Posted by Fahrizal | 0 comments
Penipuan Di Tempat Kerja

Setiap perusahaan ingin mencegah penipuan dari terjadi dalam organisasi mereka dan kebanyakan perusahaan tidak akan mengakui menjadi rentan terhadap segala jenis penipuan karena mereka tidak ingin pelanggan dan pemasok untuk memiliki persepsi negatif dari bisnis mereka. Kebenaran adalah ada banyak orang yang akan bersedia untuk mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasikan scam. Setelah seseorang memiliki pemahaman besar struktur pengendalian internal dan bagaimana untuk memotong itu, godaan menjadi terlalu besar dan mereka menempatkan skema penipuan mereka di tempat.

Penipuan selalu diskusi topik layak namun dengan keadaan saat perekonomian godaan untuk skema meningkat dengan tagihan energi meningkat, tingkat pengangguran dan tingkat utang pribadi. Tekanan-tekanan pribadi dan keluarga dan insentif untuk melaksanakan skema penipuan yang cukup untuk merancang sebuah penipuan. Individu yang bekerja untuk organisasi sering datang dengan alasan untuk membenarkan alasan untuk mencoba untuk menipu majikan mereka. Ini termasuk a) gaji mereka saat ini tidak sejalan dengan pesaing dan mereka “layak” hasil ini atau mereka bekerja lebih keras dan tidak cukup kompensasi untuk usaha mereka; b) Jumlah mereka mengambil dari majikan tidak cukup signifikan bagi manajemen untuk peduli; c) Manajemen yang membuat orang berlebihan dan paket-paket yang ditawarkan tidak akan menutupi biaya yang dikeluarkan sekali menganggur; d) alasan terang-terangan dan arogan, namun manajemen cukup pintar untuk menyadari scam di semua .

Tiga faktor utama, tekanan / insentif, kesempatan dan rasionalisasi) yang mengakibatkan pelaksanaan penipuan umumnya dikenal sebagai segitiga penipuan. Setelah ketiga hadir ini akan meningkatkan risiko bahwa penipuan melakukan individu dan perusahaan Anda berpotensi biaya jutaan pound dari scam atau berpotensi membangkrutkan organisasi.

Kuncinya adalah untuk bekerja pada mengurangi kesempatan dengan memiliki skema deteksi penipuan yang memadai dan efektif di tempat. Merampas “Aku dapat pergi dengan pikiran ini” dari pikiran seseorang adalah mungkin dengan memiliki lingkungan yang terkendali yang akan pertama-tama mencegah penipuan, kemudian mendeteksi kemudian segera dan kemudian menghalangi sebagian besar jenis perilaku penipuan apakah itu bagi karyawan tingkat rendah, pekerja kontrak, konsultan, atau manajemen senior.

Jika Anda membutuhkan skema penipuan perlindungan dalam organisasi Anda maka adalah bijaksana untuk menghadiri konferensi pencegahan penipuan untuk belajar tentang teknik pencegahan penipuan dan sistem serta jaringan dan berbicara tangan pertama dengan orang lain yang memiliki sistem pencegahan dan mereka yang harus berurusan dengan seseorang yang menjalankan scam dalam organisasi mereka. a rel onclick’/outgoing/article_exit_link/2027926′]);” Marcus evans penipuan konferensi berjalan teratur di berbagai daerah.
bentuk penipuan tempat kerja
fraud di tempat kerja


Challenges
BERKOORDINASI DI TEMPAT KERJA
Pernahkah anda merasa sulit untuk berkoordinasi dengan rekan kerja anda ?
Atau jangankan melakukan koordinasi, dalam berkomunikasi saja anda merasa kesulitan. Hal ini sering terjadi di dunia kerja. Dan bahkan tidak hanya didunia kerja, dalam kehidupan berorganisasi hal ini sering terjadi. Baik itu organisasi dengan profit oriented ataupun dengan nonprofit oriented. Banyak hal yang menjadikan suatuaktivitasd koordinasi menjadi tidak berhasil. Dalam berkoordinasi sendiri ada aspek komunikasi dimana hal ini tidak bisa diabaikan.

Sebelum kita melangkah lebih jauh, pemahaman tentang istilah koordinasi itu sendiri harus kita ketahui. Koordinasi adalah suatu istilah yang memiliki arti yaitu “Penyerasian yang teratur usaha-usaha untuk menyiapkan jumlah yang cocok menurut mestinya, waktu dan pengarahan pelaksanaan hingga menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah ditentukan.” (George R. Terry). Sedangkan para ahli manajerial yang lain mengartikan bahwa “Koordinasi adalah proses pemaduan sasaran dan kegiatan dari unit-unit kerja yang terpisah untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif.” Jadi bisa disimpulkan bahwa koordinasi adalah aktivitas penyerasian atau pemaduan dari unit-unit ataupun bagian yang terpisah untuk mencapai tujuan ataupun sasaran yang telah ditentukan.

Dalam dunia kerja sendiri, komunikasi dan koordinasi tidak bisa diabaikan karena ini adalah hal penting yang wajib dilakukan untuk mencapai tujuan suatu tim dengan efektif. Jika dalam bekerjasama dengan orang lain kita kurang bisa menunjukkan sikap yang kooperatif dan komunikatif maka tim tersebut menjadi kurang maksimal dalam bekerja. Banyak hal yang bisa menyebakan cara berkoordinasi didalam sebuah tim kerja menjadi kurang optimal. Jika membicarakan kemampuan koordinasi yang efektif, maka cara kita menyampaikan pemikiran dan gagasan kita serta bagaimana kita bersikap didalam suatu tim wajib untuk diperhatikan. Berikut adalah beberapa hal yang mengakibatkan gagalnya suatu aktivitas koordinasi dalam suatu tim kerja.

1. Terlalu banyak fokus pada tujuan departemen
Cara berkooridnasi terkadang terlihat cukup sulit karena kita terlalu fokus pada tujuan departemen dan mengabaikan bagaimana agar tujuan departemen tersebut dapat dipahami dan terinternalisasi dengan baik di setiap anggota tim dalam departemen tersebut. Perlu diperhaitkan agar bagaimana tujuan tersebut dapat dipahami oleh setiap anggota yang memiliki cara berikir dan cara pandang yang berbeda-beda.

2. Kurangnya perspektif makro
Setiap orang memiliki cara pandang mereka masing-masing. Jika suatu tujuan diartikan atau dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda maka output yang dihasilkan pun akan berbeda-beda pula. Dan bagaimana bisa berkoordinasi jika persepsi yang ada berbeda-beda. Maka dari itu, perlu melakukan persamaan persepsi dan cara berpikir agar dalam mengkomunikasikan dan mengkoordinakan suatu hal bisa selaras dan satu cara padang.

3. Prasangka terhadap orang lain
Terkadang kita merasa sulit untuk menerima suatu ide atau pemikiran dari rekan kerja kita karena kita sudah memiliki prasangka yang belum tentu benar terhadap rekan kerja kita. Perlu dipahami bahwa suatu prasangka atau dugaan awal kita terhadap seseorang ataupun situasi yang terjadi akan mengalihkan kita dari bukti-bukti nyata yang ada.

Key Point : Perbedaan kepribadian
Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Maka dari itu, dalam melakukan koordinasi dengan individu ataupun uni/departen lain perlu memperhatikan pribadi atuapun karakter dari masing-masing individu, serta individu yang ada dalam suatu unit atau departemen. Dengan menyadari sepenuhnya perbedaan yang ada, maka kita bisa lebih mudah memahami dan mengerti cara berpikir dan bersikap dari berbagai individu didalam sebuah tim.

4. Kurangnya kepercayaan (trust)
Dalam suatu aktivitas koordinasi untuk mencapai sasaran ataupun tujuan yang telah ditetapkan, ada berbagai individu dan pihak yang terlibat didalamnya. Jika salah satu pihak kurang bisa mempercayai pihak lain yang juga terlibat, maka jalan suatu koordinasi akan berjalan kurang lancar atau bahkan tidak berhasil. Perlu adanya trust dari setiap pihak yang terlibat bahwa semua pihak yang terlibat adalah inividu ataupun orang-orang yang bisa mendukung pencapaian suatu tujuan ari suatu organisasi.

5. Perlindungan diri
Sikap melindungi diri sendiri dari resiko dan bersikap demi kepentingan masing-masing pihak yang telibat juga kan mengakibatkan kurang lancarnya suatu aktivitas koordinasi. Pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan merupan kepentingan bersama, maka dari itu setiap hal yang terjadi selama proses pencapaian dari suatu tujuan harus disikapi secara bersama-sama dan tidak saling menyalahkan pihak yang lain.
Hal-hal tersebut diatas merupakan hal-hal umum yang bisa terjadi dalam melakukan aktivitas koodrinasi dengan pihak atau individu yang lain. Untuk menunjang agar aktivitas koordinasi bisa berjalan dengan lancar, maka sebagai anggota dari suatu tim perlu tahu bagaimana harus bersikap.
Berikut beberapa hal yang mungkin bisa dibermanfaat dalam bersikap didalam suatu tim:
1. Mengakui bahwa rekan kerja Anda tidak selalu seperti Anda yang terampil mungkin.
Hal ini sering menjadi penyebab utama kekecaewaan dalam sautu tim. Seseorang berakhir dengan rekan setimnya yang benar-benar kurang baik atau masih belajar. Untuk menghadapi orang ini adalah untuk memahami bahwa Anda perlu mencoba untuk melatih dia. Cobalah untuk memberikan tugas khusus untuk orang tersebut. Apakah mereka fokus satu hal sja namun detail atau menyarankan hal lain yang lebih baik untuk membangun mereka. Jika Anda menjadi penting dimata orang lain, hal itu akan menjadi penguatan yang positif. Hal ini sering bekerja jauh lebih baik daripada mengamuk. Kebalikan dari ini juga berlaku untuk Anda.

2. Jangan mengabaikan.
Yang satu ini terdengar cukup sederhana tetapi sering kali menjadi hal penting, hal ini bisa jadi akan menyulitkan untuk mengabaikan rekan karena kebutuhan untuk komunikasi dalam suatu kondisi kerjasama. tetapi hal tersbut jangan sampai membuat anda mengabaikan apa yang anda kerjakan dan tetap fokus pada “permainan” anda.

3. Jangan menjadi serigala penyendiri.
Anda berada di tim. Jangan jadi orang duduk diam di sekitar orang yang saling bekerjasama, di tengah keterlibatan tim.. Hal ini berdampak buruk pada kesadaran situasional Anda dan membuat Anda terlihat seperti anggota tim yang buruk. Ya, kadang-kadang tim Anda akan membuat keputusan yang buruk dan melakukan hal-hal yang tidak dinginkan, tapi itu tidak berarti Anda tidak harus menolak bekerja dengan mereka.

4. Jangan pergi ke pertandingan dengan sikap buruk.
Jangan pergi ke sebuah “permainan” di mana Anda harus bergantung pada rekan kerja Anda yang memiliki sikap jelek. Dalam sebuah tim, akan terasa menyenangkan memiliki orang yang dapat dibanggakan untuk dicatat sebagai bagian dari suatu tim. Jika kita terlalu bergantung dengan orang lain yang memiliki sikap yang jelek, meskipun orang tersebut dapat membuat anda bersinar tetapi anda tidak akan merasakan kepuasan dari apa yang anda lakukan. Dengan memiliki tim yang bisa dibanggakan, tentu akan membuat anda bisa bersemangat dalam pencapain suatu tujuan.

5. Perlakukan orang seperti Anda ingin diperlakukan.
Ini adalah yang terakhir saya dan mungkin yang paling jelas. Memahami bahwa kebanyakan orang terlibat untuk alasan yang sama seperti Anda. Mereka ingin mencapai suatu tujuan dengan akhir yang indah, tapi bahkan jika mereka tidak berakhir dengan indah, mereka ingin merasa bangga. Jika kita ingin kita diperlakukan seperti yang kita inginkan, maka perlkukanlah orang lain seperti bagaimana kita ingin diperlakukan. Meskipun orang tersebut memperlakukan anda sebaliknya dan tidak anda sukai.

Dalam menjadi bagian di suatu tim, hal tersebut akan bermanfaat dan bisa diaplikasikan dengan melihat dan menyesuaikan kondisi yang ada. Dengan lebih memahami berbagai pihak yang terlibat, maka kita akan bisa dipahami dan cara kita berkoordinasi dengan individu atau pihak terkait akan lebih mudah untuk dilakukan.



Content
Mengupas Seluk Beluk Fraud dan Cara Mengatasinya
Disarikan oleh Harry Andrian Simbolon, SE., M.Ak., QIA, Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya memiliki risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi keuntungan bagi pihak yang melakukannya, membawa dampak yang cukup fatal, seperti misalnya hancurnya reputasi organisasi, kerugian organsisasi, kerugian keuangan Negara, rusaknya moril karyawan serta dampak-dampak negatif lainnya.
Maraknya berita mengenai investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud) di dalam perusahaan dan juga pengelolaan negara di surat kabar dan televisi semakin membuat sadar bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat ini sorotan utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih lagi terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.


Defenisi Fraud
Secara harafiah fraud didefenisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara International Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal”.
Apapaun itu defenisinya, menurutku fraud tetaplah fraud, dimanapun itu dilakukan, baik dilingkungan swasta maupun di sektor publik. Motifnya sama, yaitu sama-sama memperkacaya diri sendiri/golongan dan modus operandinya sama, yaitu dengan melakukan cara-cara yang illegal.

Tipologi Fraud
Association of Certified Fraud Examiners (“ACFE”) di Amerika serikat menyusun peta mengenai fraud. Peta ini berbentuk pohon, dengan cabang dan ranting. Tiga cabang utama dari fraud tree ini adalah Corruption, Asset misappropriation dan fraudulent statement. Turunannya lebih jauh dapat dilihat dalam gambar dibawah.
Ada enam ranting yang muncul dari cabang corruption. Bandingkan ini dengan 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi dalam ketentutan perundang-undangan Indonesia. Cabang kedua adalah Asset Misappropriation yang dapat diartikan secara bebas sebagai penjarahan kekayaan perusahaan atau lembaga. Kita bisa membayangkan banyaknya jenis fraud dalam cabang ini, mulai dari pencurian uang secara terbuka (larceny), pencurian dan penyalahgunaan (misuse) harta lembaga, sampai pada larceny secara tidak langsung (rekening bank atas nama pejabat). Cabang ketiga (Fraudulent Statement) merupakan fraud yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara akuntansi seperti earning managemen dan, windows dressing. Kausus Enron merupakan contoh nyata dari tipe Fraud ini.
Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan dimana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.




Motivasi Melakukan Fraud
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:
1.      Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2.      Peluang untuk melakuakn fraud
3.      Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
f5.jpeg





Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:
Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok  yang sebelumnya tidak memiliki motif untk melakukan fraud.
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.

Faktor Pemicu Fraud
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan).
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
1.       Faktor generic
-  Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan;

- Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

2.       Faktor individu
-     Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
-  Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

Gejala Adanya Fraud
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah:
1.       Gejala kecurangan pada manajemen
a.    Ketidakcocokan diantara manajemen puncak;
b.   Moral dan motivasi karyawan rendah;
c.    Departemen akuntansi kekurangan staf;
d. Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas;
e.   Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;
f. Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat;
g. Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama;
h.   Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;
i.  Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

2.       Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai
1.      Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung;
2.      Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;
3.      Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;
4.      Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran;
5.      Kekurangan barang yang diterima;
6.      Kemahalan harga barang yang dibeli;
7.      Faktur ganda;
8.      Penggantian mutu barang.

Perilaku Pelaku Fraud
Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu:


Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal;
1.      Gaya hidup di atas rata-rata;
2.      Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja;
3.      Penjudi berat;
4.      Peminum berat;
5.      Sedang dililit utang;
6.      Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities) dianggap tidak material ketika ditemukan;
7.      Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri.

Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Century Gate. Kedua kasus ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan dana talangan yang diberikan pemerintah yang seharusnya untuk menyelamatkan kondisi modal perbankan namun dana tersebut  oleh manajemen malah diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau bisnisnya yang lain.

Pengadaan Barang dan Jasa. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo pada Kongres ISEI 1993 memperkirakan kebocoran keungan Negara sekitar 30% dari pengadaan barang dan jasa. Kerugian ini bervariasi dari department ke department  sampai ke tingkat pemerintah daerah. JIka dilakukan penelitian untuk tahun-tahun sekarang ini kemungkinan persentasenya akan lebih besar lagi, karena otonomi daerah membawa dampak adanya raja-raja kecil di daerah yang menuntut bagian proyek pengadaan barang dan jasa.

Penyediaan Barang dan Jasa Publik. Teorinya pubic goods disediakan untuk masyarakat luas, tanpa diskriminasi. Namun, berbagai faktor memberi peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk menikmati public goods seolah-olah itu merupakan private goods bagi mereka. Contohnya saja jasa keamanan yang merupakan public goods yang disediakan TNI/Polri dapat dinikmati oleh orang atau perusahaan yang membayar harga yang tepat. Demikian pula dengan kendaraan, rumah dinas, dll yang diakui sepihak menjadi hak milik pejabat sebelumnya.
Peran Multinational Corporation (MNC). Potensi fraud yang melibatkan perusahaan atau pengusaha asing biasanya terletak pada perizinan usaha pertambangan dan energi yang bisanya diperoleh dengan cara-cara penyuapan. Apalagi pemerintah menerapkan production sharing atas lokasi-lokasi pertambangan di tanah air yang sangat rentan diselewengkan oleh para operator pertambangan.
Fraud pada Penerimaan Negara. Sebenarnya volume fraud yang paling besar bukan terletak pada sisi pengeluaran tetapi justru pada penerimaan Negara, tengok saja kasus Bahasim dan Gayus Tambunan yang meraup kekayaan besar dalam waktu singkat hanya dengna menyelewengkan prosedur perpajakan, atau membantu mengurangi jumlah pajak kiennya. Di pemerintah daerah kasusnya lebih bergam lagi, mulai dari pemetongan sekian persen dari pencairan anggaran, sampai setoran penerimaan yang banyak dipotong untuk peruntukan yang tidak jelas.

Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa pihak yang terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal, atau auditor forensik) dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab msaing-masing pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan Fraud Deterrence Cycle atau siklus pencegahan fraud seperti gambar dibawah ini.
Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.


Mengapa Pencegahan?
Keberhasilan kegiatan memerangi fraud, setelah korupsi terjadi adalah suatu ironi tersendiri dalam upaya penanggualan fraud karena semakin banyak mendeteksi dan menyelesaikan kasus berindikasi fraud, bukan merupakan kondisi umum yang dikehendaki masyarakat, sebab pada dasarnya kejadian fraud bukanlah kejadian yang dikehendaki masyarakat.
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan bila fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya daripada melakukan pencegahan sejak dini.
Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu (1) membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract. (2) Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition. (3) membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self sssessment, internal auditor dan eksternal auditor

Peran Internal Auditor
Pendeteksian fraud oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari kegiatan internal auditing yang dijalankan dalam organisasi. Standards No. 1210.A2 menyatakan sebagai berikut: “The internal auditor should have sufficient knowledge to identify the indicators of fraud but is not expected to hace the expertise of a person whose primary responsibility is detecting and investigating fraud”.
Merujuk pada standar profesi diatas, auditor internal diharuskan memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi adanya indikasi fraud dalam organisasi. Pengetahuan yang harus harus dimiliki auditor internal termasuk pula pengetahuan mengenai karakteristik fraud, teknik-teknik yang digunakan dalam melakukan fraud, dan jenis-jenis fraud yang mungkin terjadi pada berbagai proses bisnis.
Auditor internal bertanggung jawab dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah terjadi sedini mungkin, sebelum memebawa dampak yang lebih buruk pada organisasi. Pendeteksian tersebut dapat dilakukan pada saatmenjalankan kegiatan internal auditing. Pada saat melakukan audit, auditor internal dapat memfokuskan diri pada area-area yang memeiliki risiko tinggi terjadinya fraud seperti transaski kas, rekonsiliasi bank, proses pengadaan, penjualan, dll.
Jika auditor internal menemukan suatu indikasi terjadinya fraud dalam organisasi, auditor internal harus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam organsiasi tersebut, seperti audit committee. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidiki fraud tersebut.
Dalam sektor publik. Auditor internal dapat dilakukan oleh inspektorat di masing-masing department dan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) berdasarkan permintaan dari pemerintah. Teknis dan proses auditnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan di sektor swasta.

Peran Eksternal Auditor
Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya seorang auditor eksternal dibatasi oleh standar-standar auditing yang berlaku. Tanggung jawab auditor sehubungan dengan fraud dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 – Tanggung jawab dan fungsi auditor independen paragraph 02: “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan”.

Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam SA seksi 316 – pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan. Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laoran keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin berubah apabila terjadi fraud.

Selanjutnya dalam SA Seksi 317 – Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien, dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk fraud) maka auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi. Terungkapanya fraud, yang berrdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi sangat material dan bisa mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan opini “wajar tanpa pengecualian”.

Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika keuangan (“BPK”) berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan tersebut terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.



Benchmarking
Kebijakan Anti Fraud
Beberapa Perusahaan besar telah menyadari bahaya besar akibat fraud, mereka telah melakukan perencanaan sedini mungkin terhadap pencegahan fraud ini. Tengok saja Telkom Grup dan Astra Grup, kedua Perusahaan ini telah mengantisipasi fraud yang diwujudkan dalam kebijakan anti fraud yang diterapkan di dalam peruashaan.

1. Astra Group
Grup Astra memberikan perhatian yang demikian besar dalam pengembangan praktek Good Corporate Governance (GCG) dengan standar tinggi. Beberapa paket kebijakan telah dibuat untuk mendukung GCG diseluruh Astra Grup yang dimonitor oleh Komite Audit, Komite Renumerasi dan Nominasi, Komite Eksekutif, kelompok Manajemen Resiko dan Departemen Audit Internal.
Untuk memberikan petunjuk yang jelas dan bagaimana karyawan melaksanakan tugas-tugasnya, Grup Astra telah membuat buku pedoman yang komprehensif, yaitu “Pedoman Etika Bisnis dan kerja”, yang mencakup semua aspek dalam berhubungan dengan pihak ketiga dan masyarakat luas secara bertanggung jawab dan professional. Selain itu Astra juga mengeluarkan pedoman lainnya untuk memberikan kepastian dan assurance bahwa seluruh aktivitas telah menerapkan pola yang sesuai dengan GCG, pedoman-pedoamn itu yaitu: pedoman sistem audit dan manajemen risiko, pedoman benturan kepentingan, peraturan mengenai informasi orang dalam, pedoman kewajiban sosial perusahaan, pedoman manajemen sumber daya manausia, pedoman direksi dan komisaris Astra, kebijakan pelaporan atas pelanggaran etika, kebijakan atas penyampaian laporan tahunan dan kebijakan transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.

2. Telkom Group
Sebagai perusahan publik yang juga melantai di bursa internasional (NYSE dan LSE) Telkom berupaya mewujudkan tata kelola perusahaan yang bersih sebagai mana tuntutan dari aturan Sarbanes Oxley Act (SOA) yang dianut Telkom Grup. Telkom secara berkala terus mengeluarkan berbagai program yang memastikan kesempatan berbuat curang (fraud) itu tertutup. Didalam program anti fraud tersebut terdapat code of ethics, whistleblower policy, organization structure dan Human Resource Policy.
Program whistleblower yang diterapkan Telkom dimaksudkan untuk menciptakan sebuah sistem yang memungkinkan perusahaan dapat melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan atau indikasi adanya fraud, dengan begitu Telkom dapat secara lebih awal melakukan langkah-langkah koreksi dan mitigasi yang diperlukan untuk mengamankan asset, reputasi dan risiko kerugian yang mungkin timbul.
Selain itu Telkom juga menerapkan Enterprise Risk Management (ERM) yang disusun oleh COSO. Beberapa kebijakan yang dilakukan Telkom terkait penerapan ERM ini antara lain: (1) peningkatan kebijakan melalui evaluasi, perbaikan, peningkatan, distribusi dan kebijakan internal untuk mendukung pengelolaan resiko; (2) Peningkatan pemahaman proses bisnis yang efektif melalui penyederhanaan atau penghapusan proses bisnis yang kurang efektif; (3) pelaksanaan pengkajian risiko dan langkah mitigasi yang meliputi inisiatif startegis, RKAP, dan evaluasi diri atas pengendalian risiko seluruh unit; (4) perlindungan asset melalui penyediaan informasi yang memadai dan akurat hingga menciptakan efektifitas dan efisiensi proses bisnis serta kepatuhan terhadap peraturan.
Dari banyak kasus korupsi yang berhasil dibongkar baik oleh KPK atau Kejaksaan Agung selama ini dapat disimpulkan bahwa siapapun bisa terbelit atau terlibat korupsi, hanya penyebabnya / pendorongnya saja yang berbeda. Karena itu sebagai seorang Manajer apalagi Eksekutif perusahaan, Anda harus merasa wajib memahami seluk-beluk kecurangan dalam operasional perusahaan. Kenapa? Karena cara terbaik dalam mencegah kecurangan (korupsi) adalah dengan memahami apa yang sebenarnya menjadi penyebabnya dan kemudian mengeliminirnya.

Main Problem
Mencegah Kecurangan di Lingkungan Kerja
Menurut Indira Susilo (2011)Dari banyak kasus korupsi yang berhasil dibongkar baik oleh KPK atau Kejaksaan Agung selama ini dapat disimpulkan bahwa siapapun bisa terbelit atau terlibat korupsi, hanya penyebabnya / pendorongnya saja yang berbeda. Karena itu sebagai seorang Manajer apalagi Eksekutif perusahaan, Anda harus merasa wajib memahami seluk-beluk kecurangan dalam operasional perusahaan. Kenapa? Karena cara terbaik dalam mencegah kecurangan (korupsi) adalah dengan memahami apa yang sebenarnya menjadi penyebabnya dan kemudian mengeliminirnya.
 "FRAUD TERJADI EVERY WHERE, WHAT SO EVER, AND WHO EVER"
 Fraud bisa terjadi dimana saja dan di lingkungan apa saja mulai dari tingkatan yang paling tinggi sampai yang paling rendah, oleh siapa saja dari blue color sampai white color.

Berikut ini beberapa TIP’S yang patut diketahui oleh para eksekutif dan manajer perusahaan yang peduli terhadap Pencegahan Korupsi/KKN/ FRAUD: (dikutip dari materi pelatihan "TEKNIK MENCEGAH DAN MENDETEKSI KECURANGAN DALAM OPERASIONAL PERUSAHAAN" yang diselenggarakan oleh Be Professional The Club bekerjasama dengan LPAI Indonesia beberapa waktu yang lalu.
1. Kenali jenis-jenis kejahatan (white colour crime) yang trend dewasa ini, antara lain:
 - Manipulasi di sektor perbankan.
 - Penyalahgunaan Credit Card.
 - Penggelapan Pajak (restitusi fiktif, transaksi fiktif).
 - Money Laundering, untuk normal business dan non profit entitas.
 - Berbagai bentuk KKN : Tender, Pengaduan, Kontrak/PO Insider.
 - Penipuan konsumen/produk : hadiah, bonus, rebate.
 - Penyogokan : kock back.
 - Kecurangan melalui komputer : hackers, silicite.
 - Menerima kekayaan dari hasil curian, hibah, yayasan, PT gelap.
 - Kecurangan dalam dunia asuransi, sekuritas, financial institutions.
 - Dan lain-lain sebagainya.

2. Untuk mencegah kecurangan, maka kenali latar belakangnya. Ada 25 alasan mengapa karyawan melakukan kecurangan:
-          Karyawan merasa frustrasi atau tidak puas tentang beberapa aspek pekerjaan.
-          Karyawan percaya dia dapat meloloskan diri
-          Karyawan berfikir dia sungguh sungguh membutuhkan atau menginginkan uang atau artikel yang dicuri
-          Karyawan frustrasi karena aspek kehidupan pribadi yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
-          Karyawan merasa disalahgunakan oleh pemilik perusahaan dan ingin membalas dendam.
-          Karyawan gagal mempertimbangkan konsekuensi bila tertangkap.
-          Karyawan berpikir: "tiap orang lain mencuri, kenapa saya tidak ?".
-          Karyawan berpikir : "perusahaan ini begitu besar, mencuri sedikit saja tidak akan membuatnya bangkrut".
-          Karyawan tidak tahu bagaimana mengatur keuangannya sehingga dia selalu bangkrut dan siap mencuri.
-          Karyawan merasa bahwa memikul organisasi itu adalah suatu tantangan dan bukan suatu hal yang menyangkut pendapatan ekonomi saja.
-          Karyawan kehilangan kenikmatan ekonomi, sosial, atau budaya selama masa kecilnya.
-          Karyawan mencari kompensasi untuk suatu perasaan yang dalam kehidupannya dan kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan persahabatan.
-          Karyawan tidak mempunyai kontrol diri dan mencuri bukan karena keterpaksaan.
-          Karyawan percaya seorang teman di tempat kerja telah mendapat penghinaan atau penganiayaan atau telah diperlakukan secara tidak adil.
-          Karyawan hanya malas dan tidak mau bekerja keras untuk mendapat uang sebanyak yang dia butuhkan atau dia inginkan.
-          Pengendalian intern organisasi itu sangat lemah sehingga tiap orang tergoda untuk mencuri.
-          Tidak ada orang yang pernah dituntut karena mencuri dari organisasi itu.
-          Kebanyakan karyawan mencuri ditangkap tidak sengaja, bukan karena audit atau rancangan. Maka rasa takut tertangkap bukan suatu pencegahan pencurian.
-          Para karyawan tidak didorong untuk mendiskusikan masalah-masalah pribadi atau masalah keuangannya.
-          Pencurian oleh karyawan adalah suatu fenomena. Setiap pencurian mempunyai kondisi yang mendahului, dan tiap pencuri mempunyai motifnya sendiri.
-          Para karyawan adalah mencuri untuk semua alasan yang dapat disulap dalam pikiran dan imajinasi manusia.
-          Para karyawan tidak pernah dipenjara atau mendapat perlakuan seperti di penjara saat diinterogasi tentang pencurian, perbuatan curang, atau penggelapan dari perusahaan mereka.
-          Manusia itu lemah dan cenderung berbuat dosa.
-          Para karyawan saat ini secara moral, etika, dan spiritual bangkrut.
-          Para karyawan cenderung meniru atasan-atasan mereka. Jika para atasan mencuri atau menipu, sangat mungkin mereka akan melakukan hal yang sama.

3. Anda harus tahu alasan yang melatarbelakangi terjadinya kecurangan manajemen (management fraud)
 – Eksekutif yang mengambil langkah gegabah : Seorang presiden suatu grup perusahaan (perusahaan konglomerat) tidak berpikir panjang menyatakan kepada suatu kelompok analis keuangan bahwa laba tahun berjalan akan menjadi Rp X juta per saham.
 - Pusat laba dapat mendistorsi untuk mempertahankan divestment Suatu pusat laba (profit center)
 sedang dalam kesulitan. Manajemen perusahaan hanya melihat pada jumlah laba bersih (bottomline) . Manajemen secara penuh menyadari bahwa performa yang jelek akan membawa tindakan drastis, yaitu pekerjaan, status, prioritas dan masa depan mereka akan bahaya. Hukum alam pertama : melindungi diri sendiri.
 - Manajer yang tidak kompeten mungkin menipu untuk mempertahankan diri. Dalam banyak
 kasus, konsultan menemukan bahwa beberapa manajer tidak dapat menghasilkan prestasi, mereka menuliskan dalam laporan dengan meniupkan performanya dengan fakta yang lain.
 - Kebutuhan untuk berhasil dapat berakibat manajer menipu. Apabila ambisi didorong oleh
 suatu penggerak yang tidak baik dan apabila ambisi kemajuan diri lebih penting daripada penyelesaian yang baik, beberapa manajer akan mengkhianati sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

4. Waspadai kondisi-kondisi khusus dalam perusahaan yang biasa menyebabkan terjadinya kecurangan- Internal Control yang kurang memadai.
 – Prosedur penerimaan pegawai yang kurang mempertimbangkan kejujuran dan integritas calon pegawai.
 - Model manajemen sendiri yang mungkin memang korup, kurang efisien, ataupun tidak cakap.
 - Karyawan yang terlalu banyak problem yang belum terselesaikan, terutama dalam masalah-masalah keuangan.
Setelah memahami semua hal tersebut di atas maka Anda akan tahu apa yang seharusnya Anda lakukan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya kecurangan (fraud) alias korupsi di lingkungan Anda. Dengan demikian akan terbuka pintu bagi Anda untuk menaikkan tingkat kepedulian terhadap
 pencegahan korupsi/kecurangan/ fraud menjadi nomor satu.

Why ?
KENAPA ORANG MELAKUKAN FRAUD ATAU KORUPSI?
Menurut Alwan Pariadi Munthe menyatakan Kasus korupsi di Indonesia selalu setiap hari menghiasi media masa. Pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini disanyalir seperti TPI- tebang pilih investigasi atau seperti tebang bambu, tebang satu tumbuh seribu. Efek jera yang diharapkan timbul dari satu atau dua pelaku koruptor besar yang dijebloskan di penjaran, ternyata tidak terjadi. Mungkinkah disebabkan karena pemerintah pilih-pilih dalam menangani kasus korupsi? Apalagi seperti kita mendengar dalam pemberitaan, ada penegak hukum di Indonesia yang tidak bebas dari permainan uang dan pengaruh kekuasaan.
 Namun demikian, berdasarkan pendapat pakar Donald R Cressey, ada faktor-faktor pendorong, mengapa seseorang melakukan fraud (yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah korupsi), yaitu:
Intent atau niat, merupakan karakteristik yang membedakan kecurangan dengan kesalahan atau kekeliruan.
Pelaku kecurangan berniat melakukan kecurangan untuk keuntungan dirinya dengan merugikan pihak lainnya. Meskipun niat terlihat sangat jelas karakteristiknya, namun hal tersebut sangat penting sebagai unsur yang harus dibuktikan untuk meneruskan kasus tersebut dalam sidang pengadilan. Dalam beberapa kasus, sangat sedikit bukti yang dihadirkan yang memperlihatkan adanya unsur niat. Fakta bahwa pelaku penggelapan menggunakan hasil kecurangan untuk mendanai pembelanjaan pribadi yang mungkin seluruhnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan berniat merugikan organisasi.
Incentive/Pressure (pendorong/tekanan). Manajemen atau karyawan mungkin memiliki dorongan atau tekanan yang menjadi alasan melakukan kecurangan. Untuk melakukan kecurangan lebih banyak tergantung pada kondisi individu, seperti sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang seperti berjudi dan peminum; atau mempunyai harapan/tujuan yang tidak realistik.
Opportunity (kesempatan). Keadaan lingkungan yang ada di tempat kerja memberikan kesempatan untuk melakukan kecurangan. Untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan dari pada karyawan.
Rationalization/Attitude (Rasionalisasi/sikap). Beberapa individu memiliki sikap, karakter, atau nilai etika yang mengikutinya untuk pembenaran melakukan tindakan tak jujur. Sebagai contoh seseorang mengaku mengambil uang perusahaan tetapi dia berdalih hanya pinjam dan akan mengembalikan uang itu setelah menerima gaji atau berdalih itu pantas dia dapatkan karena yang bersangkutan sudah bekerja keras untuk perusahaan, atau berdalih mengikuti apa yang dilakukan pimpinannya.





Membiasakan Kejujuran di Tempat Kerja, Bisakah?
(Psychosufistic for worker)- Tidak ada sifat yang paling dibenci, selain kejujuran. lawan dari kejujuran adalah kebohongan. Semua orang menginginkan kejujuran, tapi hanya sedikit saja yang melakukan kejujuran, termasuk orang yang menginginkannya.

“zaman sekarang, kalo kamu jujur, kamu akan mati!” pernyataan seperti ini, sering di dengar suhe dari teman dan relasinya. Maklum Suhe adalah seorang manajer personalia yang kerap mewawancarai calon pegawai. Pernyataan itu juga, setidaknya menyinggung professional Suhe. Bagaimana tidak, Suhe selalu menemukan keganjilan isi lamaran kerja beberapa calon karyawan disetiap seleksi administrasinya, seperti ijazah palsu, surat keterangan pengalaman kerja palsu, sampe kepada KTP palsu.

Suhe pun sering bertanya pada dirinya sendiri, “kenapa yah, orang suka berbohong?” “apakah takut tidak dapat pekerjaan dan memcepat kematian?” . “ehm…masuk akal!” gumamnya.

Bila melihat pengalaman Suhe, sungguh, jujur itu sangat mahal harganya. Bohong sebagai sifat dari jujur, sudah menjadi sebuah tradisi. Dan jujur, telah lekang ditelan kemunafikan.

Tidak semua orang untuk mendapat pekerjaan tidak jujur atau dalam pekerjaannya mendawamkan kebohongan. Banyak juga orang yang sukses dalam bisnisnya, karena jujur.

Sepertinya Suhe harus membaca buku, The Corporate Mistic karya Gay Hendricks dan Kate Ludeman. Telah disebutkan dalam buku ini, bahwa orang-orang yang berhasil dalam bisnis dan menjadi pemimpin perusahaan besar, akibat dari membiasakan kejujuran. Kejujuran sejati menjadi kunci dari sebuah kesuksesan.
Bob Galvin, dari Motorola menyatakan, “ Bagaimana Anda menunjukkan rasa hormat? Melalui integritas pesan yang Anda sampaikan. Memang terdengar sederhana, tetapi kami dapati bahwa cara termudah dalam melakukan segala hal adalah dengan bersikap jujur. Sudah menjadi sifat kita untuk berlaku jujur dan memperlakukan orang ‘apa adanya’.”

======
Tertangkapnya salah satu anggota KPPU oleh KPK membuat saya terpukul juga. Harapan saya agar ada satu saja lembaga negara yang bersih dari korupsi di Indonesia hancur sudah. Anggota KPPU itu benar-benar telah merusak nama baik KPPU yang telah dicapai selama ini. Masih segar di ingatan saya, di awal perjalanannya keputusan KPPU selalu kalah di pengadilan. Namun, hal itu tidak mengecilkan dan mengendurkan semangat para pimpinan KPPU terdahulu untuk terus berupaya meningkatkan kinerja KPPU. Sejak keputusan KPPU mengenai carrefour dan penjualan Indosat, akhirnya publik mengenal KPPU sebagai lembaga punya nama baik. Namun semuanya itu telah dirusak justru oleh salah satu pimpinannya.

Assosiation Certified Fraud Examiner (ACFE) dalam Report ACFE to the Nation on Occupational Fraud and Abuse tahun 2004, 2006, 2008 yang mengatakan “Occupational Fraudsters are generally first-time offenders”. Karakteristik pelaku fraud umumnya adalah orang yang pertama kali melakukan. Hanya 7 persen dari para pelaku dalam laporan ini pernah mendapat hukuman dan 12 persen yang dipecat akibat melakukan fraud. Dengan fakta ini sebenar kita tidak perlu menpertanyakan mengapa seorang anggota KPPU, yang dulunya aktivis dan ahli koperasi akhirnya menerima suap atau seorang gubernur BI yang telah menerima penghargaan internasional akhirnya ditangkap KPK karena menyetujui dana BI untuk menyuap para anggota DPR.

Laporan ACFE ini didasarkan dari 959 kasus yang terjadi baik pada perusahan perorangan, publik, organisasi dan pemerintah. Data-data tersebut dikumpulkan oleh sejak Januari 2006 sampai dengan Februari 2008 oleh para CFE yang menangani kasus tersebut. Walaupun keseluruhan kasus tersebut terjadi di Amerika, namun menarik untuk membandingkan temuan karateristik para pelaku fraud di Amerika dengan para pelaku korupsi di Indonesia. Selain karekteristik para pelaku umumnya pertama kali melakukan/tidak pernah melakukan kejahatan sebelumnya, berikut adalah karekteristik lainnya.

Pertama, pelaku fraud bisa perorangan ataupun berjamaah/bersama. Di Amerika, jumlah kejadian fraud yang dilakukan oleh perorangan dua kali lebih banyak dari pelaku fraud berjamaah. Namun, besarnya kerugian yang dilakukan oleh pelaku fraud berjamaah empat kali lebih besar. Di Indonesia karena kasus korupsi umumnya adalah penyuapan, mark-up harga pengadaan barang, para pelaku lebih dari satu/berjamaah. Kasus dana aliran BI, Kasus Al-Amin dalam pengalihan fungsi hutan, Kasus Bulyan Ruyan dalam pengadaan kapal. Trend di Indonesia pelaku korupsi adalah penyuap-yang disuap, pejabat dan panitia pengadaan- rekanan- broker/calo pengadaan barang.

Kedua, umur pelaku. Dilihat dari jumlah kejadiannya, pelaku fraud umumnya berumur 41-50 tahun, sebesar 35,5% dari total. Kemudian pelaku fraud kelompok berumur 51-60 tahun, sebesar 18,9%, kelompok 36-40, sebesar 16,2%, kelompok 30 – 35 sebesar 12,8 %., sementara kelompok di atas 60 tahun sebesar 3,9%. Namun jika dilihat dari besarnya kerugian maka kelompok 51-60 tahun di posisi teratas, diikuti dengan kelompok di atas 60 tahun, kelompok 41-50, kelompok 36-40 dan kelompok 30-35. Di Indonesia pun dari karekteristik dari segi umur tidak jauh beda. Yang menarik adalah kelompok umur di atas 60 tahun. Mungkin para pelaku melakukan korupsi untuk persiapan masa pension nanti. Dengan melihat jumlah kerugian yang besar, rasa tepat untuk tidak memperpanjang usia pension, seperti dalam kasus RUU MA baru-baru ini.

Ketiga, posisi jabatan pelaku. Korupsi banyak dilakukan oleh pelaku yang memegang posisi manajer sampai executive sebesar 74,4%. Korupsi adalah kejahatan kerah putih. Gubernur BI, Menteri, Kepala Daerah, Direktur BUMN, Mantan Duta Besar, Pejabat Anggota DPR yang ditahan KPK adalah bukti kuat bahwa pelaku korupsi di Indonesia memegang jabatan/posisi tinggi, dipercaya dan terhormat.

Keempat, tempat kerja pelaku fraud. Bidang/tempat pelaku fraud yang menimbulkan kerugian besar adalah bagian legal, executive/direktur dan bagian pembelian. Berbagai survey di Indonesia memang menunjukan instansi pemerintah/lembaga dalam bidang yudikatif dan penegakan hukum seperti MA, Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian adalah lembaga terkorup. Kasus-kasus korupsi di Indonesia sebagian besar adalah mark-up harga pengadaan barang dan jasa.

Kelima, red flags (gejala/indicator awal) pelaku melakukan korupsi. Red flags yang utama dalam report ini adalah gaya hidup yang melebihi tingkat penghasilan menempati posisi pertama, yaitu sebesar 39,2%. Kemudian hubungan yang erat/istemewa dengan supplier/klien/customer 34,6%, dilanjutkan dengan perilaku wheeler-dealer sebesar 34,2% dan kesulitan keuangan sebesar 27,9%.
Kesemua red flags itu juga ada dalam para pelaku korupsi di Indonesia. Namun sebagai catatan tersendiri adalah masalah gaya hidup yang melebihi penghasilannya ini tidak pernah menjadi masalah yang utama sebagai dasar pemberantasan korupsi. Kita lihat hampir semua pegawai/pejabat pemerintah di lingkungan yang “basah”/elit politik/perwira tinggi militer mempunyai harta kekayaan yang melebihi penghasilan resminya. Hal ini seolah-olah dibiarkan saja. Bahkan aturan tentang pengumuman harta kekayaan penyelenggara negara yang dilakukan KPK pun mereka pertanyakan. Pantas saja RUU tentang pembalikan beban pembuktian dan penyitaan asset hasil kejahatan mandek di DPR.

Oleh :
Johanes Wardy Sitinjak

J Sumardianta ; Guru SMA Kolese de Britto Yogyakarta
KORAN TEMPO, 14 Juli 2012

Referensi
Arif Arryman dkk, Mengupas Benang Kusut, Merajut Masa Depan. – Transformasi Tata Kelola Pelaporan Keuangan Telkom Pasca SOA, 2010
Association of Certified Fraud Examiners, www.acfe.com
Economics Business & Accounting Review, volume II nomor 1, 2007
International Standards of Auditing
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), standar professional akuntan public
 The institute of Internal Auditor, www.iia.com
Undang-undang nomor 31 tahun 2004

Pengantar

0 comments: