kapi yang lain dengan bersenjatakan pedang dan gada mengiring seluruh ribuan prajurit Bala Rama menuju medan pertempuran di Benteng Kutagara Alengka.
Dimalam yang gelap, pasukan Bala Rama merayap cepat sedikit mendaki bagaikan semut-semut gurun yang lapar mengejar mangsanya, semakin dekat dan semakin dekat jaraknya dengan Benteng Kutagara Alengka yang tampak dikejahuan hitam kekar karena pantulan bintang-bintang dilangit bangunan bagaikan raksasa yang siap melahap musuhnya. Tidak ada sinar lampu sedikitpun yang tampak dari Benteng tersebut, dan memang disengaja lampu-lampu diluar dinding Benteng dipadamkan, didalam Benteng hanya bagian-bagian dapur dan medic saja yang hidup. Dan tiba-tiba terdengar suara,
…..”ngaaak, ngaaak, ngaaak…..ngak,ngak,ngak!!!.....
Suara gaduh dari binatang unggas Angsa, yang sengaja ditaruh dalam kurungan bamboo dan diletakkan jauh diluar Benteng oleh pasukan Alengka, yang tujuannya bisa memberikan tanda-tanda bila musuh telah datang.
….” Ketapel 200m siaaap! tembaaaak!”….
Kumbokarno dengan teriakan menggelegar memberi aba-aba untuk menyerang. Maka dengan cepat ketapel-ketapel melepaskan blandring-blandringnya maka secepat kilat peluru-peluru bom api dilepaskan dari sarangnya dan melayang diudara dengan kobaran api yang menyala kemudian menukik turun dengan cepat menuju sasaran tembak dan korban-korban menyongsongnya tanpa sempat untuk menghindarinya. Paling tidak sekali tembak sepuluh hingga duapuluh korban pasti didapat.
Pasukan Bala Rama kocar kacir, Lesmana kuwalahan untuk mengatur kembali formasi pasukan yang bubar, dia tidak menyangka kalau Alengka menempatkan jebakan-jebakan dengan memanfaatkan binatang Angsa-angsa yang bisa memberikan tanda-tanda tentang kehadiran pasukan Rama Badra, sehingga dengan mudah terdeteksi dimana posisi dan keberadaan pasukan Rama Badra dengan tepat. Langit menjadi terang benderang dengan derasnya bom bom api dari ketapel-ketapel Alengka berseliweran bagaikan kembang api, malahan semakin terlihat dengan jelas keberadaan pasukan Rama Badra yang kocar kacir jadi bulan bulanan sasaran peluru-peluru dari pihak Alengka.
Pertempuran semakin sengit setelah pasukan Rama Badra membalas serangan dengan ketapel-ketapel rampasan, meskipun hanya dua buah yang dimiliki tapi cukup membuat kejutan pada pihak Alengka, sehingga ada beberapa bangunan yang hancur akibat hantaman dari peluru dari pasukan Rama Badra. Korban dari pihak Alengka ada, akibat tertimpa reruntuhan dari bangunan yang roboh.
Pertempuran berlangsung hingga pagi, matahari muncul dari ufuk timur, tampak dari atas Benteng mayat-mayat bergelimpangan dibawah dari pihak Rama Badra, tubuhnya kebanyakan hancur dengan darah mengalir disekitarnya, pemandangan dibawah Benteng memerah karena darah tercecer dimana-mana. Keletihan mulai nampak pada pasukan Rama Badra,Lesmana, Anila dan Anoman tampak geram, gelisah dan sedikit putus asa, karena tidak berdaya untuk melakukan serangan balasan, pasukan panahnya maupun tangga-tangga lapis tameng sepertinya tidak menunjukan perannya pada kancah peperangan ini.
Benteng Kutagara Alengka yang tinggi memang kuat dan sulit untuk didekati. Hanya tempo semalam saja sudah ribuan prajuritnya yang tewas dengan mengenaskan. Dan Ramabadra tahu masalah itu, dalam batinnya ia juga ada perasaan kasihan dan menyesal melihat prajurit-prajuritnya banyak yang mati. Tapi misi ini harus berlanjut, masalahnya ia telah berjanji dan menyatakan kesanggupannya dihadapan Resi Wasista dan Resi Mitra untuk menguasai Alengkadiraja. Ambisinya untuk menjadi Maharajadiraja menghapus semua tragedy-tragedi yang menimpa prajuritnya, dan prinsipnya jer basuki mawa bea harus diikuti.
Tiba-tiba datang utusan Prabu Sugriwa dari markas Suwelogiri,
….”aduh Gusti Rama, kami beritahukan bahwa dimarkas Bala Rama di Suwelogiri sedang terjadi pertempuran, markas diserang dari laut oleh armada-armada perang Kerajaan Seberang sekutu dari Alengka. Tembakan-tembakan meriam yang dilepaskan dari kapal-kapal mereka menghancurkan pertahanan kita, korban yang tewas dari perajurit-perajurit Bala Rama banyak sekali,”….
Dan Ramabadra menanggapinya, dan perintah selanjutnya,
….”kembalilah pada kesatuanmu, dan katakan pada Prabu Sugriwa agar bertahan dan tarik pasukan hingga bebas dari jangkauan meriam kapal, dan bila terdesak bertahanlah dibukit Kemuning,”…..
Situasi di Kaputren, Wibisana bersama para pengawalnya menjaga keamanan dilingkungan dan penghuni Kaputren, disitu ada Trjata puterinya dan Dewi Urang Ayu isteri Prabu Rahwana yang sedang hamil, dan puteri-puteri keraton yang lain. Sengaja Wibisana menemui kakak iparnya Dewi Urang Ayu untuk mengkabarkan keadaan pertempuran antara Alengkadiraja dengan Bala Rama, dan katanya
…..”kakang mbok Dewi, bila keadaan nantinya Alengka terdesak, seyogyanya kakang mbok Dewi harus mengungsi, mengingat kakang mbok Dewi sedang hamil perlu cari tempat yang aman demi jabang bayi yang akan lahir nantinya,”…..
….”baiklah dimas Wibisana, aku menurut saja bagaimana baiknya kamu  lakukan saja,”….
jawab Dewi Urang Ayu tanpa ada kecurigaan sedikitpun atas tawaran Wibisana.
Dalam pikiran Wibisana berbeda dengan yang barusan ia ucapkan. Wibisana punya rencana lain untuk mengakhiri pertempuran Alengka melawan Bala Rama. Ia tahu persis bahwa Bala Rama tidak mungkin bisa menerobos Benteng Kutagara Alengka yang begitu kuatnya, meskipun dikerahkan jutaan prajurit bakalan mati sia-sia berhadapan dengan peralatan perang Alengka yang lebih canggih dibanding milik Bala Rama. Wibisana harus bertindak, hanya dia yang bisa melakukannya. Dipanggilah orang kepercayaannya yaitu punggawa Sluman dan Slumun untuk melaksanakan suatu tugas rahasia,
…..”kamu bisa lewat gorong-gorong dan mintalah kepada Prabu Sugriwa untuk mengirim Anoman dan Hanggada dan beberapa orang-orangnya kemari, bawa kerisku ini agar mereka mengenalimu, berangkatlah dan hati-hati jangan sampai ada orang yang tahu!”….
Maka berangkatlah punggawa Sluman dan Slumun melalui pintu belakang Kaputren kemudian menuju sudut pagar belakang, disitu terdapat tutup lobang control pada sebuah saluran dibawah tanah terbuat dari pasangan batu bata yang berbentuk gorong-gorong fungsinya mengalirkan seluruh air limbah didalam Benteng Kutagara Alengka dibuang keluar melalui gorong-gorong tersebut menuju kesungai besar yang ada diwilayah  Alengkadiraja.
Dibukanya tutup lubang tersebut dan dengan cepat Sluman dan Slumun masuk kedalam gorong-gorong tersebut dan menutup kembali tutup lobang tersebut, dan kemudian dengan bersusah payah dia berjalan merangkak menelusuri saluran tersebut yang panjangnya hamper limaratus meter menuju keluar benteng terus berakhir disebuah sungai besar yang mengalir kelaut. Dan akhirnya Sluman dan Slumun berhasil keluar dari saluran tersebut. Dengan mengedap-edap mereka berjalan melipir-lipir tebing sungai menuju kemuara sungai.
Tiba dimuara sungai Sluman dan Slumun kemudian melanjutkan perjalanannya menuju bukit Kemuning, belum mencapai bukit tersebut dia disergap oleh prajurit Bala Rama, sedikit terjadi perselisihan namun Sluman dan Slumun berhasil meyakinkan prajurit-prajurit tersebut bahwa mereka sedang diutus Wibisana menyampaikan pesan kepada Prabu Sugriwa dengan menunjukan keris milik Wibisana. Maka prajurit tersebut membawanya keraja kera Prabu Sugriwa.
Singkatnya ceritera, Wibisana berhasil mendapatkan bantuan yaitu dengan datangnya Anoman,Hanggada beserta sepuluh prajurit Rama Badra yang bisa diandalkan untuk melaksanakan rencana-rencananya. Kemudian Wibisana membawa mereka menuju kekaputren, tapi dengan tidak sengaja mereka berpapasan dengan Indrajit yang sedang mengantarkan ibunya yaitu Dewi Urangayu untuk memenuhi panggilan ayahanda Prabu Rahwana.
……”paman Wibisana, kelihatanya tergesa-gesa akan pergi kemana?....dan siapakah mereka yang dibelakang paman?”…..
Indrajit menyapa Wibisana, tapi….
…..”dimas Hanggada tangkap mereka!!”….
Wibisana memerintahkan Hanggada dan prajuritnya meringkus Indrajit dan Dewi Urang Ayu. Semuanya terjadi secara tiba-tiba sehingga Indrajit tidak sempat untuk melakukan perlawanan, dan terpaksa menuruti kemauan mereka. Keduanya digiring masuk kedalam kaputren dan kemudian keduanya diikat dan ditutup mulutnya agar tidak bisa berteriak minta pertolongan.
Wibisana kemudian mengajak Anoman menuju ke Taman Soka ketempat kediaman Dewi Shinta. Pada waktu itu Shinta sedang bersamadi diruang pemujaan, berdoa memohon keselamatan kepada Sang Khaliq agar peperangan antara Rama Badra dan Alengkadiraja segera berakhir. Tiba-tiba kori samping terbuka dan masuklah Wibisana diringi Anoman keruang pemujaan.
…..”lhoh..lhoh…dimas Wibisana….apa yang akan kamu lakukan, kalian lancang sekali masuk kekediamanku tanpa seijinku….apa maksudmu?”…..
teguran kemarahan Shinta kepada Wibisana dan Anoman.
…..”maaf dan maafkan aku yunda Shinta,….tiada waktu aku untuk menjelaskanmu, sekarang bersiaplah dan ikuti kami pergi ketempat yang lebih aman sebab situasi peperangan semakin gawat dan Alengka terdesak,”…….
Jawab Wibisana dan dengan kasar menarik tangan Shinta.
….”tidak, aku tidak akan pergi….aah…lepaskan aku Wibisana, kurang ajar kamu!”……  
Shinta berusaha melepaskan pegangan tangan Wibisana tetapi tidak berhasil, begitu kuat tangan laki-laki itu yang kemudian menggelandangnya kekaputren mengumpulkan Shinta jadi satu dengan dengan Indrajit dan Dewi Urang Ayu. Indrajit dan isteri Rahwana yaitu Dewi Urang Ayu yang sedang mengandung dan Dewi Shinta berhasil disandera, Anoman dan Hanggada menjaganya.
Rupanya kejadian penyanderaan tersebut diketahui salah satu punggawa dikaputren, secara diam diam dia segera lari melaporkan kepada atasannya Sarpakenaka. Dan selanjutnya bergegas Sarpakenaka melaporkan kejadian ini kepada Prabu Rahwana. Sang Prabu terkejut mendengar laporan dari Sarpakenaka, maka cepat-cepat Prabu Rahwana pergi kekaputren dan tampak disana pintu-pintu gerbang sudah tertutup dan terkunci dari dalam.
……”adikku Wibisana cah bagus, ada apa dengan kalian? Kamu punya keinginan apa, katakanlah! Aku akan berusaha memenuhinya,…..Wibisana adikku terkasih, ayo bukakan pintunya dik, kakang mau bicara baik-baik denganmu.”…….
Prabu Rahwana berusaha membujuk Wibisana agar mau diajak berdialog baik-baik, tapi rupanya Wibisana tidak mau membukakan pintu,
…..”tidak kakang Prabu, sebelum kakang Prabu menghentikan peperangan ini,….dan yang kedua tolong bukakan pintu benteng agar Ramabadra bisa menjemput Shinta isterinya kemari,….dan yang ketiga aku minta sudilah kakang Prabu meletakan keprabon dan menyerahkan kepadaku, masalahnya kakang Prabu sudah tua dan sudah saatnya raja digantikan yang lebih muda,…..camkan  ketiga permintaanku ini supaya kakang Prabu memenuhinya, sebab kalau tidak maka aku tidak segan segan untuk mencelakai orang-orang yang kakang Prabu cintai!”….
Jawaban dan persyaratan yang disertai ancaman dari Wibisana membuat hati Prabu Rahwana dan Sarpakenaka seperti diiris-iris, tidak disangka bahwa  pengkianatan terjadi justru dilakukan adiknya sendiri, Wibisana yang pendiam yang sangat ia cintai justru sebagai dalang dari kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Alengkadiraja.
…..”jangan hiraukan ramanda Prabu, aku Indrajit tidak setuju ramanda menjadi lemah karena aku tertawan disini, ini adalah jebakan….aaah…aaah,”…..
Suara Indrajit dari dalam memperingatkan Prabu Rahwana. Namun suaranya terputus karena Hanggada menyumbatnya kembali kain yang terlepas dari mulut Indrajit. Tapi Indrajit melawan dengan tendangan kakinya meskipun tangannya terikat. Maka terjadilah pertempuran seru antara Indrajit dikeroyok tiga lawannya yaitu Wibisana , Anoman dan Hanggada. Indrajit dengan kakinya menangkis setiap pukulan-pukulan yang mengarah pada dirinya dan membalasnya kembali dengan lincah tendangan keras kepada lawan-lawannya. Anoman sempat jatuh tersungkur dan Hanggada terpental membentur didinding, sedangkan pamannya Wibisana sengaja berputar-putar menghindari tendangan balasan dari Indrajit. Pertempuran berlangsung cukup lama dan perkelahian yang tidak seimbang membuat Indrajit kelelahan, dan akhirnya indrajit berhasil diringkus kembali oleh Wibisana, yang kemudian memukulnya sehingga Indrajit tidak sadarkan diri.
Prabu Rahwana dan Sarpakenaka mendengar suara gaduh didalam kaputren maka memerintahkan para punggawa untuk mendobraknya. Pintu yang cukup tebal dari kayu jati sulit untuk dibuka. Dengan pukulan balok besar akhirnya pintu berhasil dibuka paksa, maka segera Sarpakenaka dan para punggawa menyerbu masuk. Akan tetapi kaputren telah kosong, Wibisana dibantu Anoman, hanggada dan prajuritnya telah berhasil membawa kabur sandera-sanderanya lari keluar melalui gorong-gorong saluran air yang pernah dilalui Sluman dan Slumun sewaktu membawa Anoman, Hanggada dan prajuritnya masuk kedalam benteng.
Dipesanggrahan Suwelogiri tampak Ramabadra gembira menyambut kedatangan Wibisana disertai Shinta isterinya dan para sandera yaitu Indrajit dan ibunya Dewi Urang Ayu yang sedang hamil. Dan katanya,
…..”selamat datang dimas Wibisana dan selamat bergabung dengan kami, kesemuanya ini kami lakukan demi keadilan dan menumpas keangkara murkaan dari Prabu Rahwana yang telah melampaui batas tata krama mencuri isteri orang, maafkan aku bukannya bermaksud menghina saudara kandung dimas Wibisana tapi kami menyampaikan kenyataan yang terjadi. Apapun masahnya, siapapun yang berbuat dan dimanapun yang melakukan keangkara murkaan harus berhadapan dengan kami, seperti yang dimas ketahui peperangan yang terjadi sekarang ini, beribu-ribu prajurit kami mati kesemuanya demi membela kebenaran, dan ini patut kita dukung dan kita bela sampai titik darah penghabisan,…..dan rupanya dimas Wibisana sependapat dengan kami dengan bukti telah mengantarkan Shinta disertai para sandera kepada kami, dan kami tidak akan melupakan atas jasa-jasa dan segala bantuan dimas kepada kami, kami sangat berterimakasih dan kami telah memikirkan balasan yang layak kepada seorang kesatria Wibisana nantinya, sudah saatnya Alengkadiraja harus diperintah oleh seorang raja muda dan bijaksana seperti dimas Wibisana, tunggu saat kemenangan kita raih nanti dimaslah yang berhak untuk menggantikan Prabu Rahwana dan menjadi raja di Alengkadiraja!.....oleh karena itu tetap bantulah kami untuk mewujudkannya,”……
Wibisana merasa tersanjung atas pernyataan Ramabadra kepada dirinya dan menjanjikan mengangkatnya menjadi raja kelak setelah peperangan dimenangkan oleh pihak Ramabadra.
Diluar benteng Kutagara Alengka, tampak dari atas bententeng seseorang mengendarai kuda sambil membawa bendera putih datang mendekati dinding benteng. Orang tersebut adalah Lesmana dengan membawa bendera putih ditangannya bermaksud meminta pihak Alengka untuk melakukan perundingan. Kumbokarno mengetahuinya dan segera turun keluar benteng menemuinya.
…..”salam sejahtera bagi anda yang mau berdamai,”…..
Demikian sapaan Lesmana kepada Kumbokarno, dan dibalas sapaan yang sama.
…..”salam sejahtera bagi semua yang diberi kedamaian, langsung saja kisanak apa yang menjadikan kesulitan kisanak sehingga begitu antusias harus datang kepada kami?”…….
Dan Lesmana menyambutnya dengan kata-kata diplomatis kepada Kumbokarno,
…..”lihatlah jauh dibelakangku disana sepertinya mereka punya pengharapan kepada anda,….. mereka minta agar Alengkadiraja tunduk kepada kami sehingga rakyatnya bisa hidup tenteram dan damai bebas dari ketakutan peperangan seperti yang terjadi sekarang ini, Prabu Ramabadra akan berikan kebebasan kepada Prabu Rahwana untuk meninggalkan negerinya tanpa seorangpun mengganggunya bila bersedia menyerahkan kekuasaannya dengan suka rela,….atau bila Prabu Rahwana enggan dengan persyaratan tadi, ada solusi lain yaitu prabu Ramabadra menantang duel satu lawan satu kepada Prabu Rahwana pertarungan antara lelaki tanpa melibatkan prajurit dan rakyatnya, untuk menentukan siapa yang perkasa dan menang pada duel tersebut, bagi yang kalah harus meletakan jabatannya sebagai raja dan bagi yang menang akan menggantikannya…….sampaikan hal ini kepada rajamu agar mau menuruti saran kami dengan begitu kami bisa segera membebaskan Indrajit dan Dewi Urang Ayu kembali ke Alengka dengan selamat!”…..
Kumbokarno marah setelah melihat jauh dibelakang Lesmana tampak kemenakannya Indrajit bersama ibunya yaitu Dewi Urang Ayu terikat sebagai tawanan Ramabadra, dan ia marah juga setelah tahu dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Wibisana duduk satu kereta dengan Ramabadra.
….”dasar pengkianat!”…..gumamnya.
Kumbokarno kembali masuk kedalam benteng untuk melaporkan tuntutan Ramabadra kepada Prabu Rahwana. Mendengar laporan tersebut Prabu Rahwana tampak geram.
…..”kakang Prabu ini adalah jebakan, janganlah dituruti tuntutan mereka, biarlah aku saja yang menggantikan kakang Prabu menghadapi Ramabadra!”….
Demikian Kumbokarno berusaha mencegah Prabu Rahwana untuk meladeni duel dengan Ramabadra.
…..”tidak dimas Kumbokarno, dalam hal ini aku sendiri yang harus menyelesaikannya, sudah banyak korban dari para para prajurit dan rakyat yang tidak berdosa, mereka tewas menjadi korban pada perang konyol seperti ini,…..aku sendiri tidak mengerti siapa sebenarnya dalang dibalik persekongkolan ini sehingga banyak para raja-raja seberang sebagian mbalelo, sepertinya mereka terbius dan tak sadar kemudian memihak Ramabadra hanya karena Shinta yang tidak mau pulang kenegerinya,….tidak aku akan turuti Ramabadra demi membela anakku Indrajit dan isteriku Dewi Urang Ayu yang sedang hamil!”…..
Dan Rahwana terpaksa menghentikan peperangan, Kumbo-kumbo yaitu putera Kumbokarno memimpin para prajurit-prajuritnya hanya siaga saja didalam benteng, Prabu Rahwana putuskan maju sendiri diiringi dibelakangnya Kumbokarno dan Sarpakenaka. Dengan perlengkapan perangnya, mengenakan pakaian dan topi besi, tameng di tangan kiri pedang ditangan kanan Prabu Rahwana keluar dari pintu benteng dengan mengendarai kuda perangnya yang kekar berbulu hitam maju dimedan laga. Tampak dikejauhan datang seorang berkuda dengan pakaian perang juga seperti halnya Prabu Rahwana, dia datang mendekat dan berkata,
…..”prabu Rahwana terimakasih anda telah memenuhi undangan kami, tapi maaf setelah dipertimbangkan masak-masak Prabu Ramabadra memutuskan akulah Lesmana yang pantas menghadapi anda didalam duel ini, sebab Prabu Ramabadra merasa bukan tandingan anda, beliau mengatakan anda tidak selevel dengannya, maka akulah lawan yang seimbang dengan anda maka bersiaplah!”…..
Prabu Rahwana merasa diperdaya akan tetapi dia terlanjur masuk dimedan laga, maka tidak ada kata dan niat untuk mundur, tabu baginya. Dengan sabar Lesmana ditegurnya,
……”Lesmana pulanglah, nanti aku kirimkan pakaian kebaya untukmu dan Ramabadra, sebab disini bukan tempatmu bersolek dan kudakupun jijik melihat tingkahmu,”…..
Mendengar ejekan Prabu Rahwana, muka Lesmana menjadi merah karena marah dan mulailah ia melakukan serangan dengan pedangnya. Dan terjadilah pertempuran seru keduanya, pedang Prabu Rahwana menangkis serangan dan berbalik memberikan balasan menyerang Lesamana, berkali-kali bagaikan kilat pedang Prabu Rahwana berhasil merobek baju perangnya, sepertinya Lesmana kuwalahan menangkis serangan Prabu Rahwana yang datang bertubi-tubi, tida ada kesempatan sabetan-sabetan pedangnya mengenai sasaran yang dia inginkan dan Prabu Rahwana selalu bisa menangkisnya. Malahan satu persatu tali-tali pakaian baju perangnya bisa diputus oleh pedang Prabu Rahwana sehingga baju besi penutup dada dan lengannya semuanya jatuh terlepas.
…..”pulanglah nak, hari semakin panas, jangan sampai ibumu mencarimu….kasihan dia bila melihat kamu telanjang,…cepatlah pulang sebelum pedang ini melukai kulitmu!”….
Benar apa yang dikatakan Prabu Rahwana, satu persatu pakaiannya Lesmana terlepas karena ulah pedang sakti Prabu Rahwana. Sekarang ia bertelanjang dada dan tamengpun sudah tidak ada ditangannya. Lesmana mengakui bahwa lawannya bukan orang sembarangan, dia berfikir meskipun dikeroyok dengan Ramabadrapun akan sulit untuk merobohkan Prabu Rahwana.
Dari kejauhan Ramabadra dan Wibisana melihat pertempuran tersebut, Ramabadra tahu kalau Lesmana dalam situasi terdesak dan jiwanya teracam dengan kondisi tubuhnya yang tidak terlindung apapun sangat riskan sekali dan memberi peluang pedang Prabu Rahwana untuk merobeknya. Maka Ramabadra berinisiatif mengambil gendewa dan panahnya, kemudian direntangnya busur panah diarahkan mata panah kearah tubuh Prabu Rahwana, dan….tiba-tiba kereta bergoyang bahkan hamper terguling oleh sebab Indrajit yang terikat dibawah kereta berontak dan menumburkan tubuhnya kebadan kereta sehingga guncangan kereta menyebabkan Ramabadra terjatuh dari kereta dan panah terlepas dari tangannya, demikian juga Wibisana ikut terjatuh dan menimpa tubuh Ramabadra.
Kembali Indrajit mengamuk, kali ini dia berhasil melepaskan tali ikatan pada tangannya, prajurit Bala Rama segera bertindak dan berusaha meringkus kembali Indrajit. Namun tidak berhasil malahan banyak prajurit yang tewas karena pukulan dan tendangan Indrajit.
Anila dan Kapi Jembawan bertindak, pertempuran terjadi antara Indrajit dikeroyok Anila dan Kapi Jembawan bersama prajuritnya. Perkelahaian tak seimbang, Indrajit dengan tangan kosong berhadapan dengan berpuluh-puluh prajurit-prajurit dengan senjata lengkap seperti pedang dan tombak. Meskipun demikian Indrajit berhasil merobohkan lawan-lawannya, tapi akhirnya terkuras juga tenaganya sehingga tidak ada daya menahan serangan Anila dan Kapi Jembawan.
Indrajit terdesak lambungnya robek kena tusukan tombak, darah mengucur dari perutnya, tapi dengan sisa kekuatannya Indrajit masih berbahaya, bagaikan banteng ketaton Indrajit menghabisi musuh-musuh yang ada didekatnya, tidak ada ampun lawan yang berhasil dia tangkap, pecah kepala pasti terjadi.
Lama kelamaan kondisi badan Indrajit semakin lemah darah banyak yang keluar dari tubuhnya, mata berkunang kunang dan membuatnya lengah. Situasinya berbalik Indrajit dijadikan bulan-bulanan, tubuhnya penuh dengan luka. Sayatan pedang dan hujaman tombak musuh merajam tubuhnya. Akhirnya Indrajit jatuh dan mati secara mengenaskan. Prajurit Bala Rama bersorak gembira membusung dada bukti atas kemenangannya. Hanya Dewi Urang Ayu yang menjerit histeris menyaksikan puteranya binasa ditangan kreoyokan prajurit-prajurit Bala Rama.
Kumbokarno dan Sarpakenaka dari kejauhan juga menyaksikan Indrajit dikeroyok Anila, Kapi Jembawan bersama perajurit-perajuritnya, maka tanpa komando keduanya melejit menuju pertempuran tersebut dan berusaha membantu Indrajit yang jadi bulan-bulanan prajurit Bala Rama, tapi pasukan Prabu Sugriwa segera menghadangnya dan terjadilah pertempuran sengit keduanya.  Pasangan yang kompak antara Kumbokarno dan Sarpakenaka, keduanya berhasil memporak porandakan musuh, puluhan prajurit Bala Rama yang pada tewas.
Sementara itu pertempuran antara Prabu Rahwana dengan Lesmana masih berlangsung, sekarang Lesmana yang jadi bulan-bulanan, dia terjatuh dari kudanya kesempatannya untuk menyelamatkan nyawa bisanya hanya menghindar dan lari dari kejaran Prabu Rahwana. Anoman melihat keadaan Lesmana dalam keadaan terdesak, maka dia segera lari membantu Lesmana menyerang dengan mengayunkan gadanya ketubuh Prabu Rahwana, tapi Sang Prabu sempat menangkis dengan pedangnya dan terpentalah gada Anoman, sekarang Anoman yang menjadi mainan Prabu Rahwana dibantu sepak tendangan dari kuda tunggangannya sehingga Anoman jatuh tersungkur menahan sakit pada dadanya.
Ramabadra diatas kereta sedari tadi  kembali merentangkan busur panahnya kearah Prabu Rahwana mencari kesempatan untuk melepaskan anak panahnya namun selalu terhalang Lesmana ketika mereka masih saling bertempur diatas kuda masing-masing. Semestinya kesempatan itu ada ketika Lesmana jatuh dari kudanya, tapi mendadak datang Anoman yang pentalitan menghalangi kembali sasaran bidiknya. Ditunggunya dengan sabar dan ketika Anoman jatuh, sekarang semakin jelas sasaran bidiknya…..dan dilepaskannya anak panah Guhawijaya melesat cepat dan tepat mengenai sasaran….dada Prabu Rahwana tertembus panah Ramabadra dan tewaslah Prabu Rahwana semampir diatas kudanya.
Anoman tahu keadaan musuhnya mati terkulai diatas kudanya segera ia menangkap tali kendali kuda Prabu Rahwana dan menjaganya agar Prabu Rahwana tidak terjatuh ditanah. Anoman tahu akan kesaktian Prabu Rahwana yang memiliki ajian Pancasona bakalan hidup kembali bila jasadnya sempat menyentuh  tanah.
Satu persatu Ramabadra mencari kelengahan musuh-musuhnya kemudian membidiknya dengan panah Guhawijaya untuk membunuhnya. Tak luput Kumbokarno dan Sarpakenaka berakhir kematiannya oleh panah Ramabadra. Kembali sorak sorai membahana dari prajurit Bala Rama sebagai kegembiraannya atas kematian Raja Alengka Prabu Rahwana dan adik-adiknya Kumbokarno dan Sarpakenaka.
Didalam benteng Kutagara Alengka juga terjadi pertempuran. Rupanya Wibisana dan Hanggada berhasil menyelundupkan pasukannya melalui gorong-gorong kemudian membakar barak-barak dan bangunan bangunan yang ada didalam benteng sehingga suasana menjadi kacau-balau. Kumbo-kumbo putera Kumbokarno akhirnya terbunuh oleh pamannya sendiri Wibisana. Hanggada dan prajuritnya berhasil membuka gerbang benteng, maka berhamburanlah pasukan Bala Rama menyerbu masuk menyerang sisa-sisa pasukan Alengka yang tidak mau menyerah. Pembantaian terjadi beribu-ribu prajurit yang pantang menyerah dan penduduk yang dicurigai dibunuh tanpa ampun.
Akhirnya Alengka benar-benar jatuh ditangan Ramabadra. Wibisana tampil bagaikan seorang pahlawan datang membujuk penduduk Alengka agar mau keluar dari persembunyiannya, dinyatakannya perang telah usai. Dan akhirnya tercapailah apa yang jadi cita-cita Wibisana untuk menduduki tahta kerajaan Alengkadiraja. Ramabadra melantiknya sebagai raja baru Alengkadiraja dihadapan seluruh rakyat Alengka.
Bagaimana dengan jasad Prabu Rahwana. Anoman membawanya kenaik kegunung Rahtawu. Dipuncak gunung tersebut jasad Prabu Rahwana dimasukan kedalam batang pohon growong dan kemudian menjepitnya dengan timbunan bongkahan-bongkahan bebatuan sehingga kecil kemungkinannya ada orang untuk bisa menolongnya. Tubuhnya yang berada didalam batang growong tidak bakal tersentuh tanah sehingga ajian Pancasonanya tidak bakal bekerja, dan dipastikan jasatnya akan membusuk dan musnah dimakan binatang binatang serangga. Setelah timbunan bebatuan Anoman kemudian menggugurkan tebing gunung disamping kanan kirinya untuk mengurugnya sehingga tertutup rapat dan tidak bakal ada orang yang mengenali dimana Prabu Rahwana dikuburkan. Selesai melaksanakan tugasnya Anoman kembali ke Alengka menghadap melapor kepada Ramabadra.



17
PATI
OBONG

Shinta terpaksa berbicara terus terang kepada Ramabadra suaminya, bahwa dia sudah tidak bisa melanjutkan hidup bersama sebagai suami isteri. Shinta minta dicerai kepada suaminya. Tetapi apa jawaban Ramabadra, dengan marah dia katakana bahwa Shinta adalah milik Ramabadra baik raga maupun nyawanya, sebab semuanya telah dibelinya pada sayembara puluhan tahun yang lalu, bahkan sempat meluncur kata-kata menghina kepada Shinta isterinya,
…..”perempuan kotor macam kamu tidak usah banyak bicara, dan pergaulanmu dengan Rahwana telah meracuni hidupmu sehingga kamu berusaha melupakan suamimu, mestinya hukuman patut kamu terima, beruntung kamu aku masih sabar akan sikapmu”…..
Demikian awal perselisihan mereka setelah Ramabadra mengucapkan kata-kata yang menghina dan merendahkan martabat Shinta sebagai wanita.
…..”kakanda Ramabadra, ketahuilah bahwa hingga detik ini keadaanku masih suci, Prabu Rahwana adalah benar-benar seorang raja yang bijaksana dan tidak pernah beliau berbuat sembrono apalagi menyentuhku seperti yang kakanda tuduhkan, etikadnya baik dan benar-benar ingin menolongku dari….!”…..
….”aah, sudah-sudah tidak ada guna penjelasanmu bagiku,”…..Ramabadra memotong pembicaraan Shinta. 
Shinta mencoba ingin menjelaskan semua duduk permasalahannya, mengapa dia sampai kenegeri Alengka tapi Ramabadra yang diselimuti kecemburuan tidak mau mendengarkannya. Shinta akhirnya buntu untuk mendapatkan kebenaran dan mencari kesepakatan dengan Ramabadra.
Kembali lagi dengan ketidak berdayaannya sebagai wanita yang terbelenggu oleh tradisi pada jaman itu, bahwa status seorang isteri adalah milik suami yang pengertiannya disamakan seperti layaknya harta benda atau budak belian, maka Shinta akhirnya mengambil satu keputusan agar jiwa dan raganya terbebas dari cengkeraman Ramabadra yaitu dengan melakukan Pati Obong, lebih baik mati dari pada kembali kepada Ramabadra yang telah menghina dan bakalan membelenggu kehidupannya.
Maksudnya ini Shinta sampaikan kepada Anoman agar selanjutnya agar dilaporkan kepada Ramabadra.
……”ah, apakah dinda Shinta berani melakukannya, perempuan macam dia itu licik sepertinya ingin menggertak agar aku iba padanya dan melupakan semua perbuatannya, Anoman turuti saja kehendaknya paling-paling dia sebentar lagi berubah pendiriannya, disitulah aku akan mendapatkan kepastian akan kesuciannya.”…..
Anoman, Lesmana, Wibisana dan para kesatria yang hadir disana tampak terperanjat mendengar tanggapan Ramabadra terhadap niatan pati obong Shinta. Tapi semuanya diam membisu karena segan. Hari itu juga Anoman memerintahkan prajurit-prajurit pekerja untuk mempersiapkan kayu-kayu bakar perlengkapan untuk upacara pati obong. Kali ini tak seperti biasanya dalam segala persiapannya, berbeda pada upacara-upacara untuk pembakaran mayat. Dibuatkannya panggung pembakaran untuk Shinta dengan dihiasi penuh dengan bunga-bunga, tumpukan kayu bakar dipilih khusus dari kayu cendana dan masih ditaburkan serbuk kemenyan wangi dari Gangga.
Setelah segalanya siap Anoman kemudian datang menjemput Shinta dipesanggrahan dan katanya setengah membujuk,
…..”yang mulia Dewi, apakah pembuktian suatu kesucian harus dengan cara-cara seperti ini, kami semua para nayaka memohon agar yang mulia  Dewi berfikir ulang dan mengurungkan niatan ini, kami semua tidak ingin kehilangan Dewi, masih banyak yang harus diurus negeri yang rusak ini akibat peperangan. Harapan kami Dewilah yang bisa menyelesaikan semuanya ini.”….
Shinta sudah tidak percaya lagi omongan dan bujukan Anoman, sebab dimatanya telah banyak bukti bahwa kaumnya Ramabadra termasuk Anoman adalah orang-orang penganut faham yang merendahkan kaum perempuan. Maka dengan tekat yang bulat Shinta melangkah menuju panggung pembakaran.
Tampak dibalai pesanggrahan Ramabadra duduk didampingi Lesmana, Wibisana dan para punggawa-punggawanya menyaksikan Shinta dengan pandangan yang acuh dan tidak mau mendekat sepertinya mereka benar-benar menuntut suatu pembuktian akan kesucian dari seorang Shinta. Bahkan Ramabadra mengatakan,
….”para Dewa akan menyaksikan peristiwa ini, api tak akan menjilatmu bila kesucian benar-benar ada pada dirimu, dan aku ingin kebenaran yang sesungguhnya.”….     


18
GEGER
JONGGRING SALOKA

Suasana dipuri Kadewatan tampak sunyi sepi setelah prahara yang terjadi dua hari yang lalu, pintu gapura Jonggring Saloka tampak semlah dan rusak sepertinya habis dibuka paksa. Kejadiannya pada waktu itu adalah saat Batara Yamadipati sedang ditugasi Batara Guru untuk mencabut nyawa Shinta yang sedang menjalani pati-obong sebagai bukti kesuciannya dihadapan suaminya. Waktu itu Ramabadra sang suami menyaksikan jauh dibawah panggung pembakaran mayat  dengan pandangan dingin. Termasuk Trijata, Anoman, Lesmana dan seluruh pasukan Ayodya dan sebagian rakyat Alengka menyaksikan tragikomedi ini dengan perasaan haru dan ketidak-relaan. Tampak diwajah-wajah mereka kesedihan, karena ditinggal Shinta yang mereka sayangi. Mengapa keputusan konyol semacam ini mesti terjadi. Sepertinya ada protes didalam batin mereka tentang keadilan. Apakah bukti kesucian harus ditebus dengan kematian, dan apakah diri Ramabadra merasa sudah paling suci, karena penyebab nekatnya Shinta melakukan pati-obong karena dia, yang menyangsikan kesucian Shinta selama tinggal di Alengkadiraja?
Anoman sang putra Batara Guru menjadi tampak bodoh, ndlongob, bagaikan robot, bahkan ia tanpa sadar malah maju melangkah  membantu menyulutkan api pada tumpukan kayu bakar untuk pelaksanaan pati-obong Shinta. Dari sekian banyak orang yang hadir disitu sepertinya tidak ada tindakan untuk menolong atau mencegah laku bunuh diri itu, eeh demi rasa kemanusiaan atau rasa keadilan, sama sekali tidak ada tercermin diwajah mereka, yang tampak adalah kecemasan dan kebingungan semata.
Jauh disana gunung Rahtawu, rupanya Prabu Rahwana masih hidup berkat ajian Pancasona karena tertolong ada binatang rayap-kayu yang membangun sarangnya merambat ketelapak kakinya yang sudah mulai membusuk. Sarang tanah yang menyentuh tubuhnya membuatnya ajian Pancasona berfungsi kembali, dan beberapa menit kemudian tubuh Prabu Rahwana utuh kembali, serpihan daging dan tulang yang berceraiberai kemudian menyatu lagi dan Prabu Rahwana hidup kembali. Nyawanya sulit dipisahkan dari jasadnya selagi ajian Pancasona masih berada didalam tubuhnya, meskipun raganya pisah terburai atau lumat jadi debu.
Bersamaan meletusnya gunung berapi Rah Tawu, menimbulkan terjadinya gempa bumi, yang berakibat merekahnya tanah, Prabu Rahwana beruntung kedua kalinya, dia berhasil membebaskan diri dari jepitan anak gunung Rah Tawu yang ditimpakan Anoman padanya, Prabu Rahwana selamat maka Prabu Rahwana dengan tubuh yang masih lemah dan nyeri pada bekas luka didada akibat terkena panah Guhawijaya milik Ramabadra, cepat-cepat Prabu Rahwana menyelamatkan diri dari ganasnya letusan gunung Rahtawu, lahar bersama awan panas muntah dari kawah gunung. Dengan segala kekuatannya Prabu Rahwana berlari meninggalkan keganasan Rahtawu, ia terus berjalan terhuyung-huyung menuruni perbukitan menuju Alengka.
Didalam perjalanan, Prabu Rahwana berpapasan dengan Batara Yamadipati sedang berjalan terburu-buru, tampak ditangannya sedang membawa sesuatu, yah itu adalah nyawa Shinta. Prabu Rahwana terkejut melihatnya, hatinya risau campur gusar setelah mengetahui nyawa Shinta berada ditangan Batara Yamadipati, timbul kecurigaan dan pikirannya terbayang wajah Shinta yang ia cintai, muncul kekawatiran yang amat sangat akan keselamatan Shinta. Dimanakah Shinta sekarang dan apa yang terjadi padanya?
Tanpa berpikir panjang segera Prabu Rahwana berbalik mengejar Batara Yamadipati dan  memintanya untuk mengembalikan nyawa Shinta ke jasadnya. Tapi Batara Yamadipati menolaknya, bahkan bergegas lari meninggalkannya dengan cepat naik kelangit Kadewatan, dengan erat-erat dibawanya nyawa Shinta ke puri Kahyangan dan sedianya akan menuju keruang sidang peradilan dewata. Keburu Prabu Rahwana menyusul mengejarnya dan berusaha merebutnya, namun Batara Yamadipati lebih gesit dari pada Prabu Rahwana yang masih terluka, segera ia masuk kedalam puri Kadewatan maksudnya mau minta bantuan Batara Guru, maka secepatnya Batara Yamadipati mencoba menahan Prabu Rahwana dengan menutup pintu gerbang Jonggring Saloka.
Dengan tertatih-tatih Prabu Rahwana menaiki anak tangga yang menuju pintu Jonggring Saloka dan mendobraknya sehingga pintu menjadi terbuka dan rusak berantakan, Batara Yamadipati belum sempat masuk ke ruang sidang peradilan dewata keburu tertangkap oleh Prabu Rahwana, maka terjadilah perkelahian seru antara keduanya. Prabu Rahwana berusaha merebut nyawa Shinta dari tangannya. Batara Yamadipati mempertahankannya, tapi akhirnya ia kalah dan Prabu Rahwana berhasil merebut nyawa Shinta, kemudian menyadera Batara Yamadipati dan serta merta dengan paksa menggelandangnya kembali ke Mayapada dimana jasad Shinta berada. Shinta tergolek mati lemas diatas panggung pembakaran mayat di Alengka. Api mulai melalap bunga-bunga tabur mayat disekelilingnya dan……….!!
Kadewatan Jongring Saloka geger stelah mengetahui keributan itu menjadikan Batara Guru marah dan segera memerintahkan Delapan Laskar Dewa untuk menangkap Prabu Rahwana karena berbuat keonaran, tetapi secara kebetulan Sang Hyang Tunggal menyaksikan peristiwa itu kemudian mencegah niat Batara Guru untuk menangkap Prabu Rahwana dan memberi kesempatan Rahwana untuk lolos bersama Batara Yama sebagai tawanannya.
Hari semakin gelap, Prabu Rahwana dan Batara Yamadipati telah sampai di Alengka, dari langit tampak dibawah seperti ada api unggun yang dikerumuni kumpulan manusia secara melingkar, dan semakin dekat tampak jelas rupanya bukan api unggun pramuka tetapi kobaran api menggila pada panggung pembakaran mayat. Ditengah tergolek jasad putrid ayu Shinta dikelilingi api yang siap menjilatnya. Prabu Rahwana menarik Batara Yamadipati untuk turun mendekat, kedatangannya tidak ada orang yang melihatnya, dipaksanya Batara Yama untuk menghidupkan kembali Shinta dari kematiannya, Batara Yama terpaksa menurutinya, setelah nyawa Shinta masuk kejasadnya tampak kemudian Shinta kembali bergerak bernafas dan akhirnya hidup kembali. Prabu Rahwana sangat gembira dan menangis haru.
Diam-diam Batara Yama mundur menyelinap melarikan diri sebelum Prabu Rahwana mengusirnya, bergegas ia pulang naik ke Kadewatan untuk melapor pada Batara Guru. Api semakin berkobar dan Shinta belum sadarkan diri, Prabu Rahwana melihat Shinta dalam bahaya, segera ia berbuat sesuatu untuk menyelamatkannya. Dengan kesaktiannya dia kemudian menjilma menjadi kabut yang dingin dan dengan sigap melindungi Shinta dari amukan api. Deras airmata cintanya Prabu Rahwana kepada Shinta, keluar mengucur menyirami sekujur tubuh Shinta sehingga menjadi basah dan membebaskan tubuhnya dari jilatan api yang mulai merambah mendekatinya. Shinta menjadi sejuk dan tidak merasakan panasnya api, meskipun bangunan panggung mulai terbakar runtuh dan kemudian menimbunnya, dengan sigap Prabu Rahwana melindunginya.
Malam semakin lemah, sang surya mencoba mengintip diufuk timur sepertinya menunggu aba-aba kokok ayam jago, memberi isyarat agar sang surya segera melangkah keluar untuk menerangi alam jagat-raya. Api panggung pembakaran mayatpun sudah padam, tinggal bau wangi asap arang yang masih menyengat. Onggokan abu dan arang kayu cendana tampak menggunung, Anoman diserahi tugas untuk mengumpulkan sisa abu dan tulang belulang majikannya Shinta. Dengan hati-hati disingkirkannya sisa-sisa arang yang telah padam dan dikais-kaisnya abu sisa pembakaran sedikit demi sedikit disisihkan untuk mencari abu dan tulang belulang mayat Shinta. Makin dalam dan semakin kedalam, terasa tangannya menyentuh sesuatu yang aneh. Terkuak dari onggokan abu kain kafan putih tampak kepermukaan, Anoman semakin penasaran ingin tahu, dengan cepat ditiupnya abu pembakaran dengan kesaktiannya, dengan sekejap mata maka terkuaklah semakin jelas kain-kafan putih seluruhnya beserta empunya yang terbungkus yaitu Shinta. Seluruh raganya masih utuh tidak ada cacat sedikitpun, matanya masih terpejam kondisi tubuhnya lemah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Anoman sangat bergembira melihat majikannya selamat dari api maut, maka cepat-cepat mengangkatnya keluar dan membawanya kebalai-balai Taman Soka dimana Ramabadra sedang menunggunya.
Dari atas langit sana dibalik awan, Prabu Rahwana memperhatikan Shinta yang telah terselamatkan dari kematian, ada perasaan lega dihati Rahwana karena telah bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat guna menyelamatkan jantung hatinya karena begitu besar cintanya kepada Shinta, meskipun hati dan raga Shinta tidak pernah bisa ia miliki. Prabu Rahwana adalah sosok pencinta sejati. Rahwana ingat kata-kata Togog, sewaktu ia gandrung wuyung kepada Shinta di Taman Soka, akan tetapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Prabu Rahwana menangis mengadu kepada Togog punokawannya. Dan Togog menghiburnya serta memberikan nasehat agar Prabu Rahwana reda emosinya.
……“Gusti, tahukah paduka apakah itu yang dinamakan cinta?”…..
dalam tangis hati Prabu Rahwana ketawa terbahak-bahak, ketawanya adalah ketawa hati yang kesal,
…”kamu ini sedang meledek aku yang sedang patah hati?”.....,
Togog melanjutkan penjelasannya,
….”yang namanya cinta itu adalah pekerjaan jiwa yang besar dan agung!.... kalau cinta itu berawal dan berakhir pada Tuhan Yang Maha Kuasa, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki yaitu, selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai, dengan begitu kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan saat kasih kandas karena takdirnya. Orang yang patah hati itu karena mereka itu tidak mengerti posisinya, posisi jiwanya yang salah, dia mencintai seseorang karena menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika cintanya tertolak, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Itu bukan cinta namanya, karena dia punya pamprih yaitu menggantungkan sumber kebahagiaannya pada kenyataan bahwa orang lain mencintainya!”…..
dan tutur Togog selanjutnya,
…..”Pecinta sejati selamanya hanya bertanya, apakah yang akan kuberikan? tentang kepada siapa sesuatu diberikan, itu adalah sekunder!...Nah, bila paduka bisa menjalaninya maka jiwa paduka akan tenteram dan mendapatkan kebahagian sejati yang tiada taranya,”…..
Wah, hebat nasehat Togog ini, terimakasih! Begitu dalam hati Prabu Rahwana membenarkan nasehat-nasehat punokawannya yang selalu setia mendampinginya dalam suka maupun duka. Maka bergegas Prabu Rahwana terbang meninggalkan Shinta yang sedang dirawat dibalai-balai Taman Soka oleh Ramabadra yang didampingi Anoman dan Trijata dibantu adiknya Wibisana. Ia pergi berniat mencari Togog dipadepokannya.
Jongring Saloka, Batara Guru tidak bisa berbuat apa-apa begitu Sang Hyang Tunggal mencegahnya untuk menangkap Prabu Rahwana. Malahan Batara Guru diperintahkan untuk memanggil Ismaya (Semar), Antaga (Togog) dan Delapan Laskar Dewa yaitu Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Bayu, Batara Cakra, Batara Baruna dan Batara Brama untuk datang ke Kadewatan pada saat bulan purnama pekan depan, Sang Hyang Tunggal akan mengadakan pertemuan dengan seluruh para dewata, temanya membahas permasalahan tugas-tugas para dewa mengelola kehidupan di Mayapada serta persiapan-persiapan menghadapi bangkitnya Prabu Rahwana kembali. Maka selanjutnya Batara Guru memanggil Batara Narada untuk melaksanakan perintah Sang Hyang Tunggal untuk menjemput para dewa agar datang pada rencana dan waktu pertemuan yang telah ditentukan.




19
PELELANGAN
BUDAK BETINA

Shinta akhirnya sadar, dibukanya matanya, pandangannya masih kabur dan tampak remang-remang orang-orang yang pernah dekat dengan dirinya pada duduk mengelilinginya, tapi meskipun kurang jelas pandangannya ia tahu siapa  yang ada didekatnya. Didekat kepalanya adalah Ramabadra suaminya tampak sedih menyesali akan sikapnya yang keliru selama ini berprasangka buruk terhadap Shinta isterinya dan membiarkan isterinya melakukan pati-obong sebagai bukti akan kesuciannya selama berada di Alengka. Kemudian ada Lesmana yang menunduk sepertinya menahan malu karena bersalah, ada Trijata, disebelahnya lagi ada Anoman yang tampak wajah beruknya yang berseri karena gembira, mengetahui majikannya telah selamat.
Kembali Shinta pejamkan matanya pikirannya menerawang mengingat kemasa lalu, Shinta sangat sedih memikirkan keadaan dirinya, mengapa dia diciptakan jadi seorang perempuan. Jadi seorang perempuan itu ternyata sangat berbeda dengan jadi seorang laki-laki. Perempuan setelah dewasa tidak bisa merdeka didalam kehidupannya, terkekang dan bahkan dipingit setelah beranjak perawan. Seorang perawan dibatasi geraknya, dan yang paling menyakitkan dan menyedihkan adalah jadi perempuan hidupnya harus nrimo dadi wong bodo, cukup hanya tahu kebutuhan dapur, tidak perlu bisa menulis, tidak bisa membaca apa lagi untuk belajar ilmu pengetahuan. Warisan adat dan budayalah pada jamannya yang mengkondisikan perempuan seperti itu, Shinta sangat tidak senang. Shinta kepingin, meskipun jadi seorang perempuan mestinya juga harus bisa mengerti sastra dan ilmu pengetahuan, jadi tidak selalu rendah dibanding para lelaki. Tetapi kenyataan sekarang ini memang demikian, keinginan perempuan untuk bisa maju dan setara dengan laki-laki sulit terlaksana, malah termasuk langka kalaupun ada. Hampir sebagian besar wanita-wanita sebayanya dinegeri Mantili tidak berbeda dengan dirinya, tidak bisa baca tulis, tahunya hanya uplek didapur saja.
Sewaktu masih perawan sebelum menjadi isteri Ramabadra, pernah Shinta menyampaikan keinginan isi hatinya kepada orang tuanya yaitu Prabu Janaka untuk bisa belajar sastra dan ilmu pengetahuan seperti kaum laki-laki. Tapi tidak mendapat respon dari orang tuanya, malahan Prabu Janaka kukuh memegang erat adat warisan budaya yang diterima dari leluhurnya bahwa, seorang perempuan itu tidak perlu dan tidak ada manfaatnya belajar sastra, toh akhirnya ya hanya mengolah kebutuhan dapur saja
…. “Shinta, kamu anak perempuanku satu-satunya yang aku sayangi, janganlah berpikir yang neko-neko, jangan pula melanggar adat, sehingga membuat orang tuamu ini menjadi malu, ee.. punya anak perempuan satu saja ternyata mursal dan mulang sarak, keluar dari kebisaan adat…. Shinta, lebih baik kamu belajar ubeng ingering bale omah sehingga dikemudian hari kamu bisa menjadi wanita yang pandai mendidik anak, yang bisa menjadi kebanggaan masyarakat semua, dan membuat harumnya nama orang tuamu. Nah, Shinta percayalah nasehatku dan saya akan meluluskan segala permintaan barang-barang yang berguna untukmu, kecuali usulanmu tadi”……..
Demikian jawaban dari Prabu Janaka,  padahal harapan Shinta, ia tahu kalau orang tuanya adalah seorang raja yang berkuasa, kaya raya dan tentunya bisa mencukupi segala kebutuhannya belajar, dan lagi harapannya bisa menjadi katja benggala dan tuladaning liyan sehingga perempuan-perempuan lainnya akan mengikuti untuk ikut belajar sastra. Dan akhirnya derajat perempuan tidak selalu dibawah dan kalah kepandaiannya dengan laki-laki.
Beberapa tahun kemudian, Prabu Janaka berkeinginan mencarikan jodoh yang tepat buat Shinta putrinya. Sang Prabu Janaka berpengharapan untuk mendapatkan seorang menantu satria yang gagah perkasa, karena Prabu Janaka punya pamrih nantinya sang menantu untuk diajak bekerja sama berperang menundukan Prabu Subali yaitu raja beruk yang sakti mandra guna yang berambisi untuk menguasai dunia, juga pamrih-pamrih yang lain ialah ingin memusnahkan faham-faham yang berlawanan dengan ideologinya, sasarannya adalah Rama Bergawa yang selama ini dianggap berbahaya bagi kerajaan Mantili.
Kriteria calon yang terpilih adalah, diantaranya adalah seorang kesatria, yang lebih perkasa atau minimal sama dengan dirinya. Cara menyeleksinya yaitu dengan mengadakan sayembara. Barang siapa diantara kesatria-kesatria yang mengikuti sayembara ini mampu menarik busur wasiat milik Prabu Janaka pemberian dari Sang Hyang Girinata yang beratnya sepuluh kali lipat berat gajah tua. Maka sang pemenang akan dikawinkan dengan Shinta putrinya.
Shinta terkejut dan tidak senang mendengar rencana orang tuanya yang tanpa kompromi, berniat mengadakan sayembara tujuannya mencarikan calon suami untuk dirinya. Tapi dibalik sayembara itu sebenarnya adalah ambisi-ambisi Prabu Janaka untuk mengukuhkan kekuasaannya dengan mengorbankan putrinya dijadikan obyek guna meraih tujuannya. Shinta hatinya sedih dan kecewa ditakdirkan jadi perempuan yang selalu dikekang dan dicencang, dan harus menerima saja keputusan adat dan budaya yang berlaku.
Nasib Shinta tak ubahnya sama dengan Dewi Sukesi puteri dari Prabu Sumali raja Alengka. Dewi Sukesi juga dijadikan obyek atau umpan pada sayembara mencari calon menantu, demi mempertahankan gengsinya dimata negeri-negeri seberang. Berbagai cara Dewi Sukesi mencoba menghindar dari sayembara ini dengan memperberat persyaratan sayembara, yangmana semula persyaratan hanya pergulatan melawan kesaktian Ditya Jambumangli,  kemudian ia minta ditambahkannya persyaratan menebak teka-teki tafsir ilmu “Sastra Jendra Hayuningrat”. Dewi Sukesi punya pengharapan akan gagalnya sayembara ini, masalahnya ia menginginkan kemerdekaan dirinya dan juga bagi kaumnya, dimana ia bebas bisa memilih dan menentukan sendiri calon suaminya yang dilandasi dengan rasa cinta yang tulus keduanya. Akan tetapi takdir menentukan lain, akhirnya sayembara dimenangkan oleh orang yang sudah tua yang pantas disebut kakek baginya yaitu Resi Wisrawa,
….”Sastra Jendra Hayuningrat yang maknanya adalah manusia bila ingin selamat dalam hidupnya, didunia dan akhirat haruslah memahami kedudukan sembah antar manusia didalam pergaulan, dan hirarki transendentalnya dengan sembah terhadap Yang Maha Kuasa. Yaitu bekerja secara dedikatif dibidangnya, yakni salah satu bidang yang membentuk konfigurasi semesta…dst…dst”
mendengar penjelasan tersebut Dewi Sukesi mengiyakan akan kebenaran teka-teki tersebut, dan tumbuh rasa simpati kepada sang Resi. Tetapi Resi Wisrawa ternyata ia hanya diutus oleh Prabu Danaraja dari Lokapala yang puteranya sendiri, untuk mewakili dirinya memperebutkan Dewi Sukesi pada sayembara tersebut. Dewi Sukesi sangat kecewa, baginya ini adalah merupakan pelecehan dan penghinaan untuk dirinya. Tapi apa dikata, ketidak berdayaan terpaksa ia hanya bisa pasrah. Senjata terakhir pembelaan dan pemberontakan batinnya yaitu kemudian dia nekat menolak dikawinkan dengan Prabu Danaraja, dia memilih Resi Wisrawa karena dia yang mengikuti dan memenangkan sayembara, bukan Prabu Danaraja.
Nasib yang sama terjadi pada Dewi Tara putrinya Batara Indra, juga korban ambisi orang tuanya yang tidak bisa mengatasi kekacauan Mayapada, yaitu menumpas Mahisasura dan Jatasura raja siluman dari Guakiskenda yang selalu mengganggu ketenangan para dewa-dewi di Kahyangan. Dengan memperalat Subali dan Sugriwa untuk menumpas kedua siluman tadi, dengan iming-iming hadiah bila salah seorang dari Subali atau Sugriwa berhasil membunuh kedua siluman tadi dan kembali dengan selamat, maka akan diberi hadiah seorang putri dari Kahyangan yaitu Dewi Tara. Berangkatlah mereka berdua menuju Guakiskenda. Dengan kesaktiannya Subali-lah yang akhirnya berhasil membunuh kedua siluman itu. Perselisihan faham antara Subali dan Sugriwa sehingga menjadikan pertengkaran dua bersaudara sekandung itu berkepanjangan, hanya untuk memperebutkan Dewi Tara. Dewi Tara-lah akhirnya yang menjadi korban, menjadi piala bergilir pemuas nafsu dari kedua orang yang bernama Subali dan Sugriwa. Melihat kejadian tersebut, perempuan-perempuan pada jaman itu jelaslah mereka dikondisikan tak lebih atau setara dengan barang atau binatang, direndahkan derajadnya, dibelenggu kemerdekaannya, terabaikan hak-haknya, tak lebih sebagai benda, terlantar, tersiksa, terperas tenaganya seperti sapi. Menyedihkan, suatu tragedy yang maha tragis.
Peristiwa Cupu Manik Astagina yang dimiliki Dewi Windradi telah membawa petaka, kecemburuan Resi Gotama kepada isterinya yaitu seorang bidadari dari Kahyangan bernama Dewi Windradi. Permasalahannya adalah Dewi Windradi tidak mau memberitahu asal-usul Cupu Manik Astagina yang ia miliki. Cupu Manik Astagina adalah hadiah dari Batara Surya pacarnya dulu sebelum ia kawin dengan Resi Gotama. Memang ada kesepakatan antara Dewi Windradi dengan Batara Surya untuk merahasiakan asal usul benda tersebut, namun tidak pada makna Cupu Manik Astagina yang mengandung ajaran-ajaran tuntunan kemanusiaan agar bisa hidup bahagia didunia dan akhirat. Resi Gotama lebih mengedepankan rasa cemburunya tentang asal usul benda tersebut katimbang makna atau ajaran tuntunan hidup yang bermanfaat yang tersirat dari makna Cupu Manik Astagina. Makna dari Cupu Manik Astagina adalah
…..”sarana kebahagian hidup manusia didunia dan diakhirat, ada delapan syarat yang harus dikelola dengan benar, yaitu Agama, Garwa, Putera, Kaya, Curiga (alat kerja atau persenjataan), Wisma, Turangga (alat transportasi), Kukila (burung, melambangkan kelestarian hidup dan lingkungan), tetapi syarat kedelapan tersebut bila salah memanfaatkan maka petakalah yang akan didapatnya,”…..
nasehat itu tidak digubrisnya malahan dengan teganya kemudian Resi Gotama mengurung Dewi Windradi kedalam Tugu Batu Menhir (Lingga, tempat pemujaan) kemudian membuangya keluar jauh dari pertapaan Sukendra . Disini terlihat bahwa perempuan tidak dihargai baik privasinya maupun suara-suaranya (ajaran-ajaran Cupu Manik Astagina), dan akhirnya ia dikurung sebagai pelampiasan kemarahan karena cemburu, penganiayaan itu  disaksikan oleh ketiga anaknya yang masih kecil-kecil (Anjani, Subali dan Sugriwa) ini merupakan contoh yang tidak mendidik kepada anak-anak yang mencintai ibunya.
Anoman lahir dari perbuatan haram dari Batara Guru yang memperkosa Ratna Anjani dikolam Mandirda. Batara Guru dalam perjalanannya ke Mayapada kebetulan melewati Mandirda dan berhenti karena melihat ada orang yang sedang tapa kungkum disebuah kolam, maka ia dekati. Batara Guru terperanjat mengetahui yang tapa kungkum adalah seorang wanita muda tanpa busana, kulitnya kuning mulus, tubuhnya tinggi semampai, payudaranya padat berisi sehingga Batara Guru tergoda dan bangkit nafsu birahinya, maka terjadilah perbuatan yang tidak semestinya sehingga akhirnya Ratna Anjani hamil. Sembilan bulan kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki dan di beri nama Anoman atau Anjaniputra.
Mungkin diluar sana masih banyak lagi Shinta-shinta dan Sukesi-sukesi yang yang bernasib seperti itu, perempuan derajatnya disamakan dengan barang atau binatang yang dengan seenaknya bisa diperjual belikan atau dilelang seperti dipasar ikan. Istilahnya bukan dilelang tetapi lebih “sopan” sedikit yaitu disayembarakan. Sama tidak beda! Perempuan dikondisikan sebagai kaum lemah, kaum bodo yang pendek pikirannya dan kaum nerimo dll. Kemudian dibakukan predikat karangan tersebut seolah-olah memang itulah kodrat jadi perempuan.
Tapi sebenarnya adatlah yang mengurung dan menjadikan perempuan menjadi budak laki-laki turun-temurun berjalan hingga sekarang. Perempuan dibelenggu dengan tata cara adat, banyak yang tidak diberi kesempatan maju kemuka dilapangan masyarakat, banyak yang baginya diharamkan ini dan diharamkan itu. Adat yang berlaku hanya berpihak kepada laki-laki saja. Padahal secara kwalitas baik laki-laki maupun perempuan sama saja, hanya kesempatan berkembangnya yang tidak sama. Ini tidak adil. Mereka lupa bahwa fungsi kodrat perempuan menjadi ibu, menerima benih anak kemudian mengandung anak, melahirkan anak, menyusui anak, memelihara anak, fungsi ini sama pentingnya dengan tugas laki-laki, tapi mereka kurang dihargai, malahan dengan sombongnya laki-laki mengatakan bahwa laki-laki maju kepeperangan adalah butuh modal keberanian untuk menghadapi bahaya yang lebih besar, lalu apakah yang perempuan bisa perbuat, bahaya apa yang perempuan hadapi?
Shinta masih terbuai dalam lamunannya, tiba-tiba ia mendengar bisikan suara misterius
….”hentikan Shinta, hentikan…kamu harus berani memulai untuk menghentikan ketidak adilan ini, dimata Tuhan Yang Maha Kuasa manusia itu sama derajadnya, baik itu laki-laki maupun perempuan, yang berbeda adalah darma-darma (amalan-amalan) yang mereka upayakan semasa hidup didunia…..keangkara murkaan manusia itu bisa dihentikan oleh kesadaran manusia sendiri, maka dari itu mulailah dari dirimu….memang didunia ini ketidak adilan akan selalu muncul silih berganti hilang satu tumbuh berikutnya…. Pada jaman yang akan datangpun masih akan terjadi ketidakadilan ini dimana perempuan selalu ditindas, seperti Ambika, Ambiki dan Ambaliki……”…..
Memang benar pada jaman Mahabarata, perempuan-perempuanpun masih diperjual belikan atau sebagai umpan dalam sayembara atau pelelangan untuk ambisi-ambisi keangkara-murkaan untuk menguasai dunia. Diramalkan Ambika, Ambiki dan Ambalika yang menjadi korban dalam sayembara Prabu Darmamuka ayahnya yaitu raja Srawantipura, dan pemuda Dewabrata dari Astina yang impoten berhasil memenangkan sayembara tersebut dan kemudian ketiga isterinya dibawa ke Astina. Dia mengikuti sayembara tersebut hanya untuk menutupi kelemahan-kelemahan syahwat yang ada pada dirinya. Akhirnya dua dari isterinya dibagikan kepada adik-adiknya, Ambiki diberikan Citragada dan Ambaliki diberikan Citrasena. Sedangkan Ambalika mengalami nasib yang menyedihkan, ia dibunuh Dewabrata karena dirinya tidak bisa melakukan sanggama karena impoten. Tragis!
Bagaimana kasus poliandrinya Dewi Drupadi isteri Pandawa, dia dengan terpaksa harus melayani kelima orang bersaudara Pandawa, yaitu mulai Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa dihutan Wanamarta sewaktu dalam pengasingan. Sepertinya para ahli filsafat dan ahli biologi sepakat mengatakan bahwa tali sex adalah salah satu motor yang terpenting dari perikehidupan manusia, disamping nafsu makan dan minum. Kalau tali sex diputuskan beberapa tahun saja, maka manusia umumnya menjadi abnormal. Artinya apa, manusia akan kembali mengikuti kebebasan menurut kodrat alam. Alam tidak mengenal moral, tali sex itu memang bukan perkara moral, tapi tali sex adalah mengikuti kodrat, sama halnya lapar dahaga adalah menurut kodrat. Manusia yang tidak bisa hidup secara normal, terus apa yang terjadi dengan Pandawa dengan seorang perempuan bernama Drupadi yang terasing dihutan gung lewang lewung selama bertahun-tahun, dimana usia mereka masih sangat muda yang pada waktu kesexannya sedang puncak-puncaknya. Salome jawabannya! Ah, itu pembelaan orang yang berpihak kepada Pandawa untuk membenarkan apa yang telah mereka perbuat. Tapi kalau mau meneliti sejarah lebih jauh kebelakang tentang adat di Gangga atau di Malabar India belakang sana, masih ada adat budaya salome (maaf, satu lobang dipakai rame-rame) yaitu pada malam pernikahan semua dari keluarga laki-laki dari pengantin lelaki meniduri pengantin perempuan itu secara bergantian!
Bagaimana kisah Dewi Prita atau Dewi Kunti, putri Prabu Kuntiboja dari Mandura dengan Dewi Dayita, dimasa remajanya menjadi korban pelecehan Resi Dursawa, keinginannya mempelajari suatu ilmu dan berakhir dengan hilang kegadisannya digagahi oleh Batara Surya hingga hamil dan melahirkan Basukarna yang dikemudian hari menjadi raja di Awangga bergelar Dipati Karna.
Kisah Dewi Gandari, putri sulung pasangan Prabu Gandara dan Dewi Gandini, Dewi Gandari dikecewakan Pandu yang memenangkan sayembara, tapi kemudian selanjutnya dia diserahkan kepada Destarata kakaknya yang buta untuk dikawini, sehingga membuat gadis ini patah hati dan Dewi Gandari bersumpah menutup matanya disaat terang dan membukanya jika malam tiba. Dewi Gandari adalah ibu Kurawa.
Kisah Dewi Setyawati, nama kecilnya Dewi Pujawati, putrinya Batari Darmastuti, ibunya telah meninggal selagi Dewi Pujawati masih kecil. Bersama ayahnya Begawan Bagaspati seorang raksasa, dan sikecil Dewi Pujawati diasuh hingga remaja. Pemuda Narasoma atau Prabu Salya raja Mandaraka bertemu Dewi Setyawati dan keduanya saling mencintai, tetapi pemuda Narasoma malu mempunyai mertua seorang raksasa, tanpa sepengetahuan Dewi Setyawati pemuda Narasoma membunuh Begawan Bagaspati. Dewi Setyawati sangat kecewa dan sedih atas tragedy ini, dalam keadaan mengandung ia tidak berdaya dan hanya bisa pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dewi Setyawati ibu yang sangat melindungi dan memanjakan ketiga putrinya dan kedua puteranya, yaitu putri sulungnya bernama Erawati yang kemudian menjadi permaisuri Prabu Baladewa raja Mandura, putri yang kedua adalah Surtikanti yang kemudian jadi permaisurinya Dipati Karna, dan sibungsu Banowati jadi permasurinya Prabu Suyudana raja Astinapura. Dua putera lelakinya yaitu Burisrawa dan Rukmarata.
Dan menyedihkan lagi nasib seorang pembantu seperti Nyi Sagupi. Dia seorang pembantu di keraton Mandura yang mahir membawakan kidung-kidung sehingga memesona banyak orang. Termasuk tiga putera Prabu Kuntiboja yaitu Basudewa, Arya Rukma dan Urgasena, dimana suatu malam yang sepi secara bergiliran mereka memperkosa Nyi Sagupi menyebabkan Nyi Sagupi hamil. Dan itu diulang dan diulang oleh ketiga pangeran tersebut, dan Nyi Sagupi tidak berdaya untuk melawan karena mereka adalah putera-putera seorang raja. Hasil hubungan dengan Basudewa ia melahirkan Udawa dan Pragota, dengan Arya Rukma lahirlah Larasati, dan dengan Urgasena lahirlah Arya Adimanggala. Akhirnya aib ini terbongkar dan Nyi Sagupi lantas dikawinkan dengan Antagupa dengan imbalan kedudukan sebagai Demang di Widarakandang.  
Shinta masih melanjutkan lamunannya,
…..“bagaimanakah caranya aku memulai untuk menghentikan kepalsuan-kepalsuan ini, kalau aku mbedhal bagaimana tanggapan masyarakat terhadapku dan juga orang tuaku pasti akan menganggap aku sebagai anak yang durhaka, dan tidak berbakti kepada orang tua, aku masih ingat kata-kata mbakyu Limbuk kepadaku sewaktu aku masih perawan dulu begini nasehatnya,……Bapa dan ibu adalah merupakan lantaring urip ing ngalam donya, siapa yang melupakan orang tuanya sama halnya melupakan Yang Maha Kuasa, oleh karena itu berbaktilah kepada orang tuamu. Dan anak itu sebagai penerus dari orang tua, tidak ada cinta kasih yang melebihi cinta kasih orang tua kepada anak-anaknya. Maka dari itu orang tua berusaha mendidik dan memberi contoh tentang udanagara (sopan santun) dan tatakrama yang baik agar ditiru oleh anak-anaknya, dikemudian hari diharapkan anak-anaknya bisa mikul dhuwur mendhem jero terhadap orang tuanya….. Oleh karena itu besuk kalau kamu jadi orang tua haruslah seperti itu,  dan perlu diingat janganlah suka dan gampang nyepatani anak dengan kalimat yang tidak baik, sebab sepatanya orang tua itu bisa numusi dan bisa juga akan merusak rasa baktinya anak kepada orang tua…… Dan tidak kalah pentingnya didalam memberi nama anak, pilihlah nama yang bagus, sebab nama yang disandang itu akan dibawa sampai ke akherat nanti,”…………..
dan mbakyu Limbuk meneruskan nasehatnya kepada momongannya Shinta,
…..”janganlah mengaku mereka sebagai orang tuamu, dikarenakan mereka itu kaya-raya dan jadi penguasa, apapun kondisinya orang tuamu kamu harus selalu mengakuinya. Dan juga janganlah membangga-banggakan atau suka pamer bahwa orang tuamu kaya raya atau berkuasa, sebab kepangkatan dan kekayaan itu bisa sirna kapan saja sebelum sempat kamu mewarisinya,”……..
tapi mbakyu Limbuk, bagaimana pendapatmu tentang perjodohan yang diatur oleh adat yang berlaku sekarang ini, dimana tidak ada kemerdekaan bagi perempuan semua aturan-aturan berpihak kepada laki-laki saja, dan jawab mbakyu Limbuk singkat,
……“Mencari jodoh janganlah memburu endahing warna, meskipun cantik atau bagus tetapi hatinya durjana, akhirnya prahara yang didapat dan akan dijauhi orang….terjemahkanlah sendiri maknanya”……
Guung, guung, guuuunguonguong!!!…terdengar bunyi gong ditabuh, sebagai tanda saat sayembara dimulai. Maka mulailah dipanggil satu persatu peserta sayembara maju ke gelanggang untuk mencoba merentang busur wasiat milik Prabu Janaka. Sayembara sudah hampir sepekan berjalan tapi belum ada yang berhasil memenangkannya. Telah berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus para kesatria dan raja manca Negara yang mengikuti sayembara ini, tetapi seorangpun belum ada yang berhasil menarik busur itu.
Kemudian pada hari keenam datangkah dua orang kesatria yaitu Ramabadra dan Lesmana, mereka kakak beradik satu ayah berlainan ibu, ayahnya adalah Prabu Dasarata dan ibunya Ramabadra bernama Dewi Ragu atau Dewi Sukasalya sedangkan Lesmana dari ibu bernama Dewi Sumitrawati yaitu putrinya Prabu Sumaresi dari Suwelaraja. Keduanya kesatria ini sewaktu mendaftar ikut sayembara  mengaku sebagai cantriknya Resi Yogiswara berasal dari pegunugan berniat mengikuti sayembara.
Ramabadra ikut sayembara hanya karena dia ingin menguji kesaktiannya saja, berbeda dengan adiknya Lesmana setelah berkesempatan melihat Shinta duduk di kursi panggung, maka tumbuh dari dalam hatinya rasa cinta kepada Shinta. Setelah gilirannya Lesmana gagal kemudian giliran terakhir adalah Ramabadra. Diangkatnya busur dengan mengerahkan seluruh tenaganya, dan setelah terangkat kemudian pelan-pelan ditariknya tali busur sehingga busur panah yang begitu besar dan berat dapat melengkung. Dan berhasil, tepuk tangan dan sorak penonton memecahkan kesunyian.
Kemudian raja memanggilnya dan ditanya asal usulnya sesungguhnya, juga diminta kesanggupan Ramabadra untuk ikut mendukung raja akan kepentingan-kepentingan politiknya, dan Ramabadra dan Lesmana mengaku bahwa mereka datang dari negeri Ayodya, keduanya adalah putera Prabu Dasarata, dan menyanggupi permintaan Prabu Janaka setiap saat akan membantu bila dibutuhkan. Mendengar pernyataan Ramabadra Sang Prabu Janaka merasa senang sekali, kemudian Prabu Janaka mengumumkan bahwa sayembara telah dimenangkan Ramabadra dan selanjutnya Shinta dikawinkan dengan Ramabadra pada hari yang telah ditentukan.
Terbangunlah Shinta dari lamunannya
….”diajeng Shinta, diajeng telah selamat berkat lindungan para dewa dari keganasan api, kini aku percaya setelah menyaksikan kejadian ini dimana diajeng telah berani membuktikan dengan melakukan pati obong dan terbukti masih suci, maafkanlah semua sikap kakanda kepadamu selama ini dan janganlah ada perceraian diantara kita, marilah kita songsong bersama-sama hari depan dengan mengisi lembaran-lembaran baru menata kehidupan yang lebih baik,”…..
seraya menggenggam tangan Shinta kemudian mendekat mencium keningnya. Melihat situasi ini Anoman, Trijata dan Lesmana tahu diri dan segera menyingkir keluar.
Akan tetapi Shinta malahan menghindar dan membalikan tubuhnya menghadap ke dinding membelakangi sang suami Ramabadra. Mata hatinya melihat orang yang ada dihadapannya adalah bukan suaminya lagi, bukan sigaring nyawa nya lagi, ia melihat sosok pecundang bukan seorang kesatria dan hanya percaya pada bisikan-bisikan setan yang mengelilinginya, sosok orang yang suka memperalat atau memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan atau kesusahan orang, orang seperti Ramabadra adalah pantas mendapat sebutan raja tega yang tidak perlu dibelani lagi.

 
20
SANG
PUJANGGA

Setelah pertempuran dengan Alengka dimenangkan oleh Ramabadra, maka Ramabadra menobatkan dirinya sebagai Maharaja di Ayodyadiraja dengan gelar Prabu Rama Wijaya. Sedangkan adiknya YMT raja Barata kemudian diangkat sebagai raja di Ayodya dengan gelar Prabu Barata. Dan Alengka tapuk kerajaan diserahkan kepada Wibisana dan negeri tersebut menjadi bagian jajahan Ayodyadiraja. Dipanggilah para pujangga-pujangga untuk mengarang kisah-kisah kepahlawanannya sewaktu menundukkan Alengka. Pujangga-pujangga yang tidak mendukung kebijakan Prabu Rama Wijaya diultimatum akan dimasukan penjara.
Dan pada waktu pujangga dari India yaitu Walmiki apakah ia juga ada keterpaksaan atau tekanan didalam menyusun ceritera Ramayana? Satu tahun selesailah karya sastra besar karangannya diterbitkan dengan judul Ramayana itu yang kemudian terkenal dan menyebar keseantero dunia dongeng. Dan mereka yang termasuk golongan Prabu Rama Wijaya sangat senang dan puas setelah ikut membacanya.
Prabu Rama Wijaya tidak perduli akan tuduhan dari sebagian orang mengatakan bahwa didalam mengatur atau menyusun sebuah salsilahnya, tidak lepas dari pamrih pribadi atau dengan maksud mengedepankan kepentingan politiknya. Para pujangga yang menyusun sejarah tersebut mengakui, meskipun tidak terang-terangan, telah dibuat rekayasa bahan-bahan sejarah yang telah terkumpul dengan membuang bahan-bahan aselinya, sehingga penafsiran dan penyimpulan para pemerhati akan berpihak kepada Prabu Rama Wijaya. Lebih-lebih pemerhati sejarah beberapa generasi berikutnya yang hidup tidak semasa dengannya, yang tidak tahu menahu asal usulnya terpaksa hanya mengaminkan saja.

























21
SEMAR
KEPILUT

Padepokan Karangtumaritis dimana ki lurah Badranaya atau Semar tinggal. Semar sedang menerima tamu yaitu Batari Sri, Resi Wasista dan Resi Mitra dari Gangga, sepertinya ada pembicaraan serius antara mereka. Semar kena bujukan Batara Sri, dikatakannya bahwa Rahwana masih hidup dan sekarang dalam perlindungan Batara Guru di Jonggring Saloka.
….”Tidak ada manusia di Mayapada ini yang bisa melawan kekuatan Jonggring Saloka, kecuali kakang Semar dan kakang Togog. Batara Guru itu sebagai cahaya Ciwa yang bertugas melindungi kehidupan seluruh Mayapada, tapi saat ini sedang kena godaan dan dirinya telah dikuasai oleh Rahwana, yang punya ambisi ingin menguasai kehidupan di Mayapada ini,…..oleh karena itu kedatanganku kemari ingin meminta bantuan kakang Semar untuk membantu kami merebut kembali Kadewatan Jonggring Saloka dari cengkeraman keangkara murkaan Rahwana.”….
Dan Semar setelah mendengar penjelasan mereka itu, timbul kemarahannya dan menyesalkan perilaku saudaranya yaitu Manikmaya atau Batara Guru, dan kemudian kepada Batara Sri ia menyatakan kesanggupannya untuk membantu merebut kembali Jonggring Saloka, serta ingin menyadarkan Batara Guru dari segala kekeliruannya, maka katanya
…..”baiklah aku akan ikut kalian, kurang ajar siadi Guru itu, akan aku kasi pelajaran padanya dan cepat bawa aku kepadanya akan aku hajar dia agar sadar akan kesalahannya….dan Rahwanapun juga akan aku musnahkan hingga jadi debu!”…..
Batara Sri tersenyum dan saling berpandangan penuh arti dengan Resi Wasista dan Resi Mitra, dan katanya lagi
…..”terimakasih kakang Semar, pada saatnya nanti aku akan kabari, saat ini kami sedang melakukan persiapan wadya bala untuk menyerang Jonggring Saloka, rencana penyerangan akan dipimpin Prabu Rama Wijaya,…..tapi ada kendala untuk mengirim wadyabala tersebut kealam kadewatan sebab mereka adalah manusia-manusia biasa yang tidak mungkin bisa naik kekayangan dengan badan wadagnya kecuali ruh-ruh atau nyawa mereka yang sudah meninggal……Hanya manusia-manusia yang diberikan kelebihan atau punya ilmu yang tinggi yang bisa menerobos kedunia Kadewatan,……..dalam hal ini  bagaimanakah caranya untuk mengatasi masalah ini, mungkinkah kakang Semar tahu jalan keluarnya? Kami mohon petunjuk kakang”…..
Semar tertawa mendengar keluhan Batari Sri dan sekali lagi Semar menyakinkan kepada mereka bahwa dialah nanti yang akan membawa seluruh wadyabala Prabu Rama Wijaya kealam kahyangan dan katanya,
….”tidak usah risau, aku akan bawa seluruh wadyabalamu kealam kahyangan, serahkan saja semuanya itu  kepadaku!”….
Ada pendapat orang bahwa perjalanan kealam gaib seperti ke kahyangan adalah suatu perjalanan non fisis, dijelaskan bahwa alam non fisis itu seluas alam fisis yang ekstensinya saling terkait erat keduanya. Yaitu selama langit dan bumi ada, yang mana pada kejadian penciptaannya muncul bersamaan. Kedua alam tersebut berdampingan, hanya saja umumnya manusia hanya dapat menginderakan alam fisis, sedangkan alam yang lain tak dapat diperiksa dengan mata kepala.
Kecuali orang-orang yang dikaruniai ‘daya linuih’ yang bisa menembus alam non fisis tersebut. Diantaranya adalah Narada manusia yang menjadi tangan kanan Batara Guru, kemudian Rahwana, anak-anak para Dewa dewi hasil perkawinannya dengan manusia. Alam non fisis ada yang menyebut alam gaib yang keberadaannya tak dapat diperiksa dengan indera mata. Seperti halnya arus listrik, gelombang radio bisa dikatakan gaib dan masih banyak lagi.
Proses Teleportasi, demikian yang akan Semar lakukan untuk mengirim wadyabala Prabu Rama Wijaya, yaitu dari manusia (materi) kemudian dirubah (proses particle accelator) menjadi energi (listrik atau cahaya) yang kemudian dikirim melalui gelombang listrik magnetik. Transfer energi dari Jagatraya dikirim menuju Kahyangan atau sebaliknya dengan kecepatan gelombang magnetik (gelombang mikro) adalah sama dengan kecepatan cahaya, Ayodyadiraja sampai dengan Jonggring Saloka dibutuhkan kurang dari satu detik. Kemudian energi dirubah kembali setelah tiba di Jonggring Saloka menjadi bentuk materi kembali seperti semula (proses materialisasi).
Dunia Paranormal ‘daya linuih’ kasus seperti tersebut diatas masih ada dilakukan hingga sekarang, baik yang bersifat positip untuk penyembuhan atau yang bersifat negatip untuk mencelakakan orang, kasus Santet dengan memanfaatkan keahlian pada proses teleportasi energi negatip maka yang terjadi ada jarum, silet bahkan gunting bisa masuk keperut orang yang menjadi obyek sasarannya.
Dijaman modern saat ini para ilmuwan baru bisa memanfaatkan teknologi energi atom untuk memproduksi listrik, kemudian televisi (tranfer sinyal-sinyal TV). Sesungguhnya materi dan energi adalah 2 bentuk berbeda dari benda, perubahan bentuk keduanya tidak akan gagal, jika telah dicapai kesempurnaan metodologi ilmiah serta tekniknya. Pada proses materialisasi yaitu menyusun partikel atom yang terpencar kembali keformasi awal (proses akselatorisasi) masih mengalami kesulitan. Terakhir sainis modern baru berhasil 60% disebabkan berpencarnya gelombang-gelombang itu diudara.
Tiba-tiba datang Batara Narada membawa pesan Batara Guru untuk Lurah Semar, tentang rencana pertemuan para dewa di Jonggring Saloka atas perintah Sang Hyang Tunggal. Akan tetapi belum sempat Batara Narada menyampaikan pesan tersebut, keburu mendapat dampratan dari Lurah Semar yang hatinya sudah tertutup oleh hasutan-hasutan Batari Sri.
…..”pergi dari sini sebelum aku puntir kepalamu, dan sampaikan majikanmu Batara Guru aku akan datang untuk menghajar kepadanya,….cepat pergi atau…!”
Melihat situasi demikian maka segera dimanfaatkan oleh Batari Sri melakukan penyerangan kepada Batara Narada, begitu pula Resi Wasista dan Resi Mitra turun ikut membantu mengeroyok
Situasinya semakin keruh, Batara Narada terpaksa lari menghindar dari keroyokan mereka. Sengaja dia tidak meladeni penyerangan atas dirinya, Batara Narada pikir ini pasti terjadi kesalah pahaman sampai-sampai Lurah Semar berperilaku demikian terhadapnya. Maka cepat-cepat Batara Narada terbang kembali kekahyangan untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya kepada Batara Guru.
Jonggring Saloka, Batara Guru sedang memimpin rapat dengan Delapan Laskar Dewa. Tiba-tiba datang Batara Narada dengan tergopoh-gopoh segera menghadap Batara Guru dan melapor kejadian yang menimpa dirinya,
….”ketiwasan adi Guru, belum sempat aku sampaikan pesanmu kepada kakang Semar, tiba-tiba bogem mentah bertubi-tubi datang kepadaku dari kakang Semar dengan dibantu Batara Sri dan para Resi,….aduh adi Guru sepertinya mereka kerasukan setan sehingga berperangai aneh dan tega menganiaya aku, yang tidak jelas alasan dan duduk perkaranya.”….  
Mendengar ada kalimat Batari Sri maka Batara Guru langsung tanggap, maka segera diperintahkanya Delapan Laskar Dewa untuk siaga menghadapi serangan Batari Sri sewaktu-waktu terjadi.













22
BANJIR BANDANG,
SHINTA MINGGAT

Abu disertai lahar yang terus menerus keluar dari gunung berapi Rah Tawu diseberang lautan dapat menyebabkan gangguan cuaca, yaitu yang bisa mempengaruhi proses pembentukan awan. Suhu yang meningkat, dan abu yang menyebar mencapai ketinggian ribuan kilometer hingga mencapai kawasan Mahendra yang kondisinya saat ini gundul dan gersang. Awan abu gunung merapi Rah Tawu ini dapat menimbulkan dua kemungkinan, yaitu bila udara mengandung banyak uap air, debu dapat memicu terjadinya hujan, sebab dalam hal ini debu berfungsi sebagai inti kondensasi. Namun bila kandungan uap air sedikit, debu yang bersifat hidroskopis akan menyerap uap air dan berubah menjadi asap kabut. Akibat yang dapat ditimbulkannya adalah terjadinya lapisan inversi, yaitu kondisi tingginya suhu dilapisan atas dan sebaliknya lapisan bawah dingin, dalam kondisi demikian hujan tidak mungkin turun.
Masih ingatkah sewaktu pasukan beruk pimpinan Sugriwa membangun bendungan Mahendra Suwelogiri? Pada saat perang berkecamuk antara Bala Rama melawan Alengka. Sugriwa melaksanakan perintah Ramabadra untuk membuat tanggul melintas selat Mahendra Suwelogiri guna menyeberangkan tentaranya menyerbu Alengka dalam rangka membebaskan kembali Shinta yang menurutnya disandra Rahwana di Alengka. Sugriwa sang raja beruk dibatasi waktu yang pendek, pekerjaan yang sangat mendesak untuk harus segera diselesaikan, proyeknya harus selesai sebelum air pasang naik pada bulan pertama muncul. Pekerjaan buru-buru, mereka terpaksa ngawur mengeruk satu-satunya gunung yang ada di Mahendra guna mengurug tanggul dan menebang dengan liar beribu-ribu hektar hutan untuk diambil kayunya guna membuat cerucuk sebagai landasan pondasi tanggul penyeberangan.
Tanpa terlebih dulu memperhitungkan pengaruh dan dampak lingkungannya setelah kawasan Mahendra menjadi gundul, kemungkinan gersang dikarenakan kerusakan alam lingkungan tanpa ada upaya pemulihan kembali melalui reboisasi atau penanaman tanaman hutan kembali. Marga satwa pada mati dan sebagian yang lain lari pindah kehutan-hutan kenegeri tetangga. Mahendra adalah daerah pesisir yang masuk kekuasaan Ayodya, yang tadinya sebuah kawasan yang makmur dan kaya akan hasil hutannya seperti dammar, kapur barus, rotan, kayu manis, gambir dsb. Dan juga binatang-binatang buruan seperti banteng, rusa, babi hutan yang daging dan kulitnya menunjang kebutuhan ekonomi Ayodya, dan sekarang semuanya sudah punah.
Mendung hitam datang berarak-arak dari arah lautan melayang-layang rendah kearah daratan mengikuti angin laut yang bertiup kencang menuju Mahendra. Makin lama makin gelap, matahari tertutup awan dan dinginnya udara semakin berat dan jenuh disertai angin semakin kencang yang mulai merobohkan pohon-pohon nyiur yang ada dipesisir pantai, memporak porandakan bangunan pos penjaga pantai menjebol atap hingga berterbangan. Pasukan beruk pada lari ketakutan mencari perlindungan masuk kerumah-rumah penduduk di Mahendra. Badai petir mengikuti drama cuaca ini, hujan turun deras mulai jatuh mengikis permukaan tanah didataran Mahendra yang gundul. Tanah tebing-tebing yang gundul pada longsor bersamaan mengalirnya air-bah, meluncur kebawah menerjang perumahan-perumahan penduduk hingga rusak porak poranda.
Hari itu Anila dan Hanggada kebetulan sedang giliran tugas patroli di Mahendra, saat terjadinya badai itu mereka sedang berada didalam pesanggrahan untuk membagi tugas jaga pada para pimpinan pasukan beruk, mendengar suara gemuruh dan gemertaknya benda yang mau retak maka cepat-cepat meloncat keluar dari bale-bale pesanggrahan di Mahendra yang sesaat kemudian dindingnya terlihat retak-retak, disusul atapnya jatuh runtuh, bersamaan masuknya air bah menerjang bangunan tersebut. Pasukan beruk banyak yang mati tertimpa atap-atap bangunan, karena tidak sempat untuk menyelamatkan diri. Air mulai menggenang semakin lama semakin tinggi hingga ketinggian atap. Penduduk Mahendra banyak yang mati terseret banjir bandang, mayat-mayat terlihat banyak yang kentir atau keli mengapung dimana-mana.
Lurah Karangtumaritis  yaitu Semar yang gemuk masih selamat ikut hanyut sambil berpegangan pohon pisang, disusul anaknya Petruk dan Gareng berpegangan pada lesung kayu yang hanyut. Sedangkan Bagong masih tertinggal diatas atap penduduk yang nyaris roboh, menunggu pertolongan. Bencana alam ini datang dengan tiba-tiba, sehingga banyak penduduk Mahendra yang mati konyol, tidak sempat untuk menyelamatkan diri. Mereka yang mati jadi korban karena bencana banjir dan lonsor ini hamper mencapai ribuan orang. Dan mereka yang ingin selamat harus dengan susah payah berusaha berenang melawan arus yang ganas atau bertahan berpegangan kuat pada pohon-pohon besar, begitu juga Anila dan Hanggada akhirnya bisa selamat berenang mencapai gumuk tertinggi di Mahendra yang terbebas dari genangan banjir. Disana sudah banyak ratusan penduduk yang menyelamatkan diri mengungsi didataran gumuk tersebut, termasuk Lurah Semar beserta anak-anaknya Petruk, Gareng, dan Bagong.

Air sudah surut, daratan yang luas menyembul kembali dengan pemandangan yang amat memilukan. Tidak ada satu bangunanpun yang tersisa, tumbuh-tumbuhan besar tergolek roboh dan sawah dan ladang semua rata dengan tanah. Tampak bangkai-bangkai manusia dan binatang ternak sangat banyak menumpuk menjadi satu tersangkut diantara celah-celah batu dialiran kali, berkerumun lalat diatas bangkai-bangkai menandakan mulai membusuk disertai bau busuk menyengat hidung.
Ki lurah Semar bersama anak-anaknya Petruk, Gareng, Bagong bergegas berangkat menuju ke Ayodyadiraja menghadap raja untuk melaporkan semua kejadian bencana yang melanda wilayah Mahendra.
…..”aduh cilaka duabelas gusti Prabu, Mahendra sekarang berubah menjadi neraka jahanam, bencana alam akibat badai disertai banjir gunung mengakibatkan bukit-bukit pada longsor, tolonglah gusti Prabu rakyat sekarang sangat menderita, harta benda mereka habis ludes hayut bersama arus menerjang gubug-gubug mereka…..segeralah gusti Prabu mengirimkan bantuan bahan pangan dan obat-obatan, bila tidak mereka pasti akan mati kelaparan.”…
Peristiwa bencana banjir bandang sangat memukul Ayodyadiraja, Prabu Rama Wijaya sedih, marah juga gelisah masalahnya hamper semua kas keuangan Negara terkuras untuk membiayai untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya kelaparan dan penyakit paska banjir. Terpaksa semua kerugian dia tanggung sendiri, oleh sebab negeri-negeri sekutunya tidak ada yang mau membantu mengucurkan dana mengingat mereka sendiri dalam kesulitan paceklik didalam negerinya sendiri. Betari Sri dan para Resi hanya sanggup membantu dana-dana untuk persiapan perang berikutnya kenegeri langit.

….”oh tidak tidak, ananda Prabu jangan menganggap kami akan lepas tangan akan kesulitan-kesulitan Ayodyadiraja, kami akan bantu tetapi setelah ananda Prabu selesai melaksanakan janji ananda Prabu untuk membantu kami menyerang Jongring Saloka,….saran kami kepada ananda Prabu seyogyanya rakyat yang terkena musibah akibat bencana banjir itu kita biarkan saja, anggap saja mereka ikut bela pati dan rela sebagai tumbal Negara agar terbebas dari sukerta-sukerta yang menguasai negeri ini,….seperti kasus perselingkuhan Shinta dengan Rahwanalah yang menyebabkan ananda terlibat perang besar melawan Alengka,….banjir bandang yang merupakan bencana alam menurut kami bukanlah ulah manusia tetapi mereka penguasa Jongring Saloka yang menciptakan musibah ini,….oleh karena itu menurutku ulah-ulah Batara Guru secepatnya dihentikan sebelum Ayodya hancur dengan bencana-bencana berikutnya,…nah, coba renungkan nasehatku ini.”…..
Betari Sri bukannya memberikan jalan keluar yang baik tetapi malahan hasutan-hasutan keluar dari mulutnya. Sepertinya Prabu Rama Wijaya termakan akan hasutan Batara Sri dan para Resi. Kemarahan, kejengkelan Prabu Rama Wijaya dilampiaskan kepada dewi Shinta. Kata-kata kotor dan penghinaan meluncur dari mulut Prabu Rama Wijaya ditujukan kepada isterinya, tuduhan-tuduhan tidak masuk akal bahwa bencana alam yang terjadi ini oleh sebab ulah Shinta yang membawa sukerta dari Alengka.
Shinta tidak tahan menghadapi suaminya yang terus uring-uringan, terbesit niatan untuk pergi jauh meninggalkan Ayodya. Tidak ada gunanya Shinta bertahan dinegeri ini, baginya Ayodya sudah berubah menjadi neraka. Hari telah malam, maka jelang fajar dimana para punggawa lengah pada tertidur dipos jaganya, maka beranjaklah Shinta dengan membawa sedikit bekal nekat keluar dari kamar tidurnya yang berada dilantai dua Kaputren. Tanpa menerbitkan suara Shinta menuruni tangga loteng menuju ruang besar dan terus melangkah hati-hati melewati ruang para penjaga. Tampak para penjaga sedang asyik bermain ‘ceki’ semacam kartu domino sehingga tidak tahu kalau ada seseorang menyelinap keluar menuju lorong samping. Lorong yang sepi dan gelap Shinta terpaksa berjalan sambil meraba-raba dinding untuk mengurut menuju pintu keluar bagian belakang Kaputren.
Kini ia mencapai pintu belakang, dengan meraba-raba ketemulah gerendel pintu dan kemudian ditariknya untuk membuka pintu. Pada saat membuka pintu tiba-tiba ada tangan besar menangkap tangannya sehingga membuatnya sangat terkejut,
….”stt, sstt…..tenang jangan berisik. Hamba Limbuk gusti Putri….ssttt….ikutlah hamba kepojok sana,……lebih aman !”….
Rupa-rupanya mbok emban Limbuk yang secara diam-diam mengikuti gerak-gerik Shinta,
….”lho gusti Puri, malam-malam begini kok keluar meninggalkan Kaputren mau kemana? Ayolah masuk kembali, udara diluar sangat dingin nanti bias masuk angin lho.”….
Limbuk berusaha membujuk Shinta untuk kembali ke Kaputren, tetapi Shinta tidak mau dan akhirnya Shinta berterus terang kepada Limbuk bahwa ia berniat untuk minggat dari Ayodya,
….”Limbuk, tolonglah aku dan biarkanlah aku pergi dari neraka ini,….aku sudah tidak tahan lagi akan perlakuan Prabu Rama Wijaya yang selalu menghinaku….lebih baik aku mati saja daripada tetap tinggal bersamanya…tolonglah Limbuk biarkan aku pergi!”….
 Limbuk menjadi iba melihat bandoronya yang sedih dan setengah putus asa itu. Limbuk membenarkan ucapan Shinta, memang sudah sering Prabu Rama Wijaya berbuat semena-mena, menyakitkan hati setiap kata-kata yang keluar tertuju kepada Shinta. Limbuk ikut marah juga sebab iapun seorang wanita dan tidak rela sesamanya direndahkan martabatnya.
….”baiklah bandoro ayu Shinta, panjenengan mau pergi kemana saja boleh,…tapi ada syaratnya….Limbuk harus ikut, paduka tidak boleh pergi sendirian,…Limbuk akan menyertai paduka, menjaga dan bisa sebagai teman berbincang-bincang diperjalanan,”….
Dengan didampingi Limbuk, pergi Shinta meninggalkan suaminya, dan pergi jauh meninggalkan Ayodya. Perjalanan menuju ke Barat terus mengikuti jalannya matahari, jauh dan semakin jauh perjalanan yang melelahkan, terkadang mereka berhenti sejenak berteduh dari panas matahari sambil melepas lelah, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi. Hari berganti malam, Shinta dan Limbuk terus berjalan, tetapi rupa-rupanya mereka tersesat masuk kedalam hutan. Tampak remang-remang pohon besar-besar tampak seperti monster raksasa yang menakutkan.
…..”Limbuk, sepertinya kita tersesat masuk kedalam hutan belantara, bagaimana ini….sebaiknya kita berhenti dan cobalah cari tempat yang aman agar kita tidak jadi mangsa binatang buas,”….
Shinta dan Limbuk berusaha mencari tempat yang aman, ada sebuah gua sempit mereka temukan dan masuklah mereka kedalam sambil membawa tongkat sebagai senjata pemukul bisa digunakan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Malam yang sunyi dan sepi terpaksa mereka bermalam didalam gua ditengah hutan belantara.
Sang pagi telah datang, sinar matahari tampak menerobos diantara dedaunan. Shinta dan Limbuk terbangun karena mendengar suara gaduh diluar gua. Shinta mencoba melongokkan kepalanya keluar untuk memeriksanya.
…..”Limbuk bangun ! ayo cepat kita pergi dari sini! Diluar sana banyak binatang buas, seekor beruang sedang dikeroyok beberapa serigala, ayo kita cepat-cepat lari menyingkir dari sini!”….   
Shinta dan Limbuk berlari sekencang-kencangnya menjauh dari lokasi kanibal tersebut, terus berlari nafas terengah engah keringat bercucuran perut terasa lapar dan tenaga semakin lemah, jalan menjadi gontai. Sampailah keduanya dipinggir hutan, tampak didepannya hamparan padang rumput yang luas, dan jauh disana ada sebuah bangunan tua,
….”Limbuk rasanya aku pernah tersesat disini….ya ya bangunan disana itu pernah menyelamatkanku dari kebuasan seseorang (yang dimaksud adalah Lesmana) yang hendak memperkosa aku,….ayo cepat kita berteduh disana,”…..   
Masih ingat dibenak Shinta peristiwa-peristiwa kelam masa itu, dimana waktu itu Shinta ditinggal Ramabadra berburu kijang dihutan , dan Shinta ditinggal berdua bersama Lesmana adik iparnya. Melihat kecantikan Shinta, adik iparnya timbul nafsu birahinya dan berusaha untuk menggagahinya. Beruntung Shinta berhasil meloloskan diri dan sempat lari bersembunyi kedalam silo bangunan tua yang tampak didepannya sekarang ini. Dengan langkah gontai keduanya masuk kedalam Silo tua itu. Shinta mencoba naik keatas atap dan berdiri diatas atap silo, tinggi sekali ia coba memandang kembali keadaan sekelilingnya, ia ingat dibawah sana disebelah selatan masih terlihat kebun milik penduduk, dan disebelah utara terhampar padang yang luas sampai ketepi hutan, ia ingat arah dimana diperkirakan Shinta tadi datang dari hutan dan berlari menuju kebangunan silo ini. Dan didalam keputus-asaannya waktu itu kemudian datang pertolongan,
….”yah dialah sang penolong itu, Prabu Rahwana sang penolong itu,….dimanakah beliau sekarang,”….
Shinta bergumam sendiri.
….”gusti putri, sedang menggalih apa kok ngomong sendiri,….ayo kita cari makanan, perut saya sangat lapar,…disana ada rumah penduduk ijinkanlah hamba pergi kesana untuk meminta makanan,”….
Limbuk berinisiatif untuk mencari makanan kerumah penduduk, Shinta menyetujuinya. Maka keluarlah Limbuk dari bangunan Silo dan meninggalkan Shinta sendiri didalamnya. Hari semakin sore, Shinta dengan sabar menunggu kedatangan Limbuk dengan membawa makanan, hingga jelang malam Limbuk tidak datang-datang dan menjadikan perasaan Shinta was-was. Dalam pikirannya muncul dugaan-dugaan bermacam-macam, apakah Limbuk tersesat atau diperjalanan diserang binatang buas. Shinta kembali naik keatas atap, ia coba perhatikan pandangannya kearah perumahan penduduk, tapi sepertinya disana tidak ada tanda-tanda kehidupan, masalahnya hari semakin malam tidak nampak penduduk menyalakan lampu-lampu penerangan dimasing-masing rumahnya. Apakah kampong disana itu tidak ada penghuninyakah, Shinta semakin mengchawatirkan Limbuk.
Perut semakin lapar, badan semakin loyo dan mata Shinta terasa berkunang-kunang. Pikirannya mengharapkan ada seseorang yang dating mau menolongnya, tapi mustahil ditempat yang sepi seperti ini mana ada orang yang berani lewat didaerah yang angker seperti ini.

…..”dulu sewaktu aku terjebak diSilo ini, datang secara kebetulan Prabu Rahwana datang menolongku…..dia memang seorang tua yang berhati emas,…..meskipun belum aku jawab akan cintanya kepadaku, tapi dia amat sabar menungguku untuk member jawaban, menerima cintanya atau tidak,…..sebenarnya dia adalah laki-laki yang gagah yah fisiknya ya jiwanya,….tapi kenapa sekarang aku memikirkan dia, kebaikan-kebaikannya yang tanpa pamrih sewaktu membantuku membangun usaha di Alengka sepertinya sulit aku melupakannya,….ucapan terimakasih saja belum pernah keluar dari mulutku….melihat sikap dan perilakunya yang sopan menjadikan aku bersimpati kepadanya meskipun hatiku belum bisa menerima kehadirannya,”…..
Shinta menangis mengenang masa lalunya, dia duduk bersimpuh diatas atap Silo sambil memandangi bintang-bintang dilangit,
….”andaikata bintang dilangit itu Prabu Rahwana, pasti bila dia melihatku sengsara seperti ini dan pasti akan datang segera menolongku….tapi mungkinkah….Prabu Rahwana…..yah aku akan coba memanggilnya, siapa tahu Prabu Rahwana ada diantara bintang-bintang itu………..Prabu Rahwaaanaaa!.........Prabu Rahwaanaaa!!!.....Prabu Rahwanaaaa!!!......Shinta disini….tolonglah aku Prabu Rahwanaaa!!!.....aku ingin bersamamu, tolonglah aku Prabu Rahwannaaaaa…..”
Teriakan-teriakan Shinta memanggil nama Prabu Rahwana bagaikan Guntur membelah langit, terus dan terus dia memanggil-manggil nama Rahwana hingga serak suaranya dan akhirnya tubuh Shinta lemas kehabisan daya karena lapar. Mata semakin berkunang-kunang dan Shinta tak sadarkan diri.



















23
SERANGAN
KELANGIT

Balairung Ayodya, sedang diadakan rapat penting dan dipimpin langsung oleh Prabu Rama Wijaya. Hadir pada rapat itu Batara Sri, Resi Wasista, Resi Mitra dan para resi, para raja bawahan, para Pangeran, para Menteri dan Perwira kerajaan. Rapat membahas persiapan-persiapan rencana ekspansi terutama menguasai Jonggring Saloka. Suasana yang serius itu mendadak menjadi terganggu karena tiba-tiba datang Wibisana disertai menantu dan putinya Trijata. Wibisana menghadap raja seraya menangis dan katanya,
….”ampunilah kami kakang Prabu, kami benar-benar orang yang tak berguna, kami menghadap untuk menyampaikan berita buruk kepada Kakang Prabu bahwa Alengka telah terjadi pemberontakan yang dipimpin R.Sapanyana…….dan keraton Alengka berhasil mereka kuasai, kami sudah sekuat tenaga berusaha untuk menghalaunya,…rupanya R.Sapanyana sangat sakti dan kami kalah didalam pertempuran,….akhirnya keraton bisa mereka kuasai, kami sekeluarga terusir dari Alengka,….aduh Kakang Prabu maafkan kami dan sekali lagi kami mohon bantuan Ayodya untuk menumpas kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Alengka,”…..
Prabu Rama Wijaya mendengar laporan Wibisana wajahnya menjadi merah menyala, keringat keluar dari seluruh tubuhnya sehingga membuat pakaiannya basah karenanya. Marah dan marah melihat ketidak becusan Wibisana menghadapi kemelut didalam negerinya.
Belum reda amarahnya, tiba-tiba dari pintu samping mbok emban Cangik datang langsung bersujut dikaki Prabu Rama Wijaya sambil menangis meraung-raung sehingga menambah kacaunya suasana Balairung Ayodya.
….”edaan, heh Cangik ada apa kamu berlaku kurang ajar terhadap rajamu,….apa yang terjadi di Kaputren sana?”….
Sambil menyembah Cangik tergagap-gagap menceriterakan kejadian di Kaputren,
…..”ampun gusti Prabu,….ampun…..ampun….itu gusti putrid Shinta…..ampun gusti ….ampun!”…..
Resi Wasista dating menghampiri Cangik dan berusaha memenangkan kegugupannya dan punggawa dating memberikan air putih untuk diminum,
….”nah ceriteralah dengan tenang, segera matur kepada rajamu ada apa dengan bandoro ayumu Shinta?”…..
….”mohon ampun gusti Prabu, kami laporkan bahwa gusti puteri Shinta tidak ada di Kaputren…..para punggawa telah berusaha mencari kesana sini…..tapi gusti Shinta tidak ada lagi di Kaputren,….demikian juga Limbuk juga pergi entah kemana kami tidak tahu gusti….ampunilah kami gusti,”….
Prabu Rama Wijaya langsung melompat dari singgasana dan menghampiri Cangik dihajarnya habis habisan sehingga Cangik semaput kemudian digotong keluar oleh para punggawa. Suasana Balairung menjadi sepi, semua yang hadir terdiam dan sedikit ketakutan melihat rajanya sedang marah. Batari Sri dating menghampiri Prabu Rama Wijaya dan menggandengnya kembali duduk disinggasananya sambil menasehatinya,

….”tenang…tenang….tenanglah ananda Prabu, jangan emosi, perhatikan baik baik laporan dari Prabu Wibisana dan Mbok emban Cangik…..semakin jelaslah kejadian-kejadian ini bahwa perang melawan Ayodya sudah dimulai. Kasusnya Shinta pergi adalah perang melawan keteguhan jiwa ananda Prabu,….sedangkan kasusnya Prabu Wibisana adalah benar-benar melecehkan kewibawaan ananda Prabu sebagai ratu gung binatoro,…maka dari itu ananda Prabu agar waspada dengan tipu muslihat mereka….kuncinya ada di Jongring Saloka. Oleh karena itu segera persiapkan wadyabala Ayodya untuk melakukan penyerangan pembalasan kepada mereka…..bagilah tentaramu menjadi dua, sebagian menyerang Alengka dan sebagian untuk menyerang Jonggring Saloka.”….  
Rapat kembali dilanjutkan dan menelorkan keputusan yang disepakati, kecuali Prabu Sugriwa yang merasa keberatan akan rencana-rencana yang dirasa akan berakibat membawa kerugian dan bertambahnya kesengsaraan rakyat Ayodya. Prabu Sugriwa justru mengingatkan Prabu Rama Wijaya agar mengurungkan niatnya untuk melakukan peperangan, lagi pula diingatkan bahwa negeri-negeri tetangga akan terganggu hubungan perdagangannya dengan berbagai negeri. Yang kesemuanya akan berimbas lemahnya perekonomian dunia.
Anoman juga membenarkan pendapat Prabu Sugriwa pamannya. Akan tetapi saran-saran Prabu Sugriwa dan Anoman tidak ditanggapi sebagian besar yang hadir pada rapat tersebut. Anoman terpaksa mengundurkan diri, ia tidak mau ikut-ikutan pada rencana penyerbuan ke Alengka, apalagi menyerang Jonggring Saloka, dimana bertahta disana adalah Batara Guru orang tuanya. Oleh karena itu ia mengambil keputusan tidak ikut campur urusan Betari Sri dan Prabu Rama Wijaya. Anoman kemudian berpamitan dan keluar dari rapat Balairung. Lebih baik ia pulang kepasepokannya untuk kembali melatih putera angkatnya yaitu Trigangga.
Trigangga telah beranjak dewasa, menjadi seorang pemuda yang gagah, cerdas, santun tingkah lakunya serta terpuji jiwa welas asih ada pada dirinya. Trigangga adalah putera Sewi Urang Ayu dengan Prabu Rahwana, sewaktu Alengka kalah perang melawan Ayodya maka Dewi Urang Ayu termasuk menjadi ‘puteri boyongan’ Ayodya. Anoman melihat Dewi Urang Ayu yang sedang hamil besar timbul rasa ibanya untuk menolongnya, maka diambilnya sebagai isterinya. Dan saat melahirkan jabang bayi Trigangga, Dewi Urang Ayu meninggal dunia (Kunduran). Bayi Trigangga tidak punya ibu, Anoman ikut prihatin dan melihat bayi Trigangga yang lucu dan manis memikat hatinya, Anoman bertambah sayang dan bertekat untuk mengasuhnya sendiri sebagaimana anaknya sendiri. 
Balairung Ayodya, rapat masih berlanjut tanpa kehadiran Anoman,
….”dari laporan Wibisana, jembatan atau tanggul Mahendra Suwelogiri telah diputus dan dibongkar oleh tentara Alengka. Maka dari itu andalannya adalah kekuatan gaib dari kesaktian Lurah Semar untuk menyeberangkan seluruh pasukan Ayodya….bagaimana Ki Lurah Semar apakah masih berlaku janjimu untuk membantu kami?”…..
Demikian Batari Sri mengingatkan semuanya agar segera mempersiapkan diri pada perang besar yang akan mereka hadapi. Prabu Rama Wijaya membagi tugas, wadyabala untuk penyerbuan ke Alengka ditunjuk Manggalayudanya adalah Lesmana dan Wibisana, sedangkan wadyabala untuk penyerangan ke Jonggring Saloka akan dipimpin langsung Prabu Rama Wijaya dibantu Batari Sri, Resi Wasista dan Resi Mitra bersama para resi.
Pertahanan dalam negeri Ayodya dan kerajaan bawahan diserahkan Prabu Barata untuk mengkoordinirnya. Rapat dibubarkan, dan ketentuan waktu penyerbuan akan diberitahukan kemudian oleh raja. Sisik melik segera dikirim untuk mengintai pertahanan musuh di Alengka. Kapi Jembawan dikirim kesana dengan mengendarai Garuda Sempati melakukan tugas pengintaian dari udara. Semuanya kegiatan dan persiapan Alengka telah dia ketahui, dimana pihak Alengkapun rupa-rupanya telah mempersiapkan pertahanan terhadap serangan-serangan mendadak dari Ayodya.
Parit-parit pertahanan, perbentengan-perbebtengan darurat yang cukup kuat memberikan petunjuk-petunjuk bahwa pihak Alengka memang telah mempersiapkan diri untuk berperang dalam waktu tidak terbatas. Ranjau-ranjau peledak telah dipasang lebih dulu oleh tentara Alengka disepanjang pantai yang tidak dijaga. Alengka menyadari akan kurangnya jumlah pasukan yang dimiliki dan tidak sebanding dengan jumlah tentara Ayodya yang ribuan berlipat-lipat, maka guna mengantisipasi penyerangan pada daerah-daerah yang dimungkinkan lawan akan masuk didaerah-daerah yang jauh dari jangkauan pengawasan, maka setiap malam tentara Alengka dengan menggunakan perahu paling sedikit 200 buah ranjau laut yang siap meledak bila tali-talinya tersentuh oleh kapal Ayodya yang nekat menerobos ke Alengka.
Adalah satu kenyataan yang tak dapat dibantah bahwa tentara Alengka meskipun tidak banyak tapi dalam setiap pertempuran melawan Balarama memang merupakan lawan-lawan yang tangguh. Perjuangan tentara Alengka sangat suci yaitu demi pembebasan negerinya yang telah dijual oleh seorang pengkianat bernama Wibisana, demikian pendapat mereka.

Pada hari yang telah ditetapkan berangkatlah tentara Ayodya menuju medan pertempuran. Lurah Semar yang keturunan dewa mejadi andalan tentara Ayodya dengan kesaktiannya diciptakannya dua lorong gaib, satu untuk jalan menuju ke Alengka dan satu lainnya jalan menuju Jonggring Saloka. Satu-satunya cara Lurah Semar membuat jalan gaib untuk menyeberangkan tentara Ayodya. Meskipun demikian Ayodya juga mengirimkan pasukan udaranya berpuluh-puluh Garuda Sempati diterbangkan menuju Alengka.
Garuda Sempati adalah andalan Ayodya untuk melakukan penyerangan balasan ke Alengka. Didepan para pilot-pilotnya Kapi Jembawan memberi tugas-tugas melakukan pemboman-pemboman pada titik-titik yang ditentukan yaitu daerah-daerah vital pertahanan Alengka. Selesai menerima petunjuk para pilot segera menuju ke kendaraannya masing-masing yaitu Garuda-garuda Sempati yang sangat terlatih melakukan pertempuran dari udara. Take-off pertama diikuti take-off kedua dan demikian seterusnya, jumlah keseluruhan ada 150 ekor Garuda Sempati berangkat ke medan perang.
Dibawah komando Kapi Jembawan pasukan udara Ayodya menyeberangi laut menuju ke Alengka, Kapi Jembawan tidak lagi menghiraukan garis dimarkasi batas Negara tetangga. Ia tahu tindakannya adalah melanggar batas wilayah Negara, tetapi perang adalah perang siapa yang menghalangi jalannya hanya ada satu perintahnya, yaitu gilas dan hancurkan.
Ketika datang berpuluh-puluh kereta perang Ayodya yang dilengkapi berbagai senjata dan beribu-ribu tentara Ayodya yang muncul dari gerbang-gerbang gaib yang diciptakan oleh Lurah Semar, dan disusul kemudian pasukan udara berpuluh-puluh Garuda Sempati sambil menjatuhkan batu-batu kerikil yang dilumasi racun warangan dan bola-bola api kearah kubu-kubu pertahanan Alengka, maka tidak alasan bagi tentara

Alengka yang dipimpin R.Sapanyana datang menyambut penyerangan itu. Apapun dalihnya Ayodya dianggap telah melakukan suatu tindakan agresi dinegeri Alengka. Pemboman-pemboman dilakukan pihak Ayodya dan mengakibatkan kebakaran-kebakaran dipelabuhan Suwelogiri dan Kutagara Alengka. Tetapi nyatanya kehancuran-kehancuran akibat pemboman tersebut tidaklah melumpuhkan semangat tentara-tentara Alengka. Dengan gigih R.Sapanyana menyemangati pasukan-pasukannya dan perlawanan diteruskan. Hanya berbekal keberanian yang nekat pasukannya tetap bertahan dan gigih menangkis serangan-serangan udara dengan ketapel-ketapel besar yang telah dipersiapkan. Satu persatu Garuda Sempati berhasil dijatuhkan yang akhirnya sebagian dari Garuda Sempati yang selamat ditarik kembali kepangkalannya karena kehabisan amunisi.
Pertempuran masih berlangsung antara Ayodya melawan Alengka, dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan dan melalui peperangan dahsyat dengan kehancuran hebat bagi kedua pihak yang sedang bertempur mati-matian sehingga berakibat banyak menelan korban, beribu-ribu tentara mati.
Mungkin R.Sapanyana mempunyai pendirian yang sama teguhnya dengan Kapi Jembawan, bahwa perang adalah perang. Dalam medan peperangan bukanlah pemimpin-pemimpin Negara atau tokoh-tokoh politik yang berkuasa, meskipun mereka inilah biasanya yang mencetuskan api-peperangan yang pertama-tama. Bahkan para Panglima perang sendiri terkadang tidak berhasil untuk menyuruh diam panah-panah yang dilepaskan anak buahnya. Medan pertempuran adalah ditangan prajurit-prajurit kecil, sekali dilepaskan anak panah, mereka akan membalasnya dengan tembakan. Kalau seorang kawan ditembak jatuh oleh musuh, mereka akan meminta berpuluh-puluh nyawa sebagai gantinya. Dan akhirnya tentara Ayodya berhasil dipukul mundur hingga ketepi pantai Suwelogiri dan akhirnya mereka tentara Ayodya yang masih tersisa menyerah dan bisa dikuasai oleh tentara Alengka. Lesmana dan Wibisana berusaha untuk melarikan diri akhirnya juga tertangkap dan menjadi tawanan perang.

























24
SUKSESI
DI ALENGKA

R.Sapanyana pemimpin baru Alengka Merdika, adalah kerajaan baru didunia dongeng, salah satu negeri yang maju setelah lengsernya Wibisana dari tapuk pimpinan kerajaan Alengka lama karena ketidak mampuannya memimpin Negara, dia tidak bisa melaksanakan apa yang menjadi inspirasi maupun keinginan rakyatnya, meskipun bekal Hastabrata sudah diperolehnya tapi tidak mampu ia jalankan karena apa, dia cacat mental terbukti dari perilakunya, yang pernah dia lakukan adalah menjual Negara karena ketakutannya kepada Ramabadra, tega nian seluruh rahasia Negara dia buka dan berikan kepada Ramabadra, karena kecemburuan dan sifat irinya kepada Rahwana ketika menjadi raja di Alengka, akibatnya Alengka kalah didalam peperangan melawan Ayodya.
Setelah itu ia mendapat kalungguhan jadi raja, sifat penjilatnya tidak berubah, dan tetap dia adalah merupakan raja boneka kepanjangan tangan Ramabadra untuk tetap bisa menguasai Alengka, dimana tindakan dan keputusan, segala sesuatunya harus mengikuti kemauan Ramabadra raja Ayodya. Hastabrata yang berisi ajaran pembinaan mental bagi seorang pemimpin yang harus ia laksanakan yaitu meliputi delapan sifat atau watak,
…..”Ambeg darma (dermawan), Kenceng (tegas dan bijak), Alus (jujur dan wajar), Sregep, Ngundi (mengupayakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya), Temen (sungguh-sungguh perhatian pada rakyatnya), Laku (beragama), Ambeg peramarta (sabar dan suka mengayomi rakyatnya)”…..
itu yang ia ditulis besar-besar pada batu prasasti peringatan pengukuhan dirinya sewaktu ia diangkat sebagai raja, tapi tidak ditulis dan diresapi dalam hatinya. Seluruh tuntunan itu ia abaikan, memang Wibisana tetap Wibisana yang dulu, masih anak ragil yang manja.
Rakyat Alengka ingin merdeka, kebencian rakyat terhadap raja Wibisana telah mencapai puncaknya. Rakyat pada akhirnya serempak melakukan demo besar-besaran dan melucuti askar-askar kerajaan yang pro raja, dan kemudian  melengserkan Wibisana turun dari tapuk pimpinan kerajaan dan mengganti pemimpin barunya yaitu R.Sapanyana. Dia adalah putera angkat Antaga (Togog) yang dinobatkan sebagai raja, dulunya ia berprofesi sebagai dalang kerajaan yaitu pada jamannya Alengka masih dipimpin Wibisana. R.Sapanyana dengan muka bertopeng guna menutupi wajahnya yang buruk rupa karena kecelakaan, dengan topeng diwajahnya bermaksud agar penampilannya tidak membuat orang menjadi takut bila memandangnya.
Ketika bergantinya kekuasaan di Alengka maka kemudian secara diam-diam Wibisana bersama Trijata berkemas-kemas berencana untuk melarikan diri dengan membawa emas berlian, sebelum pengadilan rakyat menghakiminya terjadi, tujuan mereka pergi keluar negeri untuk mencari suaka dinegeri Ayodya.
Ayodya mendengar suksesi di Alengka tidak bisa berbuat banyak, maksud hati Prabu Rama Wijaya ingin merebut kembali dengan mengerahkan bala tentaranya untuk menyerang Alengka akan tetapi rencananya selalu gagal karena: 

Pertama, Ayodya tidak mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan bawahan, Sugriwa sendiri dengan alasannya bahwa dari pengalaman yang sudah-sudah berperang melawan Alengka sangat tidak menguntungkan, mengulang suatu kecerobohan strategi berperang dengan menerobos jalur tanggul yang sempit sama halnya bunuh diri, malahan secara kuantitatif korban tentara Ayodya dan Guakiskenda yang tewas lebih banyak dibanding tentara Alengka yang hanya menunggu mangsa diujung tanggul.
Kedua, apalagi setelah terputusnya Bendungan Mahendra Suwelagiri, yaitu tanggul penyeberangan mega proyek yang dibangun pasukan beruk pimpinan Sugriwa telah memakan biaya besar, telah dibongkar oleh R.Sapanyana dengan membiakkan dan menyebarkan Yuyu-rumpung kembali untuk menggroti pondasi bawah tanggul, sehingga menyebabkan tanggul yang menghubungkan daratan Mahendra negeri bawahan Ayodya dan Suwelagiri negeri bawahan Alengka ambrol tenggelam. Jalan menuju Alengka  menjadi terputus dan sulit untuk bisa diperbaiki, andaikan nekat untuk membangun kembali perlu menyiapkan tanah dan bebatuan yaitu paling sedikit dipersiapkan dua buah gunung untuk dipindahkan guna mengurug tanggul baru, dan pekerjaan itu akan menguras tenaga dan biaya lebih besar lagi.
Ketiga, ancaman embargo dari negeri seberang pada komoditi penting seperti kebutuhan pangan akan dihentikan perdagangan impor beras dll apabila Ayodya nekat membangun tanggul dan menyerang Alengka kembali. Ramabadra sadar kelemahan-kelemahan yang ia miliki, pencaharian keseharian masyarakatnya yang utama adalah hasil berburu seperti kulit binatang dan kayu cendana dan getah-getah hasil hutan, barang-barang tembikar, dan hasil peternakan, sedangkan teknologi bercocok tanam sedang ia pelajari sehingga kebutuhan akan beras masih import dari negeri tetangga.
Alasan pembongkaran tanggul oleh R.Sapanyana itu karena Alengka Merdika berkepentingan, yaitu untuk mengembalikan dan mempermudah jalur lalu-lintas pelayaran negeri-negeri seberang yang akan melakukan perniagaan dengan Alengka Medika. Selama masih ada tanggul itu terpaksa jalur pelayaran menjadi jauh memutar. Dan juga merupakan upaya mengembalikan dan merawat kelestarian alam diharapkan ekosistemnya kembali seperti semula, sehingga habitat penghuni lautan akan berkembang biak banyak dan akhirnya toh manusia sendiri nantinya yang beruntung dari hasil memanennya. Gagasan dan tindakan R.Sapanyana ini disetujui dan mendapat dukungan dari negeri-negeri seberang kecuali Ayodya.
Sayangnya Ayodya tidak punya armada laut guna menyerang Alengka Merdika. Alengka Merdika sendiri dengan pengalaman berperang melawan Ayodya kemudian membangun kembali pertahanannya dengan memperkuat atau mengganti sektor-sektor yang lemah. Armada angkatan lautnya dilengkapi dengan panah-panah api molotof. Ketapel-ketapel penangkis serangan udara juga diperbanyak. Melakukan rekruimen pada pasukan mariner dan kafalerinya. Wajib belanegara bagi setiap warga Negara untuk menambah tentaranya bila Negara dalam keadaan darurat, dan setiap warga Negara baik pria maupun wanitanya pernah mendapatkan pendidikan militer.
Baru berjalan lima tahun dibawah pimpinan R.Sapanyana, raja berhasil membawa negeri Alengka Merdika menjadi negeri yang sur-plus pendapatannya sehingga makmur, meskipun negerinya kecil, raja bersama rakyatnya bisa merubah negeri ini menjadi gemah ripah loh jinawi, negeri yang tata tentrem kerta raharja. Kemajuan industry dan pertanian yang dikembangkan dengan teknologi canggih membuka lapangan pekerjaan yang bisa memberikan kesempatan bagi rakyatnya dan pemuda-pemudanya untuk berkarya, sehingga tidak ada pengangguran dinegeri ini, mereka mendapatkan penghasilan dan kehidupan yang layak. Orang-orang tua yang sudah jompo mendapat santunan. Tempat-tempat ajar mengajar dibiayai Negara sehingga anak-anak yang belajar disini gratis tidak dipungut biaya.
Apalagi Negeri Alengka Merdika sekarang menjadi penting dalam perniagaan dengan negeri-negeri tetangga, khususnya perdagangan transito dan pelabuhan pengumpul barang-barang perdagangan, semua komoditi dari berbagai negeri-negeri dongeng banyak dikirim keluar negeri melalui Alengka Merdika. Kemajuan teknologi dan kemampuan managemen serta dilandasi mental cinta bangsa dan Negara menjadikan negeri ini menjadi kuat dan maju dalam segala hal. Itu semua berkat perjuangan para leluhurnya meskipun nyawa taruhannya demi membela Negara.
Luas negeri Alengka Merdika yang relative kecil dan merupakan sebuah pulau yang luasnya hanya 600 km2. Dan penduduknya tinggal sepertiganya karena banyak yang meninggal pada saat peperangan dengan Ayodya. Dan yang tersisa kurang lebih sebanyak 2,5 juta orang termasuk Lascar Bayangkara yaitu kopasusnya kerajaan yang tersisa tinggal satu garda, yang kemudian mereka menempati separoh dari luas negeri ini. Pada kepemimpinan R.Sapanyana negeri Alengka Merdika dengan kerja keras akhirnya berhasil menyelesaikan kewajiban membayar pampasan perang kepada negeri yang dirugikan pada saat peperangan Alengka melawan Ayodya yaitu ketika pada jamannya prabu Rahwana, yaitu pembayaran berupa emas sebagai kesepakatan ganti kerugian material, maka dengan demikian Alengka kembali menjadi negeri yang merdeka.
25
PATUNG
PAHLAWAN

Dipusat Kuthagara Alengka Merdika terdapat suatu bangunan seperti Museum yang dinamakan Gedung Taman Soka, memang dulunya sebelum gedung tersebut dibangun adalah bekas lokasi taman raja. Didalamnya tiap-tiap bagian negeri bawahan Alengka Merdika menaruhkan patung-patung lilin dari beberapa orang warganya yang terkemuka, baik laki-laki maupun perempuan yang mereka sangat banggakan.
Patung-patung tersebut sebagai lambang kepahlawanan bangsanya yang berjasa didalam membangkitkan perasaan setia kepada negerinya serta cita-citanya, sama halnya bendera dan lagu kebangsaan yang dipunyai setiap Negara. Pahlawan yang artinya orang-orang yang berjuang mencari pahala dijalan Tuhan demi kemerdekaan, kemanusiaan, keadilanan, kesejahteraan, kebenaran serta kemaslahatan masyarakat.
Kepahlawanannya ditempuh dengan berlainan jalan untuk mencapai tujuannya. Mereka bekerja keras dengan menyalurkan tenaga maupun fikirannya untuk beberapa hal, tapi bisa jadi hanya satu yang berfaedah untuk menciptakan dunia dongeng yang lebih maju. Mereka juga tak selalu orang-orang yang popular, bahkan ada yang sama sekali tak disukai orang, yah sedikit-dikitnya sebagian dari hidupnya. Biasanya mereka adalah juara untuk hal-hal yang tak disukai orang karena apa, karena mereka lebih maju dari pada jamannya. Meskipun besarnya mereka, tapi didalam hidupnya dengan tujuan tak untuk diri pribadi semata akan tetapi ada yang lebih penting untuk generasi berikutnya. Perjuangannya demi kemanusiaan kebebasan yang lebih luas dengan pandangan hidup yang lebih lapang dan jauh, demi kesejahteraan yang lebih besar dan murni dengan pengendalian kekuatan-kekuatan alam yang lebih sempurna, dalam arti pengertian umat manusia yang lebih mendalam, semua itu dengan gigih mereka perjuangkan.
Didalam gedung tersebut, ada patung Rahwana bermuka sepuluh dengan sebutan Prabu Dasa Muka maharaja dari Alengkadiraja, dilambangkan sebagai sosok orang yang bakti kepada orang tuanya dan selalu membela keluarga, Negara dan bangsanya. Wataknya yang keras tapi mudah luluh dan sangat sayang kepada adik-adiknya. Dengan sepuluh muka mencerminkan sosok orang yang bijaksana dan mempunyai pengetahuan dan pandangan hidup yang luas, tanggap kebutuhan lingkungannya, waspada, berwibawa sehingga disegani lawan-lawannya, kejam dan bengis demi keadilan, lembut cermin welas asih sehingga dicintai rakyatnya. Rahwana segera mengambil keputusan yang bijak untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran, dia hentikan peperangan antara Alengka dengan Ayodya yaitu dengan cara mengalah pada peperangan melawan Ramabadra yang bukan lawan sebenarnya bagi dia. Mengalah bukan berarti kalah, tetapi ada alasan kemanusiaan yang menjadi pertimbangan, sehingga ada kebijakan yang lebih penting untuk didahulukan. Rahwana ingat akan nasehat ibunda Sukesi bahwa hakikat yang melatar belakangi berbagai peristiwa peperangan antar manusia. Dia sadar bahwa setiap peperangan, pergolakan atau kekacauan yang sering menumbalkan kehidupan manusia dan materi adalah akibat dari persekongkolan kekuatan jahat terhadap kebenaran. Mereka inilah yang menutup mata bangsa-bangsa dengan kaca mata setan sehingga mengabaikan ajaran-ajaran dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang benar.

Disebelah patung Rahwana adalah patung Kumbokarno, gagah dan angker, postur tubuhnya tinggi besar sehingga orang manca menyebutnya raksasa, tetapi jiwanya bukan raksasa. Sosok orang pemberani berjiwa kesatria, saat berperang tidak pernah meninggalkan gelanggang, berbudi luhur, jujur dan suka menolong siapa yang menderita kesusahan, Kumbokarno gugur dimedan pertempuran sebagai pahlawan pembela bangsa dan tanah air Alengka, terkena panah Guhawijaya milik Ramabadra pada saat Kumbokarno sibuk berperang melawan Sugriwa.
Patung Prahasta, meskipun rambutnya sudah memutih tapi tubuhnya yang bongsor masih tampak gagah, Prahasta menjabat sebagai patih Alengka, ahli didalam tatanegara, dan ahli perang dan berwibawa, sangat dicintai rakyat, juga disegani oleh rajanya karena ia pemimpin yang bijaksana dan ambek paramarta, Prahasta terbunuh pada saat berperang melawan beruk sakti bernama Anila, pada waktu itu Anila terbiri-birit melarikan diri dikejar Prahasta dan bersembunyi masuk ketempat kuil pemujaan, Prahasta mengikutinya, tapi karena ketaatannya akan tata cara dan tahu tata susila setiap masuk ketempat pemujaan, kemudian Prahasta masuk dengan berjalan jongkok sebagai rasa hormat kepada Yang Maha Kuasa maju mendekati batu Lingga sebelum membekuk Anila, terlebih dahulu ia melakukan sembah dan sujud dikaki Lingga. Prahasta tidak mengetahui kalau Anila bersembunyi dibalik batu Lingga, Anila tidak melewatkan kesempatan untuk mencelakai Prahasta yang pada saat itu  ia sedang khusuk sujud dikaki batu Lingga, dengan kekuatan penuh Anila mendorong batu Lingga yang besar dan beratnya hamper dua ton itu hingga roboh dan menghantam kepala Prahasta yang sedang khusuk sujud dibawah batu Lingga. Prahasta mati seketika, sedangkan batu Lingga pecah terbelah, tak terduga muncul seseorang yang terbebas keluar dari rongga batu Lingga yang terbelah seorang dewi, yaitu Dewi Windradi isteri Resi Gotama dari gunung Sukendra yang telah mengurungnya karena menyembunyikan asal-muasal Cupu Manik Astagina. Dewi Windradi kembali ke Kahyangan mengiringi nyawa Prahasta masuk ke surga. Prahasta dalam semasa hidupnya hanya dibaktikan dirinya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, ia gugur sebagai pahlawan.
Patung Sarpakenaka, sosok wanita yang melambangkan kemandirian, karirnya yang tak lazim yakni menjadi wanita polisi dan prajurit, saat perang Alengka dengan Ayodya dia sanggup menjadi senapati dalam peperangan, dan akhirnya dia gugur sebagai pahlawan pembela bangsa dan negaranya. Kiprahnya di kepolisian dia dikenal karena dedikasinya yang tinggi dan teguh pada prinsip, hanya beberapa gelintir orang bisa dihitung yang seperti dia,  mempertahankan prinsip idealisme hingga akhir hayat seperti Sarpakenaka. Banyak ditemukan orang-orang yang cenderung menggadaikan prinsip ketika berbenturan dengan kepentingan dan keuntungan pribadi. Sarpakenaka adalah seorang wanita yang disiplin, sikapnya yang demokratis juga melandasi kehidupannya didalam bermasyarakat. Pengabdiannya sebagai aparat penegak hokum dengan penuh cinta, dan bertanggung jawab dan ia tipe pemimpin yang bersahaja. Ia tidak pernah membedakan orang berdasarkan kedudukan dan pangkat, ia tak segan-segan turun kejalan mengemban tugas seorang polisi, tujuannya adalah memberi teladan tentang inisiatif, motivasi dan kecintaan polisi akan tugasnya. Namun Sarpakenaka adalah pemimpin yang tegas, pada bawahan yang lalai atau malas, ia memberi teguran bahkan peringatan. Semua ia lakukan didalam tugasnya dengan sedikit bicara dan lebih banyak kerjanya, ia langsung memberi contoh dengan perbuatan kepada setiap bawahannya. Sarpakenaka adalah tokoh yang meneladani arti kejujuran, sikap luhur yang patut dijadikan panutan oleh generasi penerus bangsa, khususnya dilingkungan kepolisian Alengkadiraja. Sapakenaka sangat bangga jadi polisi, sebagai penjunjung supremasi hokum, ia bertekat menegakkan citra polisi ideal yaitu memulai dari dirinya sendiri.
Dan masih banyak lagi patung-patung pahlawan yang dipajang didalam museum tersebut.



















26
PURI DILEMBAH
RAHTAWU

Disebuah pulau terpencil tampak Togog sedang membantu Prabu Rahwana mengawasi pembangunan Puri baru untuk Prabu Rahwana bermukim nantinya. Letak Puri tersebut dipilihnya dilembah gunung Rahtawu dipulau Muria. Setelah peristiwa patiobong yang dilakukan Shinta maka sengaja Prabu Rahwana melakukan hijrah kenegeri yang jauh dan menemukan sebuah pulau yang masih sepi yang belum ada yang penghuninya. Kemudian menetapkan pulau tersebut menjadi wilayah kekuasannya yang baru. Bersama Togog dibantu masyarakat setempat, ia mulai membangun Puri sebagai pusat pemerintahannya yang baru nantinya.
Konon nama Puri masih ada hingga jamannya ratu Shima di Kalingga bahkan sampai jaman sekarang, banyak orang mengatakan letak Puri ada di kota Pati di pesisir utara Jawa Tengah. Masyarakat disana adalah masyarakat yang jujur-jujur dan prigel ing gawe, tidak ada pencuri dan masyarakatnya pantang mengemis. Demikianlah sifat masyarakat Puri atau Pati khususnya dan masyarakat dikawasan Muria umumnya, masyarakat tersebut dijaman sekarang masih banyak dijumpai di daerah Pati Selatan yang dikenal dengan masyarakat Sedulur SIkep di Kecamatan Sukolilo dilembah pegunungan Kendeng Pati.
Sementara itu Prabu Rama Wijaya bersama para Resi menyertai Batari Sri melakukan penyerangan ke Jonggring Saloka pusatnya Raja Dewata yaitu Batara Guru. Penyerbuan mendadak membuat kalut pertahanan Jonggring Saloka. Batara Guru tidak menyangka bila akan terjadi penyerangan di Kadewatan, dan benar-benar Jonggring Saloka tidak ada persiapan untuk menghadapi serangan tentara Prabu Rama Wijaya yang didukung Betari Sri dan para resi Gangga. Apalagi dibelakang itu didukung oleh Lurah Semar alias Batara Ismaya saudara kandungnya. Delapan Laskar Dewa pun tidak mampu menahan serangan-serangan dari Lurah Semar dan kawan-kawannya. Dan akhirnya Jonggring Saloka berhasil diduduki Prabu Rama Wijaya dan Batari Sri. Dan seluruh penghuni Kadewatan terusir keluar. Dan yang berkuasa di Kadewatan sekarang adalah Batari Sri dan Prabu Rama Wijaya.
Delapan Lascar Dewa melarikan diri dan terdampar dipulau Muria. Disana secara kebetulan mereka bertemu dengan Prabu Rahwana dan karena ke Delapan Laskar Dewa pernah berselisih dengan Prabu Rahwana gara-gara memperebutkan nyawa Shinta antara Batara Yamadipati sipencabut nyawa dengan Prabu Rahwana yang menginginkan dikembalikannya nyawa Shinta kejasadnya. Ketegangan dan kecurigaan terjadi, Prabu Rahwana mengira Delapan Laskar Dewa berniat meringkus Prabu Rahwana sebaliknya Delapan Laskar Dewa mengira Prabu Rahwana sengaja akan melanjutkan peperangan yang pernah terjadi. Dan tidak saling babibu lagi perkelahian pun terjadi. Satu orang melawan delapan orang, suatu perkelahian kroyokan yang tidak seimbang.
Saat seru-serunya perkelahian tiba-tiba datang seseorang untuk memisah, entah dari mana dia muncul yang jelas ia seorang yang sakti nyatanya perkelahian antara Prabu Rahwana dan Delapan Laskar Dewa berhasil dihentikan. Orang sakti itu adalah Togog. Togog adalah penjelmaan Dewa yang ngejawantah kedunia, dulu ia adalah seorang yang tampan tetapi sekarang berubah, wajah dan postur tubuhnya yang buruk adalah akibat perilakunya sendiri yang tamak dan serakah, ambisinya ingin menjadi raja dewata di Jonggring Saloka terpaksa harus berseteru dengan saudaranya sendiri yaitu Semar. Rupa-rupanya Semarpun punya keinginan yang sama. Mereka mengadu kesaktian untuk memperebutkan tahta tersebut, akibat kesombongan pada diri mereka masing-masing kedua-duanya gagal untuk menelan dan memuntahkan sebuah gunung segede gunung Semeru yang menjadi taruhannya. Dan berakibat keduanya rusak fisiknya masing-masing menjadi buruk rupa.
Sang Hyang Tunggal mengetahui perilaku mereka maka keduanya kemudian dihukum untuk turun kemayapada menjalani hidup sebagaimana layaknya manusia biasa. Mereka diijinkan kembali kekadewatan apabila mereka mau bertobat dengan menjalankan kebajikan-kebajikan didunia dengan member tuntunan kepada manusia untuk berperilaku yang baik dan tidak berbuat kejahatan serta tidak melanggar aturan-aturan agama. Togog dan Semar turun kebumi dan mereka berpisah, Togog menjalankan profesinya sebagai pamong pada pewayangan kiri, dan Semar menjadi pamong pada pewayangan kanan. Dan oleh Sang Hyang Tunggal kerajaan kadewatan Jonggring Saloka dipercayakan Batara Guru saudaranya Togog dan Semar.
….”stop, stop…kalian jangan berkelahi lagi,….kalian salah paham, berhentilah berkelahi…..ayolah Prabu Rahwana dan juga para Dewa duduklah dan ceriterakan kepadaku, ada tujuan apa kalian datang kesini dan ujug-ujug tidak ada dang ding dongnya kok kalian saling berkelahi,….coba kamu Batara Yamadipati ceriterakanlah kepada kami duduk persoalannya!”…..
Panjang lebar Batara Yamadipati menceriterakan kejadian kudeta tahta kadewatan Jonggring Saloka yang dilakukan oleh Betari Sri dan Prabu Rama Wijaya dibantu para Resi, dan melalui pertempuran yang sengit tapi akhirnya para dewa kalah karena dibelakang mereka ada Lurang Semar yang sakti maka jatuhlah Jongring Saloka ketangan Betari Sri dan para Dewa terusir keluar dari Kadewatan. Batara Guru tidak jelas sekarang dimana keberadaannya dan Delapan Laskar Dewa tersesat dan terdampar di pulau Muria ini.
Togog marah mendengar laporan Delapan Laskar Dewa yang diwakili Betara Yamadipati,
….”Lurah Semar ikut-ikutan urusan anak-anak kecil, keterlaluan sekali,….jangan jangan ia belum jera dengan hukuman dari Sang Hyang Tunggal dan masih berambisi untuk menguasai Jonggring Saloka,….tidak!....hal ini tidak boleh terjadi,…aku akan datang untuk menghentikannya”..
Togog, menduga yang tidak-tidak terhadap saudaranya Semar maka berniat untuk merebut kembali Jonggring Saloka dari tangan tangan kotor yang tidak bertanggung jawab. Mereka telah melanggar ketetapan Sang Hyang Wenang, artinya mereka telah berbuat makar dan hal ini harus dihentikan.
….” Delapan Laskar Dewa, kalian sementara bisa tinggal di Rahtawu pulau Muria ini, bantulah Prabu Rahwana membuka alas Rahtawu dikawasan ini untuk keperluan pemukimannya yang baru,….kemudian disini kita akan atur menentukan strategi apa yang kemudian kita bias merebut kembali tahta Jonggring Saloka,….nah hentikanlah kecurigaan kalian terhadap Prabu Rahwana demikian pula sebaliknya Prabu Rahwana, sebenarnya kalian semua adalah menjadi korban dari ulah-ulah mereka,….nah sekarang istirahatlah dulu dipadepokan sederhanaku di Rahtawu!”….
Delapan Lascar Dewa terpaksa menuruti nasehat Togog untuk tinggal di Rahtawu. Dan disana mereka membantu pembangunan sarana dan prasarana untuk permukiman baru di Rahtawu. Delapan Laskar Dewa mencoba bergaul dengan Prabu Rahwana, lama kelamaan mereka tahu akan sifat-sifat dan perilaku Prabu Rahwana yang sesungguhnya. Tidak seperti yang mereka tuduhkan selama ini, ternyata Prabu Rahwana orangnya bijaksana dan ramah sekali. Hanya yang menjadi tanda tanya mereka adalah waktu pertemuan dengan Prabu Rahwana yang hanya bisa mereka temui yaitu pada waktu malam saja. Pagi-pagi sekali Prabu Rahwana telah pergi entah kemana, dan jelang malam sudah ada di Rah Tawu untuk menyelesaikan pekerjaannya membangun Puri Rahtawu. Jadi terbalik kegiatannya dengan Delapan Laskar Dewa dan Togog, yang mana mereka bekerja pada pagi harinya dan malam mereka beristirahat. 
Prabu Rahwana atau Dasa Muka menamakan negerinya yang baru dengan nama Puri Rahtawu. Untuk sementara Delapan Laskar Dewalah yang mengurus tata laksana kerajaan. Penduduk pendatang mulai berdatangan mengisi kegiatan dinegeri tersebut.
Emigran-emigran yang datang di Negara Puri Rahtawu ini ditilik dari asal-usulnya mereka bermacam-macam bangsa, budaya dan agama, ada yang datang karena tekanan politik dari negeri asalnya, ada yang karena tekanan ekonomi, ada yang memang mencari daerah baru untuk mengembangan perdagangannya. Disini mereka bergabung, berbawur, berasimilasi dan berjuang bersama, untuk tujuan kesejahteraan. Sehingga munculah nilai-nilai sosial budaya baru dalam bentuk ketatanegaraan yang baru dan pada puncaknya adalah mereka sepakat atau berikrar untuk bersatu mendukung Negara Puri Rahtawu dan menjadikannya sebagai negeri tumpah darahnya.
Masarakatnya pada jaman itu awalnya ulet dalam menghadapi hidup dan bergairah. Kegagalan, kesengsaraan dan bencana disadari dihadapi untuk diperbaiki. Rajin bekerja dan berkarya, belajar akrab dan menguasai alam. Cita-citanya tinggi untuk maju meraih kesejahteraan. Mereka bisa berorientasi kesesamanya dengan menilai tinggi kerjasama dengan lain tanpa meremehkan kwalitas individu, dan tanpa menghindari tanggung jawab sendiri. Mereka itulah yang selanjutnya menyebut dirinya sebagai pribumi-pribumi di Negara Puri Rahtawu.














27
RAMA TAKLUK,
TERBONGKARNYA KEDOK


Semakin jelas motif peperangan merambah sampai ke Kadewatan. Sakit hatinya Batari Sri kepada Batara Guru, dan ia berhasil memperalat Rama Wijaya beserta pasukan Ayodya dan Semar untuk membantunya menyerang Jonggring Saloka. Dan berakhir Jonggring Saloka porak poranda dan jatuh ditangan Batari Sri. Para dewata diusir keluar dari Jonggring Saloka kecuali Batara Guru dikurung didalam tahanan dibawah tanah.
…..”Hentikanlah kekacauan ini Betari Sri,…..tidak ada gunanya kamu melakukan makar seperti ini, tindakanmu berakibat kerugian dan kesengsaraan bagi semua mahkluk dialam semesta ini,…kutukan itu tidak akan berhenti bila kamu terus-menerus melakukan kejahatan-kejahatan seperti ini,….aku tidak akan mengapuni engkau sampai kapanpun kalau kamu tidak mau menghentikannya, sebetulnya batas kutukan itu hamper rampung waktunya, sayang kamu tidak sabar sedikit untuk menyelesaikannya .”….
Demikian ucapan Batara Guru kepada Batari Sri sebelum ia digelandang masuk kedalam tahanan. Menilik kata-katanya nampaknya ada sesuatu masalah diantara mereka berdua yang berbuntut perseteruan dan dendam  diantara mereka berdua.
…..”Tidak,…. kanda Batara Guru telah ingkar,….aku tahu sengaja engkau singkirkan aku ke dunia, agar kakanda Batara Guru bebas mencari daun-daun muda yang lebih cantik dariku,….hanya persoalan kecil sengaja kakanda ciptakan “jalaran” untuk menyingkirkanku,….dengan alasan aku tidak mau melayani kanda untuk bersetubuh diatas tunggangan kita Lembu-andini,….ketahuilah aku ini  bukan tipe murahan yang bisa kakanda Batara Guru rendahkan derajadku bagaikan hewan-hewan liar dipadang sabana,….kakanda Batara Guru marah dan menghambur kutuk kepadaku sehingga aku menjadi bulir-bulir padi,….dan ingat janji kakanda bahwa aku akan terbebas dari kutukan apabila aku bisa tumbuhkan padi  dan berhasil memakmurkan bangsa-bangsa ditanah Jawa, maka aku akan bisa pulang kembali sebagai Dewi Uma sebagai permaisuri dan ratu Kadewatan yang menguasai para betari di Kahyangan,…….tetapi apa yang terjadi, selama aku terbelenggu didunia aku mendengar berita bahwa kakanda Betara Guru bersenang-senang dengan seorang wanita yang buruk rupa yaitu Dewi Anjani disebuah kolam,…..aku tahan-tahan sakit hatiku,….. dan waktu kutukanmu berakhir, aku kembali menjelma sebagai Dewi Uma,…… namun pintu Kahyangan telah kakanda pasang rapalan sehingga aku sulit untuk memasukinya, dan bagiku semakin jelas niat buruk kakanda,…kakanda  telah melupakanku apalagi untuk menjemputku kembali, …maka mulai detik ini kakanda bukan seorang raja Dewata….nah sekarang terimalah pembalasanku,….hai pengawal bawalah Batara Guru ketahanan bawah tanah dan jangan beri makan atau minum tanpa ada perintahku,”….
Dengan geram Batari Sri yang adalah penjelmaan Dewi Uma yaitu mantan permaisuri Batara Guru memerintahkan pengawalnya membawa Batara Guru dimasukkan ke tahanan bawah tanah. Marah tapi tidak berkutik dan tanpa perlawanan Batara Guru tunduk kepada perintah isterinya yaitu Dewi Uma atau Batari Sri diseret pergi dengan diborgol dengan kawalan ketat menuju tahanan.
Jauh di Puri Rah Tawu, Prabu Rahwana dan Togog, dihadiri juga Delapan Laskar Dewa sedang merundingkan rencana-rencana merebut kembali Jonggring Saloka dari cengkeraman Betari Sri atau Dewi Uma, Prabu Rama Wijaya bersama komplotannya yaitu Resi Wasista, Resi Mitra dan kawan-kawannya para resi Gangga. Disepakati mereka berbagi tugas untuk melawan musuh sesuai tingkat kesaktian yang mereka miliki. Prabu Rahwana sanggup untuk berhadapan dengan Prabu Rama Wijaya, Togog akan berhadapan dengan Semar dan Delapan Laskar Dewa akan memimpin tentaranya menghadapi tentara-tentara Ayodya dibawah komando Rama dan para resi.
Dan pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah pendekar-pendekar Puri Rahtawu yaitu Prabu Rahwana, Togog dan Delapan Laskar Dewa disertai beberapa pasukan handal menuju ke Jonggring Saloka. Tampak didepan gerbang Jonggring Saloka telah dijaga ketat oleh pengawal-pengawal pilihan dari Ayodya, disana terlihat Resi Wasista dan Resi Mitra sedang mengatur anak buahnya.
Maka tidak usah menunggu komando lagi, segera Delapan Laskar Dewa langsung melabrak mereka. Pertempuran terjadi, terompet dan genderang peperangan berbunyi bersaut-sautan member isyarat bahwa Jonggring Saloka dalam keadaan bahaya telah diserbu Delapan Laskar Dewa. Pintu gerbang berhasil dibuka, maka masuklah pendekar-pendekar Puri Rahtawu yang semakin membuat kuwalahan para resi untuk menahannya.
Lurah Semar keluar setelah mendengar keributan-keributan diluar, disana ia bertemu dengan Togog, pada masing-masing muncul kecurigaan akan keinginan berkuasa di Jonggring Saloka. Semar dan Togogpun kembali berselisih pendapat, mereka lupa akan kesepakatan masa lalu bahwa tidak akan bertengkar lagi dalam situasi apapun mengingat mereka adalah bersaudara dan juga seorang pamong.
…..”Togog,……pergilah,…..dan jangan kembali lagi, tinggal saja dipadepokanmu,…Jogring Saloka adalah milik aku, dan akulah tercipta dari bagian telur yang paling mula, dan akulah saudaramu yang tertua oleh karena itu akulah yang berhak menduduki tahta Jonggring Saloka,…pergilah kamu dan jangan ganggu aku,”…..
Lupa dan dikuasai nafsu, kembali keduanya menginginkan kedudukan sebagai raja dewa, dan kembali keduanya berkelahi memperebutkan tahta Jonggring Saloka, sehingga menambah keruhnya suasana. Mengetahui situasi yang demikian maka Rahwana pergi meninggalkannya.
Delapan Laskar Dewa menjadi kuwalahan menghadapi serangan serangan dari Resi Wasista, Resi Mitra dan keroyokan para resi Gangga. Tetapi penyerbuan ke Jonggring Saloka meskipun Prabu Rahwana tidak ada, tiba-tiba muncul seorang kesatria datang bagaikan dewa penolong bergabung membantu Delapan Lasakar Dewa bertempur melawan para resi. Pahlawan tersebut adalah R.Sapanyana seperti banteng ketaton bertempur melawan tentara Ayodya yang dipimpin Prabu Rama Wijaya. Dan akhirnya Batari Sri dan Resi Wasista dan Resi Mitra berhasil diringkus. Sedangkan Prabu Rama Wijaya berusaha melarikan diri turun ke Mayapada untuk meminta bantuan Prabu Barata di Ayodya.
Mengetahui gelagat yang tidak baik maka R.Sapanyana memburu Prabu Rama Wijaya serta pasukannya yang berusaha melarikan diri meninggalkan Jonggring Saloka, terjadi perlawanan yang sengit dan sempat Prabu Rama Wijaya memukul wajah R.Sapanyana sehingga mengakibatkan terlepasnya topeng baja penutup muka R.Sapanyana, maka tebukalah kedok R.Sapanyana. Siapa sebenarnya R.Sapanyana ????
Ia adalah Prabu Rahwana dalam samaran, setelah topeng penutup mukanya terbuka maka ketahuanlah siapa sebenarnya R.Sapanyana. Mengetahui siapa yang menjadi lawannya, Prabu Rama Wijaya keder hatinya, ia tidak menyangka kalau Prabu Rahwana masih hidup.
…..”Ramabadra, sekarang saatnya yang cocok kita menentukan hidup dan mati kita,….dulu sengaja aku mengalah karena pertimbangan kemanusiaan, agar semua tidak ikut menjadi korban dari kebengisanmu, dan sekaranglah saatnya kamu dan kejahatanmu akan terkubur disini, ayo hadapi aku Rahwana yang siap melumatmu,”…..
Pada saat Prabu Rama Wijaya terbengong-bengong memikirkan kehadiran Prabu Rahwana, sehingga membuatnya ia lengah dan tahu-tahu pukulan keras dari Prabu Rahwana tepat diwajahnya yang membuat matanya berkunang-kunang dan kemudian ia tak sadarkan diri. Pada saat Prabu Rahwana akan menghujamkan pedangnya ke ulu hati Prabu Rama Wijaya, tiba-tiba ada tangan kuat memegang pergelangan tangannya menahan niat buruknya untuk mengakhiri hidup Prabu Rama Wijaya.
….”Jangan, belum waktunya Ramabadra mati, …lepaskanlah pedangmu, dan bersihkanlah pikiranmu dari sifat-sifat pendendam karena hal itu tidak bakal menguntungkan dirimu bahkan akan merugikan didalam bobot karmamu dikemudian hari,”….
Tangan itu adalah Sang Hyang Tunggal yang sengaja datang untuk mengakhiri peperangan di Jonggring Saloka.
Semua yang berada disana begitu melihat kehadiran Sang Hyang Tunggal kemudian bergegas bersujut melakukan penghormatan kepada Dewa tertingginya. Tidak terkecuali Semar dan Togog segera menghentikan perkelahiannya, cepat-cepat keduanya merebahkan diri dan bersujud memberikan penghormatan kepada Sang Hyang Tunggal.
Kemudian Sang Hyang Tunggal memerintahkan semua untuk mengakhiri peperangan di Jonggring Saloka, dan memerintahkan semua orang yang tidak berhak tinggal di Jonggring Saloka untuk pergi meninggalkan Jonggring Saloka turun ke Mayapada. Akhirnya Prabu Rama Wijaya beserta pasukannya menyerah dan dia berserta tentaranya dilucuti persenjataannya dan kemudian ditawan digiring ke Alengka Merdika untuk diadili.










28
PERTEMUAN
DENGAN BUAH HATI

Diluar Negeri Ayodya, dimana Anoman sang putera Batara Guru dengan Ratna Anjani ibunya, sadar setelah mengetahui rencana-rencana Batari Sri dan Prabu Rama Wijaya akan melakukan penyerangan ke Jongring Saloka untuk merebut tahta ayahnya yaitu Batara Guru. Maka secara diam-diam Anoman ingin menggagalkan rencana-rencana mereka.
Pertama-tama yang ia lakukan adalah mengasuh dan membina Trigangga putera Prabu Rahwana dengan Dewi Urang Ayu yang beranjak dewasa. Kemudian sengaja Anoman menghindar dan pergi jauh kepedalaman bersama Trigangga agar tidak mudah dicari Prabu Barata. Rupa-rupanya Anila dan Anggada punya pendirian yang sama denga Anoman, maka tanpa sepengetahuan orang tuanya yaitu Prabu Sugriwa keduanya pergi jauh berkelana.
Ketika Prabu Rahwana akan melakukan penyerangan ke Ayodya untuk menundukkan Prabu Barata dan sekutunya, diperjalanan terhalang dengan urakannya anak kecil yang bernama Trigangga. Trigangga bermaksud menghalangi penyerbuan Alengka ke Ayodya, sehingga Prabu Rahwana menjadi murka. Trigangga diangkat dan kemudian dilemparnya ke lautan. Tetapi Anoman mengetahui apa yang telah Prabu Rahwana lakukan. Dijelaskan kepada Prabu Rahwana bahwa bocah yang diangkat dan dilemparkannya itu sebenarnya adalah putera kandung Prabu Rahwana sendiri dari ibu permaisuri Dewi Urang Ayu yang telah meninggal saat melahirkan Trigangga. Prabu Rahwana kaget dan sangat menyesal akan sikapnya, segera sang Prabu terjun kelaut mengejarnya untuk menyelamatkan buah hatinya. Beruntung Trigangga berhasil diangkat dari air dan berhasil diselamatkan dari kematian.
Dipeluknya Trigangga erat-erat sambil memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa dan menyatakan penyesalannya bahwa hanpir saja ia akan mencelakai darah daging sendiri. Kemudian kembali dipeluknya Trigangga erat-erat seraya mohon maaf atas kesalah pahaman yang terjadi, dan Trigangga tersenyum bukti telah memaafkannya. Prabu Rahwana dan Trigangga gembira sekali, anak dan bapak bergandengan tangan dengan ceria.
Anoman melihat dari kejahuan sambil menangis haru campur senang menyaksikan pertemuan mereka yang tak terduga. Rakyatpun ikut gembira menyaksikan pertemuan anak dan orang tuanya yang lama telah berpisah, maka laut dimana Trigangga telah diceburkan Prabu Rahwana mereka sebut dengan nama muara Silugangga, dan nama tersebut abadi hingga sekarang (dijaman sekarang orang menyebutnya dengan bengawan Silugangga atau Sungai Juana).








29
PERDAMAIAN
DAN PERADILAN

Bila dipertanyakan, siapakah sebenarnya yang menang dalam peperangan antara Ayodya dan Alengka??. Kiranya jawaban yang benar adalah, kedua-duanya kalah, karena sama-sama mengalami kehancuran yang besar. Kesemuanya itu mestinya tidak perlu terjadi, seandainya perselisihan antara keduanya bisa dimusyawarahkan dan diselesaikan sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak Resi-resi Gangga dari negeri India untuk intervensi sehingga menjadikan keruhnya permasalahan.
Dan betapa pulakah airmata ini tidak runtuh, melihat banyak korban-korban bermula pada wanita-wanita yang dilecehkan yang kemudian menimbulkan peperangan yang berakibat terbunuhnya anak-anak mereka, demikian pula berjatuhan korban-korban yang katanya berdalih membela kebenaran, mereka yang ditinggal mati oleh bapak ibunya, isteri-isteri yang ditinggalkan suaminya. Mereka jadi korban peperangan yang keji pada peperangan Ramayana dan Mahabarata yang dicetuskan oleh tangan bangsa sendiri karena pengaruh pihak-pihak lain yaitu para Resi-resi Gangga, dan akhirnya Ayodya dan Alengka mengalami kehancuran dan rakyatnya menderita.
Alengka Merdika kini kembali tenang dan damai dibawah raja-barunya yaitu Prabu Trigangga yang bijaksana menggantikan ayahnya yaitu Prabu Rahwana.
Sedangkan Jonggring Saloka sementara dipegang langsung oleh Sang Hyang Tunggal yang kemudian menggelar perdamaian antara Semar, Togog, dan para Dewa kecuali Dewa dan Dewi yang telah berbuat kekacauan di Mayapada diantaranya adalah Batara Guru, Batari Sri, semuanya mendapatkan hukuman dari Sang Hyang Tunggal, yaitu turun ke Mayapada hidup sebagai brahmana selama 1000 tahun lamanya.
Setelah selesai memberikan keputusan-keputusan itu, kemudian Sang Hyang Tunggal memanggil Batara Kala yaitu putera Batara Guru yang telah disia-siakan untuk datang menghadap, dan kemudian untuk sementara pimpinan para Dewa-dewi di Jonggring Saloka dan Kahyangan diserahkan kepadanya.
Batara Kala adalah hasil ulah Batara Guru yang suka melakukan onani untuk mengumbar syahwatnya sehingga airmaninya terhambur dan tercecer jatuh di Samudera Hindia yang kemudian menjelma menjadi seorang bayi yang konon selalu didalam mitos-mitosnya di diskreditkan sebagai bayi yang menyebabkan sukerta dan petaka dunia. Benarkan seorang bayi yang suci bisa dianggap membuat petaka didunia?
Jongring Saloka kembali tenang, Delapan Laskar Dewa ikut mendukung kebijakan-kebijakan rajanya yang baru yaitu Batara Kala, menjaga ketenteraman alam semesta. Dia menghukum kepada para orang tua orang tua yang suka menelantarkan anak-anaknya, dia menghukum anak-anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya, dia menghukum manusia-manusia yang membuat kerusakan didunia. Dan Sang Hyang Tunggal kembali kelangit sebagai Dewa Tertinggi di alam semesta.
Dan Prabu Trigangga menjatuhkan hukuman kepada Rama Wijaya, Lesmana, Wibisana yaitu hukuman kerja paksa dan tinggal dalam pengasingan seumur hidup dan kastanya diturunkan sebagai rakyat biasa yaitu golongan sudra……Sedangkan Prabu Barata, Prabu Danaraja putera, Prabu Janaka dan Prabu Sugriwa boleh tetap memerintah negerinya dan diampuni kesalahannya dengan suatu syarat yaitu diwajibkan membayar pampasan perang sebagai ganti kerugian materi kepada Negeri-negeri Perdamaian disamping itu punya kewajiban melakukan reboisasi di wilayah Mahendra dan perbaikan lingkungan pada sarana-sarana yang pernah dirusaknya dalam tempo 20 tahun. Anoman diberi penghargaan karena berjasa membesarkan Trigangga dan diberi tanah perdikan yaitu didaerah Bali, disana ia dirajakan dan dipuja-puja oleh penduduk setempat.
Bagaimana tugas-tugas selanjutnya dengan Semar dan Togog? Sang Hyang Tunggal memberikan peringatan pada mereka, sebab sedikit banyak mereka lalai menjalankan tugasnya sebagai pamong atau punakawan di Mayapada, oleh karena itu Sang Hyang Tunggal menukar kedudukan tugas mereka di Mayapada. Yaitu masih dalam penugasan tetap sebagai pamong atau punakawan. Semar ditugaskan sebagai pamong pada masarakat pakeliran kiwo (kiri) dan sebaliknya Togog mendapat tugas pada masyarakat pakeliran tengen (kanan).






30
HIDUP
BAHAGIA

Bagaimana dengan prabu Rahwana atau Prabu Dasa Muka? Dia hidup bahagia bersama Shinta di negeri yang jauh, yaitu negeri Puri Rahtawu dipulau Muria. Hidupnya hanya diabdikan untuk kepentingan masyarakat, setiap bulan Sura mereka turun untuk membantu orang-orang fakir miskin dan masyarakat yang membutuhkan bantuannya baik materi ataupun non materi seperti berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan harapan masyarakat tesebut akan menjadi maju.
Shinta? Bagaimana kisahnya dia bisa bertemu kembali dengan Prabu Rahwana? Lima tahun yang lalu sewaktu Prabu Rahwana berada diruang menara Puri yang tertinggi, Prabu Rahwana merasakan semilirnya angin gunung Rahtawu  berembus lewat jendela-jendela teralisnya. Pada saat menikmati kesejukan angin gunung Prabu  Rahwana mendengar ada suara orang sayup-sayup tertangkap ditelinganya, suara tersebut sepertinya memanggil-manggil namanya. Sekali lagi dipasang telinganya lebar-lebar dan dikonsentrasikan pendengarannya kearah datangnya suara, maka yakinlah bahwa ada seseorang yang sedang memanggil-manggil nama Prabu Rahwana.
Tentang gelombang suara, ilmuwan mengatakan bahwa, gelombang suara yang muncul pada saat kita berbicara, gelombang suara yang telah keluar dari sumbernya itu akan berjalan keluar dengan kekuatan  tertentu yang merambat semakin menjauh akan tertangkap telinga semakin lemah. Akan tetapi gelombang suara tersebut tidak berhenti dan akan terus berjalan menembus dari waktu ke waktu dan akan menumpuk terekam dilapisan eter dialam semesta ini dan tersusun bagaikan kue lapis atau tekstur pada lingkaran tahun pada batang tua kayu jati.
Naluriah tingkah laku binatang disebabkan jawaban indera binatang terhadap rangsangan alam sekitar sehingga Kumbang, lebah atau tawon, semut, ngengat adalah binatang golongan serangga, yang punya kehidupan yang unik. Dengan antenanya yang sensitif terhadap sentuhan dan bau bisa mendeteksi dimana ada mangsa atau makanan dan juga bisa mengirim sinyal-sinyal ke kelompoknya tentang keberadaannya bahwa dia telah menemukan makanan agar bisa ditindak lanjuti untuk mengangkut makanan tersebut kesarangnya, dengan antenanya singengat jantan dapat mengetahui betinanya pada jarak lebih dari 1,5 km.
Kemudian binatang yang lain seperti kelelawar, kalong , burung-burung yang terbang mencari mangsanya pada malam hari yang gelap gulita,  juga pada tubuhnya dilengkapi indera-indera istimewa semacam radar yang bisa mendeteksi obyek-obyek sasaran yang dikehendaki, sehingga dalam perburuan mangsanya atau perjalanan terbangnya dia terhindar dari tubrukan, jatuh kelewat pada saat mau hinggap diranting atau salah arah pada tujuan mau pulang kesarang.
Adalagi keistimewaan pada ikan-ikan disungai di Afrika yaitu jenis knifefish menggunakan medan listrik yang memancar dari ditubuhnya untuk dapat mengetahui obyek baik mangsa maupun arah sampai sejauh 2 m, kemudian ikan-ikan dilaut, diantaranya adalah belut listrik yang hidup diprairan yang dalam, belut listrik ini dilengkapi pertahanan dalam tubuhnya untuk berburu atau menangkal serangan-serangan dari musuhnya dengan kekuatan pancaran listrik atau strum  penyengat yang keluar dari tubuhnya, sehingga musuh yang mendekat mengganggunya akan pingsan bahkan bisa mati kesetrum listrik yang berkekuatan hampir mencapai ribuan volt.
Para ahli meneliti, bahwa rupanya sibelut pada saat terancam bisa dengan segera mengkonsentrasikan listrik negatip dan listrik positip yang ada pada tubuhnya dan akan berubah menjadi sengatan apabila tubuhnya disentuh oleh musuhnya. Mirip apa yang dilakukan orang mencari ikan disungai dengan membawa batery (accu) dipunggungnya dihubungkan dua kabel yang satu bermuatan listrik positip dan yang lain bermuatan listrik negatip, kemudian dijulurkan kearah gerombolan ikan menjadi obyeknya diair dan ikan-ikan tersebut pada pingsan karena tersengat listrik, itulah cara untuk menangkap ikan dengan disetrum. Dan masih banyak lagi seperti ikan salmon dengan penciumannya dapat melacak kembali ketempat kelahirannya yang jaraknya ribuan km.
Sedangkan manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaannya yang lain. Artinya apa, diantara manusia-manusia yang hidup didunia ini, ada diantaranya yang memiliki kemampuan kemampuan yang dimiliki makluk-makluk seperti tersebut diatas, salah satunya adalah Prabu Rahwana, orang dulu mengartikan sebagai daya linuih atau kesaktian-kesaktian bisa dalam bentuk reiki, tenaga dalam seperti ginkang dan leukang, ajian brajamusti, atau ajian-ajian lain yang lazim orang menyebut ilmu energy gaib atau tenaga prana,.
….”Prabu Rahwanaaaa, tolonglah aku…..Shinta dalam kesulitan….tolonglah aku Prabu Rahwanaaaa !!”……
Prabu Rahwana gusar dan gundah hatinya setelah diyakini ada orang yang memanggil-manggil minta pertolongan dirinya,
…..”Shinta, benarkah itu suara Shinta……benarkah Shinta memanggil aku….Shintaaaa….Shintaaa…dimanakah kamu….tunggulah aku….
 Aku Rahwana…….Shintaaa……..aku Rahwana segera datang!”……
Tanpa berpamitan dengan Togog, Prabu Rahwana langsung melesat keudara bagaikan burung alap-alap mencari mangsanya. Dengan penglihatannya yang tajam dan pendengaran yang peka Prabu Rahwana terus mengikuti arah datangnya gelombang suara Shinta. Pantulan –pantulan suara yang tertangkap bermacam-macam, namun dengan ketajaman  inderanya Prabu Rahwana berhasil memilah suara Shinta dari suara-suara lain yang terpantul dialam raya ini.
Instingnya membawa Prabu Rahwana terbang kearah hutan Dandaka, dan suara Shinta semakin jelas tertangkap di telinganya.
….”Lho, suara itu dari arah bangunan tua ditengah padang rumput dibawah,….aku ingat itu adalah silo tua….beberapa tahun yang lalu aku telah menolong Shinta disana,….lho, siapakah orang yang tergolek diatasnya,….sepertinya seorang wanita,….jangan-jangan itu adalah Shinta….ohh, benar itu Shinta….Shintaaa, Shintaaa…..apa yang terjadi denganmu sayang?”….
Prabu Rahwana cepat-cepat menukik turun dan mendarat diatas silo tua dihampirinya Shinta yang tergolek tak sadarkan diri,
…..”Shinta, Shinta sayangku……bangunlah sayang,….. apa yang terjadi, siapa yang berani menganiaya kamu,….bangunlah saying, bangun……kamu aman Shinta, Rahwana ada disampingmu…..bangunlah!”……
Prabu Rahwana tidak sabar, dan segera tangannya yang kekar itu segera mengangkat tubuh Shinta dan cepat-cepat membawanya terbang keangkasa, melesat menuju kelembah Rahtawu yang menurutnya adalah tempat yang aman untuk menolong Shinta.
…..”Shinta, cintaku bangunlah,….janganlah mati,…..bangunlah dindaku, Rahwana akan melindungimu sayang,”…..
Sambil menggendong Shinta menuju ke Puri, Prabu Rahwana menangisinya sambil ndremimil menyadarkan Shinta. Air mata lelakinya mengalir deras, Rahwana menangis. Derasnya air mata yang keluar menetesi wajah Shinta, dan ajaib air mata itu membuat Shinta sadarkan diri, Shinta bergerak-gerak dan membuka matanya. Prabu Rahwana gembira sekali, didekap erat-erat tubuh Shinta, sehingga tubuh yang ramping itu sepertinya terselimuti oleh tangan-tangan Rahwana yang kekar,
….”Prabu Rahwana,…..Prabu Rahwana, tolonglah hamba,…..Shinta sangat membutuhkan paduka,….benarkah orang yang mendekapku adalah paduka,”….
Rupanya Shinta masih mengigau, ia belum sadar benar dan belum yakin bahwa orang yang berada didekatnya adalah benar-benar Prabu Rahwana.
…..”Dinda Shinta sadarlah…..Rahwana ada disampingmu, ayo bukalah matamu,….Shinta sayang!”….
Togog memperhatikan adegan mesra dari momongannya Prabu Rahwana dan Dewi Shinta.
…..”maafkan hamba,….ternyata hamba baru tahu apa itu yang dimaksud “cinta”…..hamba berusaha mengusir sosok bayangan paduka,…..tapi ternyata hamba tidak kuasa,…bahkan hamba sangat merindukannya, dekaplah hamba Paduka,….dan lindungilah hamba selalu, hamba akan abdikan jiwa dan raga ini buat paduka,”…..
Dan,….”Jangan tinggalkan aku lagi ya kakanda Prabu Rahwana, aku akan setia melayanimu,”…..
Suara Shinta sedikit merayu kepada Prabu Rahwana, dan diluar sana terdengar,
…..”Ehem,…ehem…mana tahan,”…..Suara Semar, mendehem-dehem, kakinya gatal dikerubut nyamuk…kale? Rupanya Semar bersama keluarga besarnya yaitu Petruk, Gareng dan Bagong telah meninggalkan Karang Tumaritis dan hijrah bergabung dengan Prabu Rahwana,dan selanjutnya mereka tinggal dipadepokan Tempur yaitu dipuncak gunung Wukir Rahtawu menggantikan Togog yang telah dimutasikan kepakeliran kanan dan selanjutnya tinggal di Karang Tumaritis.

NING NONG NING GUNG……NING NONG NING GUNG……..


TAMAT
TANCEP KAYON



Salurkanlah
Dana Bantuan anda
kepada Yayasan Yatim Piatu Al Haqq
Jl. Tunggul Wulung,
Gang Soetedjo no.325 Pati
Lewat Bank Jateng
an. Yayasan Al Haqq No Rek 2-006-06413-5

 
 







TENTANG PENULIS

HENKY B HERNOWO, lahir di Kota Pati, jawa Tengah pada tanggal 11 Juni 1950. Disiplin ilmu / profesi sebagai Arsitek. Ayah dari 2 orang putera dan 2 orang puteri.
Kiprahnya di Industri Konstruksi dan Konsultan Teknik (1976-2002). Semasa sekolah aktif di Kepanduan / Pramuka di Pati. Hobinya pada tanaman disalurkan dibidang agrobisnis di Kopeng dengan budidaya Jamur dan tanaman hortikultura (2003-2007). Dikala senggang, ia melampiaskan kegemaran dan bakatnya dikanvas untuk melukis dan tulis menulis. Selain menulis buku ini, Penulis telah menulis buku-buku diantaranya;
1.      EKOR SANG NAGA.
2.      DASA MUKA BANGUN.
3.      GEMA BEDUG SAM PO KONG HINGGA WALI SANGA.
4.      KABAR GEMBIRA DARI CATATAN A HONG.
5.      KASTO BLANDONG.
6.      KENANGAN MANIS GUGUS DEPANKU
7.      MISTERI KALI OPAK.
8.      PANDU TUA
9.      PINTU GERBANG MAJAPAHIT.
10.  PRAGOLA PATI
11.  PUNTUNG MENYALA BHUMI MATARAM TERBAKAR
12.  RUMPUN TUMBUH DISEMBILAN MATA AIR.
13.  SABDA WAYANG
14.  TRAGIKOMEDI MILLINIUM.
15.  DLL.

Kini Penulis tinggal di Banyumanik, Semarang Jawa Tengah dirumah hadiah dari anak-anaknya, menghabiskan hari-tuanya bersama isteri tercinta Tan Giok Nio.= 

0 comments: