Posted by Fahrizal | 0 comments

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran terkait Haluan Dasar, Karakteristik Penyiaran, dan Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia


Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
terkait Haluan Dasar, Karakteristik Penyiaran, dan
Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia


1.      Haluan Dasar Penyiaran di Indonesia

Landasan Filosofis
      bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
      bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
      bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
      bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial;
      bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Asas
Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.
Tujuan
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Fungsi
      Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
      Dalam menjalankan fungsi tersebut, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Arah
a.      menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.      menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;
c.       meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d.      menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;
e.      meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;
f.        menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;
g.      mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran;
h.      mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;
i.        memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;
j.        memajukan kebudayaan nasional.


2.      Karakteristik Dasar Penyiaran di Indonesia

Guna mencapai keberhasilan penyelenggaraan penyiaran yang sesuai dengan haluan dasar penyiaran, UU Penyiaran telah menetapkan 4 (empat) karakteristik dalam penyiaran yang diberlakukan di Indonesia, yakni:
    1. Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional (Pasal 6 ayat 1);
    2. Dalam sistem penyiaran nasional tersebut, negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 6 ayat 2);
    3. Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. Adil dan terpadu yang dimaksud di sini dengan demikian adalah pencerminan adanya keseimbangan informasi antardaerah serta antara daerah dan pusat (Pasal 6 ayat 3)
    4. Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran. Komisi ini kemudian disebut dengan Komisi Penyiaran Indonesia (Pasal 7 ayat 1)

3.      Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia

Prinsip dasar penyelenggaraan penyiaran berkaitan dengan prinsip-prinsip penjaminan dari negara agar aktivitas penyiaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran berdampak positif bagi publik. Dalam hal ini, publik harus memiliki akses yang memadai untuk dapat terlibat, memanfaatkan, mendapatkan perlindungan, serta mendapatkan keuntungan dari kegiatan penyiaran. Guna mencapai keberhasilan dari prinsip ini, juga dibutuhkan prinsip lain, yang secara melekat (embedded) menyokongnya, yakni prinsip diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman isi) dari lembaga penyiaran. Dengan kedua prinsip diversity ini diharapkan, negara dapat melakukan penjaminan terhadap publik melalui penciptaan iklim kompetitif antar lembaga penyiaran agar bersaing secara sehat dalam menyediakan pelayanan informasi yang terbaik kepada publik.

    1. Prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik
Prinsip ini membuka peluang akses bagi setiap warga negara untuk menggunakan dan mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Undang-undang memberi hak, kewajiban dan tanggungjawab serta partisipasi masyarakat untuk mengembangkan penyiaran, seperti mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi di lembaga penyiaran serta mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan untuk mengawasi dan melindungi publik dari isi siaran yang merugikan mereka.

Berikut ini adalah ketentuan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2002 terkait dengan prinsip keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik (26 pasal dengan 28 ayat)

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 terkait keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik
Pasal 1 :
(8), (11), (13)
8.      Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.
11.  Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional.
13.  Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.
Pasal 5: (f)
(f)     menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;
Pasal 7
1.      Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.
2.      KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.
3.      KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi.
4.      Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Keterangan:
Ayat 4: Yang dimaksud dengan diawasi adalah pelaksanaan tugas KPI dipantau dan dikontrol agar sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Pasal 8
1.      KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.
2.      Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang:
a.      menetapkan standar program siaran;
b.      menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c.       mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d.      memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e.      melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.
3.      KPI mempunyai tugas dan kewajiban:
a.      menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;
b.      ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
c.       Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;
d.      memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;
e.      menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan
f.        menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Keterangan
Ayat 2
Huruf b:Pedoman perilaku penyiaran tersebut diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI.
Huruf c: Yang dimaksud dengan mengawasi pelaksanaan peraturan adalah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh KPI.
Huruf d: Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.
Pasal 21 (1)
1.    Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
Pasal 25 (2)
2.    Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau media informasi lainnya.
Pasal 26 (1)
1.       Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri atas:
a.      Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit;
b.      Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel; dan
c.       Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui terestrial.
Pasal 27
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.       memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Republik Indonesia;
b.       memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia;
c.        memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia;
d.       menggunakan satelit yang mempunyai landing right di Indonesia; dan
e.        menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.
Pasal 28
Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel dan melalui terestrial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf c, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.       memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin yang diberikan; dan
b.       menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.
Pasal 31
1.       Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran lokal.
2.       Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
3.       Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.
4.       Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
5.       Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut.
6.       Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.
Keterangan:
Ayat 6: Yang dimaksud dengan diutamakan ialah diberikan prioritas kepada masyarakat di daerah itu atau yang berasal dari daerah itu. Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun hanya dapat diberikan kepada pihak dari luar daerah apabila masyarakat setempat tidak ada yang berminat.
Pasal 33
1.       Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
2.       Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
3.       Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.
4.       Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh:
a.       masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;
b.       rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;
c.        hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan
d.       izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.
5.       Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI.
6.       Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c.
7.       Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran melalui kas negara.
8.       Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 40
1.      Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain, baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar negeri.
2.      Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dibatasi.
3.      Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata acaranya dibatasi.
4.      Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat nasional, internasional, dan/atau mata acara pilihan.
Keterangan:
Ayat 3: Yang dimaksud dengan pembatasan jenis siaran acara tetap adalah acara siaran warta berita, siaran musik yang penampilan tidak pantas, dan acara siaran olahraga yang memperagakan adegan sadis.
Pasal 44
1.      Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan/atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan, atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau berita.
2.      Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada kesempatan pertama serta mendapat perlakuan utama.
3.      Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
Pasal 46
1.       Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.
2.       Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
3.       Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a.      promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;
b.      promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c.       promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d.      hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
e.      eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
4.       Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI.
5.       Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran.
6.       Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.
7.       Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat.
8.       Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran.
9.       Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari siaran iklannya.
10.    Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.
11.    Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.
Keterangan:
Ayat 3, Huruf e: Perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.
Ayat 11: Yang dimaksud dengan sumber daya dalam negeri adalah pemeran dan latar belakang produk iklan, bersumber dari dalam negeri.
Pasal 47
Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang.
Keterangan:
Tanda lulus sensor yang dimaksud dalam Pasal ini, hanya berlaku bagi jasa penyiaran televisi.
Pasal 48
1.      Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI.
2.      Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada:
a.      nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan
b.      norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
3.      KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran kepada Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum.
4.      Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
a.      rasa hormat terhadap pandangan keagamaan;
b.      rasa hormat terhadap hal pribadi;
c.       kesopanan dan kesusilaan;
d.      pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
e.      perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;
f.        penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak;
g.      penyiaran program dalam bahasa asing;
h.      ketepatan dan kenetralan program berita;
i.        siaran langsung; dan
j.        siaran iklan.
5.      KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran.
Pasal 49
KPI secara berkala menilai pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan perkembangan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 50
1.       KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran.
2.       KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran.
3.       KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e.
4.       KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab.
5.       KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait.
Keterangan:
Ayat 4: Yang dimaksud dengan hak jawab pada ayat ini sudah termasuk di dalamnya hak koreksi dan hak pembetulan atas kesalahan.
Pasal 51
1.       KPI dapat mewajibkan Lembaga Penyiaran untuk menyiarkan dan/atau menerbitkan pernyataan yang berkaitan dengan aduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) apabila terbukti benar.
2.       Semua Lembaga Penyiaran wajib menaati keputusan yang dikeluarkan oleh KPI yang berdasarkan pedoman perilaku penyiaran.
Pasal 52
1.      Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
2.      Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan Lembaga Penyiaran.
3.      Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan.
Keterangan:
Ayat 2: Yang dimaksud dengan pemantauan Lembaga Penyiaran adalah melakukan pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran.
Yang dimaksud dengan kegiatan literasi adalah kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis masyarakat.
Pasal 54
Pimpinan badan hukum lembaga penyiaran bertanggung jawab secara umum atas penyelenggaraan penyiaran dan wajib menunjuk penanggung jawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan
Pasal 55
1.       Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf f, Pasal 36 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (11), dikenai sanksi administratif.
2.       Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a.      teguran tertulis;
b.      penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu;
c.       pembatasan durasi dan waktu siaran;
d.      denda administratif;
e.      pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
f.        tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran;
g.      pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
3.       Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 56
1.       Penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Undangundang ini dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
2.       Khusus bagi tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) huruf b dan huruf e, penyidikan dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
Pasal 57
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:
a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
c.  melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5);
e.  melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6).
Pasal 58
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:
a.    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
b.    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
c.    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4);
d.    melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3).
Pasal 59
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk penyiaran televisi.

b.      Prinsip Diversity of ownership (keberagaman kepemilikan)
Gelombang radio merupakan sumber daya alam yang terbatas (dalam  ketakterbatasan inovasi teknologi) dan bagian dari ranah publik, yang penggunaannya ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, utamanya berupa kebebasan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Prinsip diversity of ownership ditujukan agar tidak terjadi konsentrasi kepemilikan modal (capital) dalam lembaga penyiaran, serta saat bersamaan diarahkan untuk mendorong adanya pelibatan modal dari masyarakat luas di Indonesia.
Oleh karena itu prinsip diversity of ownership menjadi prinsip dasar yang harus dipegang teguh untuk menciptakan sistem persaingan yang sehat, mencegah terjadinya monopoli dan oligopoli, serta memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat luas.

Berikut ini adalah ketentuan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2002 terkait dengan prinsip Diversity of ownership (15 Pasal dan 17 ayat )

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 terkait Diversity of ownership
Pasal 5 (g), (h)
g.      mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran;
h.      mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;
Pasal 13
1.      Jasa penyiaran terdiri atas:
a.      jasa penyiaran radio; dan
b.      jasa penyiaran televisi.
2.      Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh:
a.      Lembaga Penyiaran Publik;
b.      Lembaga Penyiaran Swasta;
c.       Lembaga Penyiaran Komunitas; dan
d.      Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Pasal 14 (3)
3.      Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal.
Pasal 16 (1)
1.      Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.
Pasal 18
1.       Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.
2.       Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.
3.       Pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional, dan nasional, baik untuk jasa penyiaran radio maupun jasa penyiaran televisi, disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
4.       Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan dan penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 20
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
Pasal 21 (1)
1.      Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
Keterangan:
Ayat 1:Yang dimaksud dengan komunitasnya adalah komunitas yang berada dalam wilayah jangkauan daya pancar stasiun komunitas yang diizinkan.
Pasal 22 (1)
1.      Lembaga Penyiaran Komunitas didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut.
Pasal 25
1.      Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.
2.      Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau media informasi lainnya.
Pasal 26 (1)
1.      Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri atas:
a.      Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit;
b.      Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel; dan
c.       Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui terestrial
Pasal 31
1.       Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran lokal.
2.       Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
3.       Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.
4.       Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
5.       Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut.
6.       Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.
Keterangan:
Ayat 6: Yang dimaksud dengan diutamakan ialah diberikan prioritas kepada masyarakat di daerah itu atau yang berasal dari daerah itu. Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun hanya dapat diberikan kepada pihak dari luar daerah apabila masyarakat setempat tidak ada yang berminat.
Pasal 33
1.       Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
2.       Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
3.       Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.
4.       Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh:
a.       masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;
b.       rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;
c.        hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan
d.       izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.
5.       Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI.
6.       Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c.
7.       Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran melalui kas negara.
8.       Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 40
1.      Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain, baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar negeri.
2.      Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dibatasi.
3.      Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata acaranya dibatasi.
4.      Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat nasional, internasional, dan/atau mata acara pilihan.
Keterangan:
Ayat 3:Yang dimaksud dengan pembatasan jenis siaran acara tetap adalah acara siaran warta berita, siaran musik yang penampilan tidak pantas, dan acara siaran olahraga yang memperagakan adegan sadis.
Pasal 41
Antarlembaga penyiaran dapat bekerja sama melakukan siaran bersama sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli informasi dan monopoli pembentukan opini.
Pasal 46 (3)
3.       Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a.       promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;
b.       promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c.        promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d.       hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
e.        eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

c.       Prinsip Diversity of content (keberagaman isi)
Prinsip ini masih terkait erat dengan prinsip diversity of ownership. Salah satu esensi dari demokrasi adalah adanya jaminan kebebasan bagi munculnya berbagai ragam opini. Melalui prinsip diversity of content berarti menjamin keberagaman isi siaran, yang selaras dengan  semangat dan eksistensi kultur bangsa Indonesia yang heterogen dan pluralis. Artinya, berbagai kelompok budaya, etnik, agama, ras dan golongan mempunyai posisi dan peluang yang sama dalam penyiaran.

Berikut ini adalah ketentuan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2002 terkait dengan prinsip Diversity of content (13 pasal dengan 16 ayat)

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 terkait Diversity of content
Pasal 5 (i)
i. memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;
Pasal 13
1.      Jasa penyiaran terdiri atas:
a.      jasa penyiaran radio; dan
b.      jasa penyiaran televisi.
2.      Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh:
a.      Lembaga Penyiaran Swasta
b.      Lembaga Penyiaran Publik;
c.       Lembaga Penyiaran Komunitas; dan
d.      Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Pasal 14 (3)
3.      Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal.
Pasal 20
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.
Pasal 21 (1)
1.      Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
Keterangan:
Ayat 1: Yang dimaksud dengan komunitasnya adalah komunitas yang berada dalam wilayah jangkauan daya pancar stasiun komunitas yang diizinkan.
Pasal 26 (2)
2.       Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Berlangganan harus:
a.    melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan;
b.    menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta; dan
c.    menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri paling sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri.
Pasal 31
1.      Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan dan/atau stasiun penyiaran lokal.
2.      Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
3.      Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
5.      Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut.
6.      Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.
Keterangan:
Ayat 6: Yang dimaksud dengan diutamakan ialah diberikan prioritas kepada masyarakat di daerah itu atau yang berasal dari daerah itu. Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun hanya dapat diberikan kepada pihak dari luar daerah apabila masyarakat setempat tidak ada yang berminat.
Pasal 33
1.      Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
2.      Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
3.      Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.
4.      Izin dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh:
c.       masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;
d.      rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;
e.      hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan
f.        izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.
5.      Atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI.
6.      Izin penyelenggaraan dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ada kesepakatan dari forum rapat bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c.
7.      Lembaga penyiaran wajib membayar izin penyelenggaraan penyiaran melalui kas negara.
8.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan penyelenggaraan penyiaran disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 35
Isi siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
Pasal 36 (1), (2), (3), (4)
1.       Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
2.       Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3.       Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4.       Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Pasal 38
1.       Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.
2.       Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran.
Pasal 40
1.      Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain, baik lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar negeri.
2.      Relai siaran yang digunakan sebagai acara tetap, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dibatasi.
3.      Khusus untuk relai siaran acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran luar negeri, durasi, jenis dan jumlah mata acaranya dibatasi.
4.      Lembaga penyiaran dapat melakukan relai siaran lembaga penyiaran lain secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat nasional, internasional, dan/atau mata acara pilihan.
Keterangan:
Ayat 3: Yang dimaksud dengan pembatasan jenis siaran acara tetap adalah acara siaran warta berita, siaran musik yang penampilan tidak pantas, dan acara siaran olahraga yang memperagakan adegan sadis.
Pasal 41
Antarlembaga penyiaran dapat bekerja sama melakukan siaran bersama sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli informasi dan monopoli pembentukan opini.






VISI MISI DAN STRATEGI/PROGRAM KERJA BIDANG PENYIARAN
Pentingnya visi dan misi program kerja bidang penyiaran dalam melakukan pengawasan pada program penayangan dan penyiaran yang memiliki unsur merendahkan dan melecehkan pihak secara lisan dan visual yang mengacu pada Bab IV ps. 6,7  P3 dan SPS KPI Tahun 2012 yaitu “Lembaga penyiaran wajib menghormati suku, agama, ras, antar golongan Dan dilarang merendahkan suku agama, ras, antar golongan dan atau melecehkan perbedaan individu dan kelompok mencakup keragaman budaya, gender usia dan kehidupan sosial ekonomi”, perlu adanya pengawasan lebih ketat karena masih terdapat berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa oknum baik melalui black joke maupun tayangan visual yang secara explisit menyiratkan hal yang dimaksud, namun kurangnya pengetahuan tentang tren baru dalam dunia penyiaran yang menyimpang tersebut menyebabkan beberapa program penyiaran masih lolos dalam pengawasan, hal ini banyak ditemukan dalam acara komedi dan film asing.
Pada perkembangan teknologi informasi pada dewasa ini sebenarnya masyarakat Indonesia banyak yang memiliki kesadaran tentang pentingnya pengawasan informasi media elektronik berhubungan dengan berbagai hal yang seharusnya layak untuk dikonsumsi, unsur pembodohan masyarakat baik secara terang terangan maupun terselubung, hal ini bisa dilihat dari meningkatnya jumlah pengaduan publik pada tahun 2010 (26.489 pengaduan) dan memuncak pada tahun 2012 (43.552 pengaduan). Tentang berbagai penyimpangan yang dilakukan media masa terutama elektronik yang seharusnya tidak dikonsumsi rakyat Indonesia yang masih memiliki tradisi copy cat dan proses imitasi pada apa yang ditayangkan oleh media elektronik, contoh mudahnya anak sekarang banyak memilik nama sama yang diambil dari sinetron, pemain bola dan lain sebagainya, style anak kecil yang meniru artis cilik di sinetron yang bila mereka lihat di tv gondrong dan pirang tidak masalah (contohnya acara baim dan rafi ahmad tahun 2010) diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari, hal ini juga perlu adanya pengawasan, remaja putri kita yang menafsirkan seks bebas pra nikah di usia dini bisa dimaklumi (contohnya sinetron pernikahan dini) dan berbagai macam hal yang sebenarnya meracuni budaya bangsa kita yang adiluhung memiliki kehormatan berbangsa dan berbudaya yang kental. Sedang negri kita yang masih diusia yang sangat muda ini sangat rentan untuk dimasuki tayangan pembodohan masyarakat yang tidak melalui proses penyaringan apa yang layak tonton dan tidak secara konsisten menyaring apa saja yang layak konsumsi dan luput dari pengawasan, disebabkan terlalu banyaknya metode baru dalam menyamarkan tayangan, misalnya pengumbaran sek bebas melalui joget dangdut dengan pakaian fulgar, ato adegan kemesraan berbalut religi, dan masih banyak lagi pembodohan umat dalam berbagai tayangan yang kita konsumsi sehari hari.
Perlu adanya komunikasi yang lebih inten dari pihak pengawas tayangan dengan masyarakat dan ahli agama yang memiliki kapabilitas kusus dalam memahami konten tayangan yang mengandung penyimpangan model baru agar kita tidak kecolongan dengan pihak media yang semakin pintar saja mengakali apa yang sudah digariskan hukum, misalnya hari ini acara yang berbau gaib dilarang besoknya pihak media mengkawin silangkannya dengan acara komedi, sehingga lolos dari pengawasan padahal acaranya ya masih berbau mistis bertopeng komedi, atau acara pornografi berbalut spiritual, sekilas tampak seperti acara membawa pencerahan agama tertentu namun pada prakteknya meraba bagian tertentu di sedikit tayangannya dan masih banyak lagi hal hal yang sebenarnya diawasi juga oleh masyarakat yang faham dengan hal tersebut. Maka dari itu perlunya komunikasi dengan masyarakat sangatlah penting.
Secara pribadi bila saya menjadi salah satu pihak yang ikut berperan dalam komisi penyiaran saya hanya ingin mengembalikan tayangan yang layak dikonsumsi seperti era orde lama, karna pada masa itu tayangan lebih mengutamakan pendidikan dan pengetahuan, bila adapun tayangan yang tidak berkaitan dengan keduanyan kebanyakan acara dan programnya masih sangat memiliki aroma kental berbudaya Indonesia yang masih bisa diterima sebagai sajian yang layak untuk dikonsumsi, dan untuk merealisasikan hal tersebut landasan agama yang kuat dan patriotisme, nasionalisme harus kita jadikan pondasi untuk membangun masyarakat yang tak mudah terpengaruh tren asing yang meracuni bangsa ini memalui tayangan tidak bertanggung jawab demi kepentingan sepihak.
Pondasi nasionalisme berbudaya dan beragama dalam memilihkan tayangan layak konsumsi sangatlah penting, karna hanya dengan pengetahuan dan pengalaman saja tidaklah cukup untuk memilihkan apa yang baik dan benar, misalnya penggunaan tulisan “alat yang digunakan menggunakan bahan lunak” dalam acara komedi yang mendemosntrasikan pukul pukulan dan kekerasan menggunakan stereofoam seolah olah kalo menggunakan bahan lunak kita boleh memukul orang lain, hal ini merupakan pembodohan terselubung, kami tidak butuh tulisan merah alat apa yang digunakan, tapi kami ingin penjelasan kenapa hal itu seolah olah boleh dilakukan (dalam opini di media sosial). Dan masih banyak lagi hal yang masyarakat sebenarnya merasa itu tidaklah baik terutama kalangan berpendidikan dan beragama. Sebagai masyarakat yang berbangsa dan memiliki jiwa nasionalisme dan insan beragama yang berbudaya seharusnya kita lebih selektif lagi dalam menayangkan apa yang dilihat oleh kalayak mengetahui penikmat media tidak hanya terdiri dari usia yang sesuai  ataupun memiliki kesadaran dan menfilter apa yang mereka tonton, pemberitahuan logo usia dan bimbingan orang tua saja tidaklah cukup untuk mengedukasi. Seperti yang kita tahu pemberian logo “buimbingan orang tua” tidaklah berpengaruh dimasyarakat, jadi kenapa harus memilah apa yang bisa di tonton dewasa dan anak, kenapa tidak kita buat semua layak tonton baik dewasa dan anak dengan tayangan yang mendidik.
Dalam dunia seni dan kreatif banyak pihak memiliki opini bahwa undang undang penyiaran menghambat kreatifitas mereka dalam berkarya, namun saya sebagai pelaku seni berpendapat “kreatif  yang marah karena dibatasi berarti tidaklah kreatif” karna seharusnya yang kreatif itu bisa mencari ide lain bahkan memanfaatkan banyak hal lain bukannya berhenti dan menyalahkan batasan ataupun mencari celah apa yang bisa diakali dari sistemnya dengan licik. Sedang dalam perkembangan saat ini tontonan yang menjadi tuntunan sangatlah merisaukan tidak seperti pada masa era orde lama dimana kita disuguhkan dengan tontonan yang menginspirasi dan mendidik. Memanglah tayangannya sangat monoton namun imbasnya tidaklah menyebabkan efek dramatis dalam masyarakat. Misalnya berita tentang kriminalitas yang kejam dan brutal atau berita tentang pemerintah yang korup justru meracuni masyarakat dengan ide baru dalam melakukan tindakan ceroboh dan tidak bertangung jawab, atau menimbulkan ketakutan pada pemirsa yang labil, misalnya tayangan reportase investigasi dengan wajah di tutupi suara disamarkan namum memberi tahu trik mengolah makanan dll yang berbahaya, bagi orang jahat hal itu bisa menjadi ide, dan bagi pemirsa labil hal itu membuat ketakutan terselubung, Namun berkedok pengetahuan dan berita.

Adapun bila saya menjadi pihak yang ikut mengawasi apa yang disiarkan media, saya sangatlah berharap adanya penjabaran yang lebih spesifik dalam susunan Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) dan Standart Program Siaran (SPS) Peraturan KPI, agar dalam pelaksanaan pengawasannya lebih terstruktur dan mendetail sehingga metode metode baru penyimpangan penyiaran lebih bisa diminalisir, dan perlu adanya peran aktif dan komunikasi secara inten dengan masyarakat yang ikut mengawasi program yang mereka konsumsi supaya lebih bisa dipertanggung jawabkan pihak media. Melakukan kampanye dan mengedukasi masyarakat dengan perundangan penyiaran yang lebih terjadwal dan terstruktur agar kita memiliki lebih banyak mata yang ikut membantu dan menyaring apa yang pantas bagi bangsa kita dalam prosesnya. Pemeliharaan serta peningkatan pengaduan dan system online yang lebih baik terurus dan terawat serta mudah diakses dan diketahui banyak warga juga didukung pelayanan yang ramah kritis dan konsisten agar kita lebih mudah menerima keluhan masyarakat.

0 comments: